Chapter 11

484 58 0
                                    

Maze.

*.✧*.✧*.✧
Happy Reading!
*.✧*.✧*.✧

Leora menyusuri Maze ini astaga apaakah benar ini lapangan Quidditch? Leora bahkan hampir kehilangan kata kata.

Dia melihat Krum dia pingsan! begitupula dengan Delacour namun dia tidak ada waktu, ini seperti ada yang aneh.

Dia mendengar suara, itu suara Harry!

"Berdua kalau begitu," kata Harry.

"Apa?"

"Kita akan mengambilnya pada saat bersamaan. Toh masih kemenangan Hogwarts. Kita
menang seri." Cedric menatap Harry. Dia membuka lipatan lengannya.

"Kau... kau yakin?" tanya Cedric.

"Yeah," kata Harry. "Yeah... kita telah saling bantukan? Kita berdua sampai di sini. Ayo
kita ambil sama-sama."

Sejenak Cedric tampaknya tak bisa mempercayai telinganya, kemudian dia nyengir lebar.

"Baiklah," katanya.

"Sini."

Dia memegang lengan Harry di bawah bahunya dan membantu Harry yang berjalan
tertimpang timpang menuju podium tempat piala berdiri.

Setibanya di sana, keduanya mengulurkan tangan ke masing-masing pegangan piala yang berkilauan.

"Pada hitungan ketiga, ya?" kata Harry. "Satu... dua... tiga..."

"Harry wait!" balas Leora menggapai tangan Harry.

Harry dan Cedric bersamaan memegang pegangan piala serta Leora yang memegang lengan Harry.

Saat itu juga Leora merasakan entakan di belakang pusarnya. Kakinya terangkat dari
tanah. Dia mengangkat kepala.

"Di mana kita?" tanyanya.

"Leora kau gila?!" pekik Harry, "Sedang apa kau disini?!" tanya Harry.

"Mencoba menggagalkan rencanamu memegang piala itu namun terlambat." kata Leora berdecak.

Cedric menggelengkan kepala.
Dia bangkit, menarik Leora berdiri, dan mereka
memandang berkeliling."You okay?" tanya Cedric, yang dibalas anggukan oleh Leora.

Mereka telah jauh meninggalkan kompleks Hogwarts. Mereka jelas telah pergi berkilo-kilo
meter mungkin bahkan beratus-ratus kilo karena bahkan pegunungan yang mengitari kastil sudah tak ada. Mereka berdiri di kuburan gelap telantar berumput tinggi. Siluet gereja kecil tampak di belakang pohon cemara besar di sebelah kanan mereka.Di sebelah kiri tampak bukit menjulang.

Leora samar-samar melihat siluet rumah tua yang indah di sisi bukit.Cedric menunduk memandang Piala Triwizard dan kemudian ganti menatap Harry.

"Apakah ada yang memberitahumu bahwa piala ini Portkey?" dia bertanya.

"Tidak," jawab Harry. Dia juga memandang ke sekeliling pemakaman.

Suasana sunyi senyap dan agak mengedkan. "Apakah ini bagian dari tugas?"tanya Leora merinding.

"Aku tak tahu," kata Cedric, kedengarannya dia sedikit gugup.

"Kita siapkan tongkat?"

"Yeah," kata Harry, senang Cedric yang memberikan usul itu dan bukan dia.Mereka menarik keluar tongkat sihir mereka. Leora masih memandang ke sekelilingnya. Sekali lagi dia punya perasaan aneh bahwa mereka diawasi.

"Ada yang datang," katanya tiba-tiba.
Menyipitkan mata dengan tegang menembus kegelapan, mereka memandang sosok itu
mendekat, berjalan mantap ke arah mereka di antara makam-makam.

Leora tak bisa melihat wajahnya, tetapi dari caranya berjalan dan posisi tangannya, dia bisa menerka bahwa orang itu membawa sesuatu. Siapa pun dia, orang itu pendek, dan memakai mantel bertudung kepala yang dipakainya untuk menyamarkan wajahnya. Dan beberapa langkah lebih dekat, jarak di antara mereka semakin kecil Leora melihat bahwa benda yang digendongnya seperti bayi... atau apakah itu cuma buntalan jubah?

Leora menurunkan tongkatnya sedikit dan mengerling Cedric. Cedric melempar
pandangan bertanya.Mereka bertiga berpaling lagi untuk mengawasi sosok yang semakin mendekat.

Sosok itu berhenti di sebelah nisan tinggi dari pualam, hanya kira-kira dua meter dari kejauhan, di atas kepalanya, dia mendengar suara dingin melengking tinggi berkata,

"Bunuh temannya."Bunyi deru disusul suara kedua, yang berciut menyuarakan kata-kata ke dalam kegelapan malam, "Avada Kedavra!"

"ASTAGA!" pekik Leora.

Sambaran cahaya hijau menyilaukan menembus pelupuk mata Leora dan dia mendengar sesuatu yang berat jatuh ke tanah di sebelahnya. Rasa sakit di tatto tulisan kuno sialan ini sedemikian hebatnya sampai dia merasa nyeri pada setiap tulangnya, dan kemudian rasa sakitnya mereda. Ngeri pada apa yang akan dilihatnya, dia membuka matanya yang terasa tersengat.

Cedric tergeletak telentang di sebelahnya. Dia sudah meninggal. Harry juga merasa sakit pada bekas lukanya.

Selama sedetik yang serasa seabad, Leora melihat Harry menatap wajah Cedric, menatap mata abu-
abunya yang terbuka, kosong dan tanpa ekspresi seperti jendela rumah kosong, menatap mulutnya yang separo terbuka, yang tampak agak keheranan. Dan kemudian, sebelum otak nya bisa menerima apa yang dilihatnya, sebelum dia bisa merasakan apa pun selain kebas dan tidak percaya, dia merasa dirinya ditarik bangun.

Laki-laki pendek bermantel telah meletakkan bawaannya, menyalakan tongkat sihirnya,
dan menarik Harry ke nisan pualam. Leora melihat nama pada nisan itu bergoyang tertimpa
cahaya tongkat sebelum dia dipaksa berbalik dan diempaskan ke nisan itu.

TOM RIDDLE

Si laki-laki bermantel menyihir tali dan mengikat Harry erat-erat,dari leher sampai ke mata kaki, dan diikatkan ke nisan itu. Namun tidak dengan Leora dia masih berfikir, barusan telah terjadi pembunuhan disini?!

Ada lelaki berwajah tikus yang dipanggil wormtail entah darimana suara itu.

"Kau!" sengalnya.Tetapi Wormtail, yang telah selesai menyihir talinya, tidak menjawab. Dia sibuk memeriksa kekencangan talinya, jari-jarinya gemetar tak terkendali, meraba-raba ikatannya.

"APA YANG KAU LAKUKAN!" teriak Leora.

Namun Wormtail tidak bergeming, dan masih mengikat Harry sedemikian rupa setelah yakin Harry sudah terikat erat ke nisan sehingga tak bisa bergerak sesenti pun, Wormtail menarik keluar kain hitam dari dalam mantelnya dan menjejalkannya dengan kasar ke dalam mulut Harry. Kemudian, tanpa bicara sepatah kata pun dia berbalik dan bergegas pergi.

****
Leora benci saat dirinya yang sok namun tak bisa melakukan apapun,

Buntelan itu tampaknya bergerak-gerak gelisah. Leora memandangnya, dan tatto itu tersengat sakit lagi... dan dia mendadak tahu bahwa dia tak ingin melihat apa yang ada dalam jubah itu... dia tak ingin buntelan itu dibuka...

Dia mendengar bunyi di kakinya. Dia menunduk dan melihat seekor ular besar melata di
rerumputan, mengelilingi nisan tempatnya terikat. Napas Wormtail yang cepat dan berderik
terdengar semakin keras.

Kedengarannya dia menyeret sesuatu yang berat. Kemudian dia berada dalam jarak pandang Leora lagi, dan Leora melihatnya mendorong kuali batu ke kaki makam. Kuali itu penuh sesuatu yang tampaknya seperti air Leora bisa mendengarnya bergolak dan kuali itu lebih besar daripada semua kuali yang pernah digunakan Harry. Kuali batu besar yang cukup untuk memuat orang dewasa duduk di dalamnya.Makhluk di dalam buntelan jubah bergerak-gerak terus-menerus, seakan berusaha membebaskan diri.

Sekarang Wormtail sedang sibuk di dasar kuali dengan tongkatnya. Mendadak api berderak-derak menyala di bawahnya. Si ular besar merayap pergi ke dalam kegelapan.

"Cepat!"

Seluruh permukaan air sudah menyala dengan percikan bunga api sekarang. Seakan bertaburan berlian.

"Sudah siap, Tuan."

"Sekarang.... " kata suara dingin itu.

_TBC_

btw ini part pelengkap ya agar semuanya nyambung💫

Have a nice day 💗

Angel face Devil Thought Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang