31. Sesuatu yang Meyakinkan

372 62 15
                                    

[Kairo, 18 Agustus 2017]

Pagi buta di hari jum'at, seorang laki-laki duduk di atas kasur miliknya yang diletakkan di pojok kamar, merenungi sesuatu dan menuliskan sesuatu di atas buku tulis sesekali. Bunyi air mengalir terdengar dari luar kamar. Lelaki itu tiba-tiba memutuskan untuk mengambil air wudhu untuk menyegarkan dirinya.

Beberapa orang tengah berada di luar kamar mereka. Ada yang baru saja keluar dari kamar mandi, ada yang sedang duduk di tangga imarah, membaca ayat-ayat al-Qur'an, dan ada juga yang tengah menelepon di dapur. Mereka semua sibuk dengan urusan masing-masing, meskipun tetap menyapa orang yang melewati mereka.

Hari jum'at adalah hari yang istimewa. Bukan karena hari libur semata. Namun memang hari jum'at menempati tempat tersendiri bagi beberapa orang. Hari di mana mereka semakin memperbanyak ibadah dan zikir mereka.

Lelaki tadi kembali ke kamarnya yang tengah kosong. Teman kamarnya sudah keluar dari sebelum subuh, hendak mengikuti pengajian yang diadakan di dekat Masjid Imam Husein.

"Insya Allah aku akan pulang sebelum shalat jum'at dimulai. Kau hendak titip apa, Ka?" begitulah temannya berpamitan.

"Tidak perlu, Iz. Kamu hati-hati saja di jalan."

Lelaki yang tengah sibuk berkutat dengan pikirannya adalah Arka. Dia tengah berpikir keras tentang sebuah keputusan sakral yang nantinya akan sangat memengaruhi hidupnya. Arka merasa harus menimbang semuanya masak-masak sebelum mengambil satu dari banyaknya pilihan yang ada.

Tidak terasa waktu berjalan, matahari telah tampak seluruhnya, mengusir gelap yang membuat manusia bisa beristirahat dengan tenang. Suasana jalanan di depan asrama masih lenggang, orang-orang malas untuk berpergian di hari libur mereka yang berharga.

Kepala Arka terasa berdenyut karena terlalu lama memikirkan banyak hal. Dia memilih untuk mengambil sarapan di dapur sekalian berjalan di sekeliling asrama sebentar. Udara pagi yang menyegarkan membuat tubuh Arka menjadi lebih rileks. Hanya ada sedikit keramaian di dekat warung, namun selebihnya sepi karena memang tidak banyak hal yang bisa dilakukan di Mesir pada pagi hari.

"Syeikh Arka!" Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya di dekat gerbang. Arka langsung mengarahkan kepalanya ke sumber suara.

"Syeikh Solihin!" Arka segera menghampiri, mencium tangan beliau. "Ada apa pagi-pagi begini sudah di luar kamar?"

"Saya diminta beberapa guru untuk melakukan beberapa hal." Solihin memang selalu ringan tangan dalam berkhidmah kepada guru-guru beliau. Tidak hanya tenaga, namun juga uang dan barang-barang yang beliau miliki.

"Ada yang bisa kubantu?" Arka menawarkan bantuan.

"Ada jika kamu mau. Saya sedang menyiapkan acara maulid nabi di daerah Muqottom."

"Bukankah sekarang sudah bulan Rabiul Akhir?" Tanya Arka. "Sedangkan maulid jatuh pada bulan Rabiul Awal?"

"Memangnya kenapa kalau diadakan pada bulan Rabiul Akhir?"

Ditanya seperti itu membuat Arka menggaruk kepalanya.

"Acara Maulid Nabi ini bukanlah sesuatu yang tetap seperti hari raya. Ini hanyalah adat istiadat yang tidak ditentukan waktunya. Hal tersebut juga mematahkan anggapan orang-orang bahwa Maulid Nabi merupakan hari raya baru yang dibuat-buat."

"Jadi seperti itu."

"Bagaimana? Apakah kamu jadi mau membantu atau tidak?"

"Insya Allah."

"Kalau begitu, datanglah selepas ashar nanti. Insya Allah akan ada kendaraan yang disediakan."

"Baik, Syeikh Solihin."

Kairo Ketika TertidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang