Chapter 16

1.1K 172 40
                                    



"Bagaimana Yu?"

Yuri masih betah menetapkan atensi pada kursi, sedang mata menyorot ke arah luar melalui dinding kaca kafe, memilih menjeda respon guna berpikir lebih dalam. Kabar yang baru saja Saehan katakan, itu kabar bagus. Penantiannya akan segera berakhir.

Salinan dokumen itu sudah siap. Saehan mencari salinannya dalam tempo waktu beberapa hari saja.

"Kita bisa melakukannya malam ini juga, Nona Shin." Saehan melipat tangannya di atas meja, jari berkuku panjang itu kemudian mengetuk-ngetuk permukaan meja guna menunggu jawaban.

"Yu?"

Tepat ketika namanya terpanggil untuk kesekian kali, barulah ia lekas menoleh ke arah Jimin yang duduk di sebelahnya. Jimin sudah memasang raut heran karena Yuri tak kunjung merespon. "Apa isi surat wasiat itu? Bacakan," kata Yuri kini menatap Saehan di seberang meja, tak lama pribadi yang dituju itu mengangguk pelan.

"Surat wasiat asli dari Tuan Shin, di sana menyebutkan. 40% saham perusahaan yang beratas nama Shin Hyusuk jatuh kepada Shin Yuri, sementara 20% jatuh kepada Shin Yoora. Lalu sisa sahamnya, itu milik para investor," jelas Saehan sembari menyelipkan anakan rambut pendeknya ke belakang telinga, sementara matanya sibuk meneliti lembar dokumen.

"Jadi aku sudah bisa mendepak Taehyung?" Sejemang Yuri tersenyum tipis. Bukan senyum untuk menyambut kemenangan yang di depan mata, tapi senyum itu lebih mirip senyuman kosong kehampaan. Jadi, hubungannya dengan Taehyung akan berakhir? Sebentar lagi.

"Bahkan bisa menuntutnya," lanjut Saehan kemudian.

"Tak perlu, untuk saat ini aku hanya ingin mengusir Taehyung dari posisinya."

"Jika dia macam-macam padamu, segera hubungi kami." Jimin menepuk pundak Yuri, sementara wanita itu balas menepuk tangan Jimin di pundaknya. Sampai akhirnya Yuri dan Jimin saling melempar senyum. Sementara Saehan hanya dibiarkan melihat pemandangan itu.

Melihat interaksi antara Yuri dan Jimin, itu memang mencuri perhatian Joo Saehan, gadis itu melihat bibirnya ke dalam, lalu membuang arah pandangnya. Ternyata mereka cukup dekat, senyum mereka terlihat berbeda di mata Saehan. Rasa lain kemudian mulai menjalar dalam hatinya. Apa ini? Ia merasa jadi orang asing. Bukankah dirinya memang orang asing di antara Yuri dan Jimin. Lantas kenapa ia merasa heran pada perasaan ini?

Saehan masih membuang pandang, lebih memilih mencurahkan perhatian ke lalu lalang orang-orang di luar.

"Kita lakukan malam ini," suara Yuri yang melayang membuat Saehan kembali menatap sosok Yuri dan Jimin di depannya.

"Aku akan kabari kalian malam nanti, aku akan mengusir Taehyung."

------

Langit senja sedang beranjak, bersiap tertidur untuk memberi giliran pada rembulan menyorot. Saehan menatap lekat wajah halus Jimin yang diterpa cahaya senja, sementara dirinya masih memasang raut jengkel. Jimin membalasnya dengan cengar-cengir menawan, lalu sesekali tersenyum. Heol? Wajah Saehan tidak selucu itu untuk ditertawai, si Jimin ini benar-benar memporak-porandakannya.

Di tengah-tengah raut jengkelnya, Saehan sempat menyimpulkan. Ketika tersenyum, mata Jimin menyipit seperti garis bulan sabit. Indah sekali, kenapa Saehan bisa menyimpulkan jika senyum Jimin ini indah?

Atas dasar perasaan apa?

"Ada apa, tiba-tiba menyuruhku ke apartemen?" Saehan kini membuyarkan fokus Jimin. Masih menekuk alis. Pria ini lama-lama bisa seenak jidatnya saja, tiba-tiba mengajak bertemu di atas gedung pula.

Jimin tak segera menjawab, pria itu malah mendongak menatap senja yang mulai menggelap semerah darah. Jimin sengaja mengajak Saehan ke atap gedung, karena senjanya sedang indah. Jimin jadi penasaran, ingin melihat Saehan bercengkrama dengan Senja. Ternyata setelah melihat rupa Saehan yang diterpa senja, wanita itu kian terlihat indah. Senja saja sampai meredup.

Red Lipstick [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang