Chapter 18

989 169 68
                                    

~Read slowly and enjoy~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Read slowly and enjoy~
.
.
.
.
.

Seharusnya ia tak menaruh harapan besar pada  pria itu, jika saja isi kepalanya lebih pintar ia tak mungkin diluluh lantak seperti ini. Saehan mematung di depan cermin wastafel, pun bibirnya sudah berkali-kali digigiti, dan rambutnya ikut dijambak-jambaknya kesal. Kedua telapak tangan itu kemudian menampung air, setelah menghidupkan kerannya, lalu disiramnya air itu dengan kasar ke wajahnya yang kusam. Saehan tak sempat lagi memperhatikan wajah, tatkala isi kepalanya dipenuhi oleh sosok Jimin Jimin yang menghantui.

Si pria yang menoreh luka pada hati.

Saehan berkali-kali menolak panggilan telepon dari Jimin. Memaki, dengan keadaan mata sembab. Padahal, baru beberapa hari yang lalu Jimin mengajaknya menjalin hubungan, Jimin bilang 'Aku mencintaimu' awalnya Saehan suka kalimat itu, sangat suka sampai ia berpikir tak ada lagi hal terindah selain lisan yang diucapkan Jimin.

Tapi tidak untuk sekarang. Jika lisan-lisan Jimin terngiang dalam tempurung kepalanya, Saehan serasa ingin mencabik-cabik bilah bibir itu! Lalu mengumpatinya kencang. Sekarang pun jika ia menghantam kaca dengan kepalan tangan, itu mungkin bisa meredam radang hatinya.

Bodoh sekali Saehan di hari-hari kemarin, bisa-bisanya ia percaya pada Jimin. Yang lebih tololnya lagi, ia bahkan langsung menyerahkan hati dan juga tubuhnya pada Jimin. Mereka bercinta, ia dan Jimin mengundang euphoria untuk berlabuh sejenak. Untuk pertama kalinya Saehan dibelai seperti itu, untuk pertama kalinya Saehan menanggalkan pakaian karena rayuan madu Jimin.

Lalu sekarang? Setelah ia menyerahkan hal itu, pria itu mengakiri hubungan mereka. Siapa yang tak merasa hancur jika diperlakukan seperti ini?

Jimin bilang 'maaf' sebelum pria itu berucap pelan untuk mengakhiri hubungan mereka, dan meninggalkannya begitu saja di tengah sepoi angin malam. Saehan memutar bola matanya pedih, mengerjap-ngerjapkan matanya berat. Saehan berusaha menahan air mata sekuat hati, karena berpikir menangisi orang seperti Jimin bukanlah hal yang pantas.

"Aku atau sahabatmu?"

Lagi suara dirinya yang tercekat malam itu kembali melintasi isi kepala, Saehan memejamkan matanya kuat. Dadanya dihantam ruang sempit,
sesaknya bertalu-talu, menundukan wajah lalu memukul-mukul kepalanya sendiri. Kala itu, Saehan memohon pada Jimin seraya menahan pergelangan tangan pria itu dan menggeleng samar sebagai permohonan.

"Maaf, tapi Yuri juga penting buatku..."

"Lalu, bagaimana denganku Jim?! Bahkan kita baru memulainya..."

Cara Jimin membuangnya begitu berengsek memang, ia telah diperawani lalu ditinggal dengan alasan punya janji pada Yuri. Alasan sialan, yang membuat Saehan ingin memaki Jimin 'konyol'  Jimin pantas diapakan oleh Saehan?

Red Lipstick [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang