PRAKATA
Cerita ini adalah catatan sederhana dari banyak hal yang saya temui dalam perjalanan hidup. Tentang berbagai kejadian, pertanyaan dalam diri, dan pertemuan tidak sengaja dengan orang-orang yang menakjubkan, dengan Arka sebagai perantaranya.
Silahkan menikmati cerita yang saya sajikan.
Saya harap kalian bisa memetik banyak pelajaran darinya.
***
[Kairo, 7 Januari 2016]
Sudah seminggu Arka duduk di tempat yang sama dari pagi hingga malam. Di sebuah pilar bagian depan pojok kiri dari Masjid Imam Husein, sebuah masjid besar yang terletak di pusat Distrik Darrasah. Tangannya tanpa henti menggulirkan tasbih sambil sesekali merapatkan jaket karena cuaca dingin khas bulan Januari. Hal itu dia lakukan untuk menenangkan hatinya yang tengah diliputi suasana muram.
Memang bukan perkara rahasia kalau Masjid Imam Husein menjadi tempat magis penuh keberkahan. Setidaknya, hal itulah yang dipercayai oleh orang-orang Mesir, yang kemudian turut dipercayai oleh sebagian besar mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di sana. Banyak lantunan-lantunan doa yang dilangitkan dari sana, kembali dalam bentuk nyata. Begitu juga Arka yang kini sedang memanjatkan harap yang terus dia ulangi.
Setiap orang pasti pernah mengalami kesedihan dalam hidupnya, tak terkecuali Arka. Tubuhnya kini terlihat ringkih, tersisa tulang dengan sedikit daging dan kulit semata. Berat badannya sudah turun sepuluh kilo dalam tiga bulan terakhir. Hidupnya seperti sebuah jalan buntu yang sayangnya tidak memiliki opsi untuk mundur ke belakang.
Suasana masjid saat itu cukup ramai. Bau bukhur, sejenis dupa untuk wewangian dalam ruangan, menyerbak. Suara dari pengeras suara memenuhi penjuru masjid. Maklum, selepas magrib selalu ada pengajian rutin yang dijadwalkan oleh takmir masjid. Mereka meminta guru-guru terkemuka untuk mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan seperti akidah, fikih serta akhlak.
Selain itu banyak pula orang-orang yang datang untuk sekadar berziarah ke makam Imam Husein. Di antara mereka ada yang berdiri diam di dekat makam namun ada pula yang melantunkan dengan suara lantang kasidah dan pujian-pujian bagi Rasulullah Saw.
Bagi Arka, keramaian itu tidak berarti apa-apa. Dia sedang tenggelam dalam zikir dan pikirannya yang ruwet. Dia merasakan apa yang orang lain sebut dengan sepi di tengah keramaian.
Di tengah fokusnya, Arka merasakan kehadiran seseorang di sampingnya. Dia melirik sejenak, penasaran siapakah orang yang duduk tepat di sebelahnya, padahal masjid itu begitu luas. Dia mendapati kakek-kakek dengan wajah tegas namun penuh dengan keriput serta rambut yang telah memutih. Beliau memakai jubah hitam bersih dan peci putih. Ada nuansa ketenangan di balik ekspresi misterius yang tidak Arka pahami.
Kakek itu menyorongkan ruz bil laban, sebuah puding beras khas Mesir yang bercita rasa manis, kepadanya. Arka menerima puding itu seraya tersenyum.
"Syukron ya Ammu," ucap Arka berterima kasih. Ammu adalah panggilan lazim untuk seseorang yang lebih tua.
Berbagi makanan di masjid Imam Husein merupakan hal yang lumrah. Banyak orang-orang yang datang dengan sekarung penuh roti hangat untuk dibagikan kepada seluruh jamaah. Di lain waktu, ada pula yang datang dengan koshary, yaitu sekotak nasi yang berisi kacang, makaroni serta dibaluri saus tomat. Atau sekadar teh hangat dengan mint di dalamnya. Maka dari itu, berlama-lama di sana tidak akan membuat jamaah kelaparan, bahkan kadang para jamaah bisa membawa pulang sebagian makanan yang diberikan.
Setelah menerima makanan tersebut, Arka kembali melanjutkan zikirnya, namun dia merasa sang kakek tidak juga meninggalkannya, malah menatapnya lekat seolah Arka adalah objek yang menarik untuk dilihat. Arka awalnya mencoba untuk tidak memikirkan lebih jauh, tapi tatapan kakek itu perlahan mengusik konsentrasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kairo Ketika Tertidur
SpiritualKetika Arka tengah bersimpuh lemah di sudut Masjid Imam Husein, seorang kakek tak dikenal menghampirinya dan menyampaikan nasihat penuh isyarat padanya. "Ketahuilah bahwa jalan keluar dari segala permasalahanmu ada di mana-mana. Obrolan dari seseora...