Gumu'ah Mubarak.
Semoga kita selalu dinaungi keberkahan di tiap langkah.
Selamat membaca dan menikmati..!
***
[Jakarta, 13 September 2016]
Begitu keluar komplek dan berjalan sepanjang jalan raya menuju pasar, Arka menyadari perasaan terasing yang sejak tadi bersemayam dalam di dadanya. Perkembangan teknologi yang cukup pesat akhir-akhir ini telah menumbuhkan kota masa kecilnya. Hanya dalam waktu empat tahun, banyak perubahan yang terjadi.
Arka mengendarai motor dengan perlahan, memilih melaju di pinggir agar tidak mengganggu pengendara yang lain, yang mungkin tengah terburu-buru. Dia mencocokkan pemandangan sekitar dengan yang dulu dilihatnya. Kenangan yang dia miliki memang tidak terlalu jelas. Namun setelah dilihat-lihat banyak detail yang dia ingat sehingga terasa mengejutkan.
Dia mengingat gang rumah temannya yang sering dia kunjungi untuk kerja kelompok dengan teman-teman SMP-nya. Juga dia mengingat warung internet yang dia datangi, warung tersebut sekarang sudah memiliki dua cabang dan mengalami perluasan yang signifikan.
"Kak, nggak canggung, kan?" Nala yang duduk di belakangnya bertanya. Letak stir dan jalur kendaraan di Indonesia dan Mesir berbeda. Yang pertama di sebelah kanan dan yang kedua di sebelah kiri. Hal tersebut tentunya membuat perspektif Arka sedikit terganggu.
"Insya Allah nggak masalah."
"Kok pelan banget?"
"Lagi lihat-lihat."
"Hati-hati." Nala tidak mau terjadi sesuatu karena kakaknya lalai.
Diingatkan seperti itu membuat Arka tidak tertarik lagi untuk bernostalgia. Dia menaikkan kecepatan menuju pasar di kawasan Pasar Rebo. Arka ditugaskan oleh ibunya untuk menemani Nala belanja, untuk persiapan adiknya kembali ke kampus.
"Mau beli apa?" Arka balik bertanya. "Memang di Bandung nggak ada?"
"Sebenarnya ada."
"Kenapa beli di sini?"
"Beda dong rasanya." Nala menghela napas. Kakaknya tidak akan paham dengan perkara seperti ini. "Namanya juga oleh-oleh untuk temanku. Masa beli di Bandung."
"Sama saja, kan?"
"Ah, kakak mah nggak ngerti."
Sejujurnya Arka memang tidak mengerti. Dia juga heran mengapa Nala dan ibunya suka sekali biskuit cokelat yang dia bawa, padahal rasanya sama saja dengan yang dijual di supermarket.
"Kamu sudah memutuskan mau kerja atau tidak?" Arka membuka pembicaraan yang selama ini menjadi pikiran mereka berdua. Memang ibu mereka masih memiliki sumber pemasukan. Tapi mereka berdua sadar kalau keuangan keluarga mereka belum menyentuh angka aman. Daripada nantinya terjepit, lebih baik mempersiapkannya dari sekarang.
"Sepertinya."
"Kerja apa?"
"Temanku kemarin mengajak aku untuk jadi guru matematika keponakannya. Harganya bagus dan tidak terlalu padat."
"Bagus kalau begitu."
"Kakak sendiri bagaimana?" Nala berbalik tanya.
Arka hanya mengangkat kedua bahunya.
"Memang nggak ada kerjaan sama sekali?"
"Ada. Hanya saja belum ada yang cocok."
"Oh." Nala hanya bisa menjawab sesingkat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kairo Ketika Tertidur
EspiritualKetika Arka tengah bersimpuh lemah di sudut Masjid Imam Husein, seorang kakek tak dikenal menghampirinya dan menyampaikan nasihat penuh isyarat padanya. "Ketahuilah bahwa jalan keluar dari segala permasalahanmu ada di mana-mana. Obrolan dari seseora...