30. Menuju Sebuah Pilihan

203 66 7
                                    


[Kairo, 10 Agustus 2017]

"Bagaimana pengurusan ijazahmu? Apakah sudah bisa diurus?" Faiz bertanya pada Arka sedang berganti baju, setelah pulang dari kampus.

"Belum. Biasalah, disuruh datang minggu depan." Arka berkeluh kesah.

"Kalau kamu disuruh datang besok, itu berarti minggu depan baru diselesaikan. Jika demikian maka kalau kamu disuruh datang minggu depan..."

"Jadinya bulan depan." Arka memasang raut wajah sebal.

Administrasi di kampus sangat lambat sehingga pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu sehari, harus terlambat hingga waktu yang lama. Tidak hanya lama, seringkali berkas yang sudah ditunggu lama justru hilang atau keselip entah di mana.

"Disabari saja." Faiz menghibur. Dia sendiri masih bersantai karena bisa mengurus kapan saja. Pendaftaran S2 tidak memerlukan ijazah asli, cukup surat keterangan lulus saja.

"Aku ingin cepat-cepat selesai. Agar kalau pulang, sudah tidak ada lagi hutang atau tanggungan di sini. Aku tidak mau merepotkan siapapun."

"Tenang saja. Kalau memang tidak selesai, aku bisa bantu mengurusi ijazah kau."

"Benar, ya?" Arka meminta kepastian.

"Kau bisa memegang perkataanku."

"Aku bisa tenang kalau begitu."

"Kau mau ke mana?" Tanya Faiz penuh keheranan. Dia melihat Arka yang telah rapi mengenakan jas.

"Syuting."

"Oh. Kau tidak jadi datang ke acara tasyakuran atas selesainya hafalan Fana?"

"Aku usahakan mampir."

Sudah semenjak tiga hari kemarin Arka menerima undangan tersebut. Sayangnya, acara tersebut bertabrakan dengan jadwalnya untuk syuting. Awalnya terjadi perseteruan hebat di dalam hati Arka antara menghadiri syuting atau acara tasyakuran. Namun setelah berfikir dengan matang, dia merasa jika mangkir dari syuting yang telah terjadwal merupakan tindakan yang tidak tepat. Dengan berat hati Arka meninggalkan kesempatan untuk bertemu dengan Fana.

"Semoga segala urusan kau dilancarkan."

Arka mengamini dalam hati. "Terima kasih."

"Tidak perlu sungkan."

Setelah berpakaian dengan rapi dan mengecek barang bawaaan, Arka melakukan sebuah panggilan.

"Iya, pak. Saya sudah siap. Nanti ditunggu saja di depan asrama."

"Jemputan sudah mau datang?" tanya Faiz.

"Iya. Sebentar lagi sampai. Aku turun duluan ya."

"Hati-hati." Pesan Faiz.

Arka berjalan turun menuju gerbang. Di tangannya terdapat kertas yang berisi persiapannya untuk syuting. Dia sudah mengulang berkali-kali agar penampilannya selalu prima dan tidak mengecewakan.

Mobil sedan berwarna merah marun sudah menunggu di depan gerbang. Arka segera mendekat dan menyapa supir di dalamnya.

"Sudah siap?" tanya supir ketika Arka telah duduk di kursi samping pengemudi.

"Siap, Pak."

"Baik. Kita berangkat."

Jalanan nampak lenggang karena masih siang. Cuaca masih sangat panas, menyurutkan niat orang-orang untuk berada di luar rumah. Arka sendiri membawa persediaan air minum yang cukup agar tidak terkena dehidrasi.

Kairo Ketika TertidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang