19. Distraksi yang Mengguncang

209 65 8
                                    

Hai,

Kemarin di sini hujan. Berbeda dengan di Indonesia, hujan satu jam bisa melumpuhkan satu negara. Bahkan sekolah-sekolah diliburkan keesokan harinya.

Hujan juga pertanda masuknya musim dingin. Kalau di Indonesia bagaimana?

Apapun cuacanya, jangan lupa jaga kesehatan kalian.

Selamat membaca dan menikmati...

***

[Kairo, 16 September 2016]

Satu minggu setelah pulangnya Arka ke Indonesia karena berpulangnya sang bapak, Fana belum mengetahui kabar itu sama sekali. Di samping kesibukannya yang padat saat itu, dia juga tidak mendapat kabar apapun dari Arka. Ketika keadaan sudah lenggang dan Fana telah mengirimkan hasil terjemahannya untuk ditinjau, dia mendapati laki-laki yang tersebut tidak kunjung membalas pesannya.

Awalnya Fana merasa wajar dan memaklumi kesibukan Arka yang mungkin lebih padat. Namun beberapa hari berselang, dia merasa ada sesuatu yang salah. Dalam keadaan normal, seseorang pasti akan mengecek pesan meski terlambat satu atau dua hari.

Mau tidak mau, Fana bertanya pada Fitri yang dia anggap lebih dekat dengan Arka dan teman-temannya. Mendapati permintaan tersebut, Fitri bertanya di grup almamaternya. Nama Arka yang cukup masyhur membuat segalanya lebih mudah. Namun kabar yang dia dapat membuat keadaanya sulit, terutama perihal bagaimana menyampaikannya ke kakak kelasnya.

"Gimana, Fit?" Fana yang duduk di sampingnya, merasakan bahwa tubuh Fitri sedikit menegang. "Ada yang salah?"

"Mmm..." Lisan Fitri masih memiliki keraguan.

"Fit?"

"Anu, Mbak Fana." Fitri berkata lamat-lamat. Dia benar-benar tidak senang harus menyampaikan kabar tersebut.

"Iya, ada apa?"

"Mbak tenang ya."

Fana mengangkat salah satu alisnya. "Aku tenang. Kenapa kamu meminta aku untuk tenang?"

"Anu..."

"Ada apaan, sih?" Fana dibuat penasaran oleh tingkah Fitri.

"Bapaknya Ustadz Arka sudah nggak ada. Ustadz Arka sendiri sudah pulang ke Indonesia dari dua minggu yang lalu." Fitri menerangkan hal tersebut dengan pelan, agar Fana tidak begitu kaget mendengarnya.

Penyampaian Fitri yang pelan tidak banyak membantu. Wajah Fana memucat, seperti melihat sesosok hantu di depannya.

"Innalillahi." Demikian kalimat pertama yang Fana ucapkan setelah terdiam lama. "Kenapa aku bisa nggak tahu?"

"Aku juga baru tahu, mbak." Fitri juga merasakan rasa bersalah yang sama. Arka sudah menjadi teman yang baik untuknya juga.

"Ada kabar terbaru tentang dia?"

"Belum ada, mbak. Sepertinya Ustadz Arka sedang tidak aktif."

"Barangkali ada banyak hal yang mesti dia urus." Fana mencoba untuk berfikir positif. Dia sejatinya berada dalam posisi bimbang. Di satu sisi dia merasa hubungannya dengan Arka tidak terlalu dekat, namun di sisi lainnya, Fana mendapati perasaan aneh dalam dirinya setiap kali berkomunikasi dengan laki-laki yang satu itu. Terlebih, Arka memberikan banyak bantuan untuknya.

"Iya, mbak. Apalagi dengar-dengar Ustadz Arka anak sulung di keluarganya." Fitri mengingat sepotong informasi tersebut.

"Iya." Fana membalas dengan singkat. Pikirannya sedang penuh dengan berbagai pertimbangan terkait tindakan yang harus dia lakukan. Dia mengambil ponsel miliknya, mengetikkan sesuatu di ruang obrolannya dengan Arka.

Kairo Ketika TertidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang