Chapter 11

1.2K 157 10
                                    

Ketika debaran jantung melemahkanmu

***


Sore itu mungkin tidak terlalu terang, sedikit gelap karena awan mendung yang membelenggu. Ini musim panas, ada kalanya matahari menyorot garang dari atas, lalu sorenya langit tiba-tiba ditimpa awan gelap, jarum jam menunjuk ke angka lima, tapi langitnya seolah menunjukan ke angka enam sore. Sepertinya hujan garang akan turun sore ini.

"Bisa kita percepat?" kata Yuri menyusul langkah Taehyung, pria itu masih acuh. Matanya sibuk memilah-milah beberapa keperluan dari rak minimarket.

"Cerewet sekali," tanggap pria itu kemudian sembari mendorong troli berisi belanjaan mereka. Taehyung memasukan beberapa keperluan ke dalam sana. Tiba-tiba saat melihat satu sisi rak berisi ramyeon instan, ia jadi ingin makan itu. Sudah lama sekali ia tidak meracik ramyeon.

"Sepertinya hujan akan turun," gumam Yuri sembari melirik ke arah pintu kaca besar akses keluar masuk untuk minimarket kecil ini. suasananya terasa mulai mencekam.

Ini minimarket yang berada di sekitar perumahan, tidak terlalu besar tapi cukup lengkap. Pintu dan juga bagian depan minimarket hanya terbuat dari kaca transparan, itulah yang membuat Yuri bisa melihat keadaan di luar sana.

"Lalu? Itu bukan masalahmu Nona Shin, biarkan langit menurunkan hujan," ucap Taehyung kemudian sembari memilah rasa-rasa ramyeon tanpa melirik Yuri.

Yuri membalas dengan berdecak kesal, apapun jawaban yang keluar dari bilah bibir Taehyung itu terasa menyebalkan untuknya. Frontal, terasa menyakiti telinga, setidaknya itulah penilaian dari Shin Yuri. Akhirnya Yuri melangkah ke rak sebelah yang terisi oleh rangkaian perawatan wanita. Memilih mencoba mengacuhkan awan gelap yang semula mengusiknya.

"Kau ingin makan ini juga?" tawar Taehyung kemudian akhirnya sedikit melirik ke arah Yuri, wanita itu sekarang sedang memilih-milih perwarna bibir di sebelah sana.

"Tidak, aku ingin ini saja." Tanpa persetujuan, Yuri langsung melempar lima jenis benda perawatan bibir ke dalam troli belanjaan.

Sejemang Taehyung memperhatikan warna-warna lipstick itu. Ah, bukan hanya lipstick, ada pelembab bibir, lipgloss tapi warna-warna itu didominasi oleh warna-warna cerah. "Norak sekali, aku tidak suka warna lipgloss dan pelembab bibir ini. Cepat kembalikan!" Nada bicara Taehyung terdengar seperti perintah.

Yuri terpengarah, hampir saja ia tertawa jika tidak ia tahan mati-matian. "Luar biasa Tuan Lee, kau adalah pria pertama yang kujumpai yang bisa membedakan rangkaian perawatan bibir."

"Yoora sering mengajakku belanja, makanya aku tau," kata Taehyung menjawab enteng.

"Hah?" Diam-diam Yuri merasa tertarik, dengan langkah panjang Yuri langsung berjalan di samping Taehyung menyamai langkahnya dengan pria itu.

"Yoora takut salah hitung jika belanja sendirian. Dia bingung cara menghitung uang atau menggunakan kartu belanja. Jadi jika belanja, dia selalu kutemani. Karna aku juga tidak bisa membiarkan dia pergi sendirian bisa-bisa wanita idiot itu tersesat lupa jalan pulang." Taehyung berhenti mendorong troli belanjaannya, tepat di depan rak peralatan kamar mandi. Kini matanya sedang memilah-milah sabun pencuci wajah.

Yuri berdecih ketika mendengar jawaban Taehyung. Pria itu sungguh frontal. "Dia istrimu, setidaknya jangan hina dia."

"Istriku cacat, otaknya bodoh," kata Taehyung memilih tidak peduli.

"Kau pria bermulut kasar," lontar Yuri sembari memalingkan pandangan ke lain arah.

Taehyung tidak menanggapi. Ia malah sibuk memilih alat pencukur, sudah lama ia tidak bercukur, dagunya pasti kasar. Taehyung melirik Yuri, wanita itu sedang menatap ke arah luar pintu kaca lagi, lebih tepatnya wanita itu sedang meneliti suasana di atas sana, di mana awan semakin bergulung membentuk gelap yang semakin nyata. "Pilihan warnamu norak, setidaknya Yoora punya pilihan warna yang bagus," kata Taehyung kemudian.

Red Lipstick [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang