[Kairo, 20 Mei 2017]
Ustadzah Tasnim sedang menyimak hafalan seorang muridnya saat Fana tiba. Dengan isyarat mata, beliau meminta Fana untuk duduk, menunggu waktu setoran selesai. Fana dengan singkat mengangguk, berjalan ke kursi di dekat pintu dan mendudukinya.
Fana memperhatikan gerak-gerik Ustadzah Tasnim ketika menyimak. Sesekali beliau berdecak apabila ada panjang-pendek bacaan terdengar kurang tepat, segera memotong ketika terusan ayat tidak sesuai atau terbolak-balik dan memberikan beberapa pengetahuan terkait ayat yang sedang dibaca. Menyaksikan semua itu membuat Fana merasakan besarnya perhatian Ustadzah Tasnim kepada murid-muridnya.
"Hafalan kamu masih kurang, terutama pada akhir ayat, seringkali salah atau tertukar dengan ayat lain. Pertemuan berikutnya kamu ulangi lagi ayat ini. Mengerti?"
"Mengerti, Ustadzah."
Begitulah murid terakhir menyelesaikan hafalan. Kini hanya tinggal Fana dan Ustadzah Tasnim yang sedang berada di ruangan tersebut. Fana sendiri tidak mendekat, menunggu instruksi dari beliau.
Ustadzah Tasnim merebahkan diri di kepala kursi sebentar kemudian duduk dengan tegak kembali. Beliau membuka buku tulis, mencatat beberapa hal yang sepertinya merupakan evaluasi dari setoran hari itu. Pena bergerak di atas kertas dalam waktu yang cukup lama.
Setelah pena diletakkan di atas meja, beliau melihat kepada Fana. "Fana, sini mendekat!"
Mendengar perintah tersebut Fana segera mendekat dan berdiri di dekat beliau.
"Silakan duduk." Beliau menunjuk ke arah kursi di dekat beliau.
"Baik, Ustadzah."
"Bagaimana ujianmu?" tanya Ustadzah Tasnim setelah Fana duduk dengan nyaman.
"Alhamdulillah hari ini sudah selesai dengan baik. Mohon doanya supaya hasilnya juga baik."
"Semoga nilaimu baik dan ilmu yang kamu pelajari berkah." Ustadzah Tasnim mendoakan dengan tulus.
Fana mengamini doa tersebut, berharap doa tadi menjadi perantara dari kesuksesannya.
Ustadzah Tasnim berdeham. "Saya memanggil kamu ke sini untuk membahas sesuatu denganmu. Apakah kamu ada kegiatan sore ini?"
Fana menggelengkan kepala. "Insya Allah saya kosong hari ini."
"Bagus kalau seperti itu."
Tiba-tiba ada panggilan masuk di ponsel Ustadzah Tasnim. Ponsel beliau bukanlah ponsel android. Hanya ponsel Nokia lama yang sudah usang.
"Sebentar ya. Saya mau menerima panggilan ini terlebih dahulu."
Ustadzah Tasnim menerima panggilan di depan Fana. Tidak lama, Ustadzah Tasnim sudah tenggelam dalam obrolan dengan lawan bicaranya. Awalnya Fana masih bisa memahami sedikit obrolan mereka. Namun lama-lama Fana semakin bingung karena dialek yang dipakai sepertinya tidak dia kenali.
Setengah jam berlalu ketika Ustadzah Tasnim menutup panggilan. "Sudah sampai mana pembicaraan kita tadi?"
"Belum ke mana-mana, Ustadzah."
"Baiklah. Begini Fana. Saya ingin mengadakan karantina menghafal al-Qur'an di Kawasan Muqattam seperti tahun-tahun sebelumnya. Alhamdulillah beberapa teman saya bersedia untuk membimbing."
Mendengar arah pembicaraan, hati Fana berdegup kencang. Tahun lalu dia gagal mengikuti karantina yang sama karena kehilangan fokus.
"Yang ingin saya tanyakan adalah apakah kamu bersedia untuk ikut atau tidak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kairo Ketika Tertidur
SpiritualKetika Arka tengah bersimpuh lemah di sudut Masjid Imam Husein, seorang kakek tak dikenal menghampirinya dan menyampaikan nasihat penuh isyarat padanya. "Ketahuilah bahwa jalan keluar dari segala permasalahanmu ada di mana-mana. Obrolan dari seseora...