Chapter 22

999 175 26
                                    

~Read slowly and enjoy~


Sejauh ini Yuri sudah melalui banyak hal. Ia menemukan sahabat sempurna seperti Jimin,  juga mendapatkan seorang teman tulus seperti Saehan. Ia tak bisa egois, tantu saja tidak. Mereka saling mencintai, tak pernah sekalipun ia melihat Jimin seserius ini pada seorang gadis. Ah, coret kata itu, Yuri memang belum pernah melihat Jimin serius pada gadis-gadisnya sebelum ini. Tapi, ini baru pertama kalinya Yuri melihat Jimin yang menutup-nutupi sesuatu darinya dan gundah gulana karena seorang wanita. Jadi Yuri menyimpulan Jimin serius pada wanita yang satu itu —Joo Saehan.

Tatapan Jimin untuk Saehan itu berbeda. Bagaimana cara Yuri menilainya tentu saja ia tahu, karena itu Jimin, sahabatnya. Apa yang tidak Yuri ketahui dari Jimin? Bahkan warna celana dalam Jimin di hari senin pun Yuri tahu. Omong-omong itu kesintingan Jimin, pria yang punya tinggi seratus tujuh puluh empat itu punya semacam kebiasaan, di mana jika hari senin harus pakai celana dalam warna merah muda.

Orang gila seperti Jimin benar-benar aneh. Dan masih banyak hal aneh dari Jimin yang ia ketahui. Sedekat itu memang mereka.

Jimin juga menatap Saehan memuja, seperti pengemis cinta haus buaian. Yuri suka jika Jimin menemukan cintanya, pokoknya ia ikut bahagia untuk Jimin.

Jimin dan Saehan memutuskan untuk menikah, tepatnya dua minggu dari sekarang, Jimin sedang sibuk-sibuknya menyiapkan pernikahan. Yuri juga menerima seputar omongan-omongan miring di kantor, karena hubungannya dengan Jimin tak sesuai ekspetasi mereka. Orang-orang kantor mengira ia akan menikah dengan Jimin namun nyatanya tidak, Jimin malah menikahi seorang pengacara muda bermarga Joo. Dan itu membuat  mereka terheran-heran lalu menggunjingi Yuri miring. Sebagian ada yang mengatainya hamil anak haram pejabat, dan macam-macam lagi. Tapi, ini Shin Yuri, ia tak akan murung hanya karena gunjingan-gunjingan tak masuk seperti itu.
Yuri masih percaya diri, untuk melangkah dengan perut besar tanpa seorang suami. Memangnya kenapa? Yuri bukanlah tipe yang mengambil pusing hujatan. Jelas yang terpenting sekarang adalah anak dan juga dirinya.

Itu saja.

Ah, mungkin Taehyung dua puluh persennya.

Lama ia bersenandung seraya memilah-milah sayur untuk bahan salad sebagai menu pagi ini. Akhirnya ia selesai mencuci semua bahannya di wastafel, dengan cepolan rambut manis di puncak kepala. Yuri tak sabar mau makan salad buatannya sendiri.

Ia memotong daun salada selebar daun jeruk. Mencemot saus mayo yang rasanya manis, asin dan gurih namun seperti keju hambar. Ia tak punya jadwal sibuk, karena memang urusan kantor diserahkan pada paman Hong. Yuri hanya menerima laporan-laporan penting saja dan menandatanganinya, paman Hong benar-benar memudahkan urusannya di kantor.

Sebenarnya Yuri tak ingat ini hari apa, ia menerima panggilan telepon dari Saehan tadi pagi. Yang katanya akan berkunjung ke sini karena tak punya jadwal sibuk. Biasanya Saehan sibuk di setiap awal pekan, tapi mengingat  Saehan akan ke rumahnya dan bilang tidak sibuk itu artinya ini akhir pekan.

Saat Yuri sedang mengiris-ngiris dua buah tomat yang merona, ia merasa ada presensi lain yang datang. Ia tak menangapi itu, tapi bilah bibirnya menyambut. "Selamat pagi Saehan...." sapa Yuri sembari mengelap tangannya di apron yang melingkari tubuhnya.

"Maaf tak mengetuk dulu." Saehan tersenyum ramah.

"Duduklah, aku sedang buat salad. Kau mau?"

Saehan tak menanggapi, ia menghampiri Yuri di meja pantry. Lalu ikut menyibukkan diri dengan mulai memotong-motong selada segar yang masih basah habis dicuci. "Aku sedang berusaha mencari Taehyung, bersama Jimin," kata Saehan tanpa basa-basi.

Yuri mengambil satu pisau yang menganggur, lalu memgambil satu buah alpukat dan membelahnya jadi dua. "Jangan terlalu memakasa, aku bisa mencarinya sendiri. Lagipula, aku hanya ingin meminta maaf."

Red Lipstick [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang