Selamat membaca semuanya.
***
[Kairo, 7 Februari 2016]
Wajah Fana yang sembab membuat adik kelas, yang membukakan pintu rumah, menginterogasinya. Fana menceritakan kejadian yang baru saja dia alami. Badan Fana masih sedikit gemetar saat mereka ulang kejadian, pertanda bahwa kejadian itu bukanlah hal yang mudah baginya.
"Innalillahi Mbak, yang sabar ya." hibur Fitri sembari memeluk Fana. "Tadi nggak ada yang nolongin?"
"Awalnya nggak ada Fit. Mungkin mereka nggak sadar atau memang takut." Fana berhenti sebentar karena terisak, "Kalau pun ada yang sadar, mereka juga kayaknya takut. Untung ada cowok yang berhentiin ammu-nya. Terus dia nganterin aku sampai depan imarah barusan."
"Alhamdulillah ya, Mbak. Masih ada orang baik."
"Iya. Alhamdulillah banget. Tadi aku udah syok sama takut banget Fit."
"Ngomong-ngomong, Mbak Fana tahu siapa yang nolong?"
"Nggak." jawab Fana jujur. "Yang pasti orang Indo sih."
"Terpujilah wahai beliau ya mbak."
"Iya." Fana menunduk, "Aku benar-benar bersyukur. Sayang aku nggak sempat nanya dia siapa."
"Semoga nanti ketemu lagi ya Mbak." doa Fitri. "Kali saja jodoh."
Fana tertawa untuk pertama kalinya semenjak sampai di rumah, tangannya memukul pelan pundak Fitri.
"Ya sudah Mbak, Mbak Fana istirahat dulu saja. Baru setelah itu ganti baju dan mandi." saran Fitri.
Fana menganggukkan kepala. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Sudah menjadi kebiasaan Fana untuk tidur cepat dan bangun di sepertiga malam. Semua penghuni rumah yang berjumlah 7 orang sudah hafal dengan jadwal Fana yang teratur.
"Mbak kalau mau makan, sudah aku hangatkan."
"Siapa yang piket masak hari ini?" tanya Fana. Mahasiswa atau mahasiswi yang tinggal di luar asrama, biasanya memiliki jadwal masak bergantian untuk mempermudah keseharian mereka. Dengan adanya jadwal tersebut mereka tidak perlu memasak setiap hari. Cukup satu kali dalam kurun seminggu.
"Aku." papar Fitri.
"Berarti besok aku ya." Ujar Fana.
"Iya, Mbak. Masak yang enak ya."
"Mau apa?" Fana menawarkan.
"Megonooooo." teriak Fitri.
"Di sini ada beberapa bahan yang nggak ada. Nggak bisa buat megono."
Fitri tertawa, dia juga sudah tahu kalau beberapa bahan untuk membuat megono tidak ada, dia hanya iseng saja. "Terserah mbak aja. Yang penting enak."
"Oke. Lihat besok saja ya."
"Sip, Mbak. Aku balik ke kamar dulu." Fitri meninggalkan Fana, berjalan menuju kamar.
Fana memilih untuk duduk sejenak di atas sofa. Anak-anak rumahnya sepertinya sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang membaca buku, mendengarkan rekaman, mengulang hafalan dan ada yang memainkan game di ponsel.
Rumah mereka merupakan rumah berukuran sedang di daerah Darrasah. Terletak di lantai 5 dan memiliki 2 kamar, 1 dapur, 1 kamar mandi dan 1 ruang tamu. Fana sudah tinggal di sana selama dua tahun lebih karena rumah tersebut nyaman dan harga sewanya yang terjangkau, hanya 1500 Le setiap bulannya. Dia sendiri sekarang sudah berada di tingkat tiga fakultas Bahasa Arab di Universitas al-Azhar. Sebuah pencapaian yang luar biasa karena fakultas tersebut dianggap fakultas paling sulit dari seluruh jurusan keislaman yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kairo Ketika Tertidur
SpiritualKetika Arka tengah bersimpuh lemah di sudut Masjid Imam Husein, seorang kakek tak dikenal menghampirinya dan menyampaikan nasihat penuh isyarat padanya. "Ketahuilah bahwa jalan keluar dari segala permasalahanmu ada di mana-mana. Obrolan dari seseora...