26. Pembicaraan di Tengah Malam

215 61 3
                                    

Gumu'ah Mubarak...

Semoga kita selalu berada dalam naungan kebaikan serta keberkahan.

Sebentar lagi cerita ini akan tamat. Saya belum bisa memastikan di chapter berapa namun tidak akan lebih dari 32 chapter.

Tapi itu masih sesuatu di masa depan. Untuk sekarang, silahkan dinikmati chapter ke 26-nya.

***

[Kairo, 4 Maret 2017]

Seorang yang arif pernah mengatakan kalau kita hendak mengetahui rahasia seseorang, maka tanyakanlah pada teman terdekatnya. Segala rahasia yang dia simpan mati-matian, akan mengalir begitu saja ketika keduanya bertemu.

Arka dan Faiz tengah duduk di sudut kamar, mereka berdua berkemul dengan selimut mereka masing-masing, mencegah tubuh mereka kedinginan. Teh khas Mesir juga sudah tersedia di depan mereka, masih mengeluarkan uap panas tanda baru dibuat.

Awalnya mereka membicarakan hal-hal remeh seperti urusan kamar. Membicarakan mesin cuci yang sedikit mengalami kerusakan karena terlalu sering dipakai. Kemudian pindah ke masalah kabel kompor yang sering putus. Hingga membicarakan hal-hal yang lebih dalam seperti kegiatan yang tengah mereka tekuni saat ini.

Semakin larut pembicaraan mereka tidak lagi seputar kehidupan mereka sekarang. Namun obrolan mereka mulai menyentuh tentang apa yang akan mereka lakukan di masa depan.

"Jadi bagaimana rencanamu setelah S1?" Arka yang pertama kali membuka pembicaraan yang penting tersebut.

"Setelah mendapat wejangan dari Syeikh Solihin, aku langsung menghubungi kedua orangtuaku. Mereka tidak keberatan sama sekali. Aku bebas mengambil waktu yang aku perlukan untuk menuntut ilmu." Terang Faiz dengan jujur.

"Jadi?"

"Insya Allah aku akan mengambil S2 di sini."

"Kamu hendak mengambil jurusan apa?" Fakultas Syariah baru memilih jurusan setelah lulus S1. Ada beberapa pilihan. Di antaranya adalah Ushul Fikih, perbandingan mazhab dan fikih dari salah satu mazhab.

"Sepertinya aku tertarik untuk mengambil Ushul Fikih."

"Hebat sekali. Aku dengar jurusan tersebut cukup sulit."

"Tidak akan mudah di jurusan manapun."

"Kamu benar."

"Namun aku masih perlu banyak mempertimbangkan dan salat istikharah. Aku harap kau tidak memberitahu siapapun dulu sebelum aku yakin." Pinta Faiz.

"Insya Allah. Aku juga menyadari kalau pilihan-pilihan hidup seperti itu amat penting. Sehingga tidak selayaknya aku yang menjelaskan atau memberitahu orang lain terkait hal tersebut."

"Itulah mengapa aku merasa aman bercerita pada kau."

"Lagipula temanku tidak banyak. Aku orang yang cenderung berdiam diri di kamar ketimbang jalan-jalan entah ke mana."

"Itu alasan lainnya. Aku juga menyadari itu." Faiz berkata dengan nada bercanda. Mereka berdua sudah mengetahui karakter masing-masing, memudahkan mereka untuk saling memahami dan mengompromikan segala perkara.

"Kamu bisa saja."

"Lalu kau sendiri bagaimana?"

"Sepertinya aku akan pulang setelah lulus."

"Untuk berbakti kepada orang tua?"

"Itu dan juga ada beberapa lembaga pendidikan di sekitar rumah yang memintaku untuk menjadi pengurus di sana."

"Bagus sekali. Aku senang mendengarnya. Kamu bisa berbakti sekaligus mengabdi."

"Meskipun bukan lembaga yang besar, namun tempat tersebut sangat kondusif untuk menuntut ilmu. Aku berencana untuk mengajar di sana."

Kairo Ketika TertidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang