Gumu'ah Mubarak
Semoga keberkahan menaungi kita seiring datangnya hari yang baik ini.
Selamat membaca.
***
[Kairo, 17 Maret 2016]
"Sudah siap?" tanya Fitri kepada seseorang yang sedang merias diri di depan cermin. Dia sendiri sedang asyik membuka media sosial di ponsel.
"Sudah nih, Insya Allah." Fana menunjukkan dirinya di hadapan Fitri. Dia mengenakan baju putih bergaris dengan rok plikset hitam. "Rapi, nggak?"
"Sebentar." Fitri bangkit dan merapikan jilbab putih Fana yang sedikit berantakan dan membenarkan beberapa lipatan baju.
"Oke. Sudah siap untuk beraksi." Ujar Fitri dengan riang, setelah semuanya tampak sempurna.
"Terima kasih."
"Semangat, Mbak. Jangan sampai gugup." Pesan Fitri dengan serius.
"Insya Allah. Doakan semoga yang terbaik ya."
"Selalu, Mbak. Semoga dilancarkan."
Fana mengambil tas yang dia taruh di atas kursi, menyampirkannya di bahu. Dia menyambar kertas miliknya di atas meja dan meninggalkan rumah dengan segera.
Setelah menuruni tangga imarah dengan hati-hati, Fana berjalan santai menuju terminal. Sepanjang jalan, matanya sesekali melirik kertas yang dia bawa seraya menggumamkan satu dua kata yang sudah dia latih seminggu belakangan. Kertas itu berisikan teks pembawa acara untuk pembukaan suatu acara. Fana sudah bekerja keras untuk menghafal seluruh isinya.
Suasana Darrasah masih sepi. Selain warung, kedai kopi dan penjual makanan, toko-toko lainnya masih tutup. Hanya beberapa orang yang sesekali melintas. Perjalanan yang tenang membuat perjalanan Fana menjadi lebih singkat.
Di terminal, hanya ada satu bis besar yang sedang menanti penumpang. Supir dan kernet masih asyik duduk di bangku terminal, menyeruput kopi yang mereka beli. Baru ada tiga orang yang ada di bis tersebut. Fana segera naik dan menempati kursi di baris ketiga. Dia masih membaca ulang kertas yang dia bawa.
Sepuluh menit semenjak Fana duduk, supir akhirnya naik dan menjalankan bis tersebut. Karena takut mual, Fana menaruh kertas di dalam tasnya dan memilih menikmati suasana perjalanan. Dia melirik sebentar jam di tangannya yang menunjukkan pukul sembilan. Acara dimulai pukul sepuluh, membuat Fana merasa yakin bahwa dia tidak akan terlambat.
Bis bergerak dengan kecepatan lambat, sepertinya supir ingin menarik lebih banyak penumpang untuk mengisi kekosongan. Beberapa orang mulai naik seiring bis berjalan. Dari yang hanya tiga orang, kini sudah bertambah menjadi sepuluh. Kernet masih duduk di samping supir, belum berminat untuk menarik ongkos perjalanan.
Ketika bis hendak melewati Asrama Bu'uts, beberapa orang sudah menunggu di depan gerbang. Ada sekitar lima belas orang yang sedang menanti bis. Ketika bis berhenti, semua orang berebut untuk naik. Mereka tidak ingin berdiri sebab perjalanan akan cukup memakan waktu.
Mata Fana menangkap sosok yang dia kenal ketika melihat rombongan yang naik.
"Arka?" ujar Fana dengan penuh keraguan.
Arka yang sedang mencari kursi yang nyaman untuknya, segera menoleh ke asal suara.
"Loh, Fana." Ada sedikit keterkejutan dan rasa senang dari jawaban yang Arka berikan. "Mau ke mana?"
"Ke Asyir nih." Jawab Fana singkat.
"Oalah. Sama dong." Arka melihat kursi yang kosong di bagian belakang. "Aku duduk di belakang ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kairo Ketika Tertidur
SpiritualKetika Arka tengah bersimpuh lemah di sudut Masjid Imam Husein, seorang kakek tak dikenal menghampirinya dan menyampaikan nasihat penuh isyarat padanya. "Ketahuilah bahwa jalan keluar dari segala permasalahanmu ada di mana-mana. Obrolan dari seseora...