Chapter 4

1.4K 174 23
                                    








Kalau saja saat ini ia punya lembaran won di dalam dompetnya. Mungkin Yuri sudah memborong beberapa potong kain di toko bermerek, atau sekedar merawat kulitnya di salon kecantikan. Ia kehabisan uang. Kukunya juga terlihat kusam dengan kutek yang mulai terkelupas. Meskipun begitu, untung saja perutnya tidak kelaparan, setidaknya cacing-casing di perutnya tidak pernah mengamuk karena kekurangan makan. Ucapkan terima kasih pada Jimin. Yang berbaik hati mau menampungnya di sini, memberinya makan. Tapi tidak dengan kebutuhannya yang lain.

Jimin mogok, memberinya uang lebih. Karena perkara dress seksi yang dipakainya tiga hari lalu di pesta bisnis. Pasalnya dress itu Yuri membelinya dengan uang Jimin, dan jimin tidak mau memberinya uang lebih lagi jika dipakai untuk membeli hal-hal sialan, begitu kata Jimin.

Selama ini Yuri tidak pernah hidup kekurangan. Meskipun ia hidup jauh dari keluarganya, tapi uang selalu mengalir deras di dalam rekeningnya. Tapi sekarang, rekeningnya kosong. Ia tidak punya pakaian yang baru, dan terus memakainya berulang-ulang selama beberapa bulan ini. Bodoh benar, di saat dompetnya mengering dan ia menumpang hidup pada Jimin. Ia masih sempat memikirkan balas dendam dan merebut kembali semua milik keluarganya.

Tidak, keinginan Yuri untuk mengambil semua itu bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan egoisnya saja. Tapi, memang murni ia ingin membalas perlakuan pria iblis itu. Justru saat inilah ia harus bergerak.

"Jim, mana dompetmu" Yuri berteriak dan beranjak dari kasur sembari membuka pintu kamar ia mencari keberadaan pria itu.

"Aku di sini, baby......" Yuri refleks menoleh, ke arah sumber suara. Tubuhnya dibalut oleh gaun tidur yang tipis, bra berenda mengintip samar di balik gaun tidur itu. Kulitnya yang seputih pualam sangat kontras dengan gaun tidurnya yang berwarna hitam.

Saat Yuri menghampiri Jimin rupanya pria itu tengah sibuk membuat sarapan di meja makan, menumpuk bahan-bahan sanwitch, dan menyusunnya dengan rapih.

"Kau sudah bangun?" Jimin tersenyum, dengan pakaiannya yang sudah rapih, bau maskulin menyeruak memenuhi penghidu Yuri.

"Sudah sedari tadi," Yuri melahap sanwitch buatan Jimin, rasanya tidak terlalu buruk, karena memang Jimin sudah terbiasa membuat sarapan sendiri.

"Jim aku minta uang"

"Untuk apa?" Jimin duduk usai melirik sekilas ke arah Yuri.

"Pakaian, alat rias, rangkaian perawatanku sudah menipis Jim. Tolonglah, kau bukan orang pelit." Yuri bangkit, ia menggeser duduknya menjadi tepat di sebelah Jimin. Yuri meraih lengan Jimin dan mendekapnya. Persis seperti seorang istri yang sedang merayu suaminya agar mendapat uang belanja lebih tebal.

"Tidak, kau terlalu centil untuk kuberi uang lebih" abai Jimin.

"Ayolah Jim, kau mau kulitku kusam, pakaianku juga itu-itu saja, bibirku juga pecah-pecah pasti tidak enak ketika kau cium" Yuri mengalungkan tangannya di bahu Jimin, masih mencoba merayu sang pria.

"Makanya jadi istriku saja, biar sekalian ku modali jadi wanita nakal. Dan malamnya aku gempur, bagaimana ide yang bagus bukan?" Jimin mendelik, sedikit menggelengkan kepala karena melihat gaun tidur Yuri yang sangat tipis, sampai mencetak branya.

"Kau suami mesum, aku tidak mau, cepatlah Jim aku butuh uang"

"Arasseo, araseo..... dompetku ada di saku celana ambil sendiri" Jimin mendesah lelah. Dan mengalah.

Sedangkan Yuri dengan mata berbinar, ia merogoh saku celana Jimin. Membuka isi dompet, dan mengambil beberapa lembaran uang. Juga satu kartu kredit.

"Terima kasih aku mencintaimu Jim, sungguh!" Yuri beranjak, dan mengecup sekilas bibir Jimin. Niat Yuri hanya memberi kecupan sekilas karena Jimin mau berbaik hati memberinya uang. Tapi, Jimin malah memperdalam ciuman mereka.

Red Lipstick [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang