16. Pulang untuk Pertama Kalinya

274 82 16
                                    

Gumu'ah Mubarak.

Semoga keberkahan selalu menaungi kita semua.

Selamat membaca dan menikmati ceritanya.

***

[Jakarta, 28 Agustus 2016]

Pukul sebelas malam, pesawat yang Arka tumpangi melandas di Bandara Soekarno Hatta. Untuk pertama kalinya, setelah melewati perjalanan selama delapan belas jam, Arka menapakkan kakinya kembali di tanah air. Rasa rindu dan haru memenuhi dirinya.

Suasana bandara tidak begitu ramai. Hanya ada segelintir orang yang lewat. Beberapa loket imigrasi nampak kosong. Hanya ada ibu-ibu TKW yang satu pesawat dengan Arka, yang ramai berfoto bersama.

Arka segera berjalan menuju loket imigrasi yang kosong tadi. Di sana ada petugas bandara yang sedang mengobrol betapa melelahkannya pekerjaan mereka. Kedatangan Arka membuat percakapan mereka terputus.

Petugas meminta paspor dan tiket penerbangan Arka. Dia segera menyerahkan semua yang diminta.

"Kamu orang Indonesia?"

Arka mengernyit heran dengan pertanyaan tersebut. "Tentu saja."

"Ke luar negeri ngapain?"

"Kuliah, pak." Arka sebenarnya ragu hendak memanggil mas, om atau pak karena sepertinya mereka berdua seumuran.

"Ada kartu pelajarnya?" tanya petugas kembali.

"Ada. Sebentar." Arka mengambil dompetnya di dalam kantung celana, membukanya dan mencari kartu pelajarnya.

"Kok jelek sekali kartu pelajarnya?" Petugas mendapati kartu pelajar Arka kurang jelas terbaca dan berbayang, dampak dari buruknya proses pembuatan.

"Memang dari sana begitu, pak."

Petugas itu menunjukkan kartu pelajar Arka ke teman di sampingnya, sedikit merendahkan kartu pelajar yang dia miliki. Arka hanya menyunggingkan senyum masamnya.

Pepatah mengatakan kalau harta karun paling berharga tersimpan di tempat yang paling berdebu. Meskipun administrasi di Mesir mendapatkan rapot merah di mata Arka, dalam dan luasnya keilmuan di sana tidak ada tandingnya.

Tidak lama, petugas itu membuka paspor Arka, mengecap sesuatu di satu halaman di dalamnya. Setelah selesai, semuanya diserahkan kembali ke Arka.

"Terima kasih." Ucap Arka seraya berlalu.

Proses berikutnya adalah menunggu koper yang Arka taruh di bagasi. Arka menunggu dengan sabar sembari menggulirkan tasbih yang tidak pernah lepas dari tangannya. Sepuluh menit menunggu, koper Arka muncul.

Arka mengambil koper, menaruhnya di troli dan mendorongnya ke luar. Nala mengatakan kalau tetangganya, Pak Dewangga, yang berprofesi sebagai sopir taksi online menjemputnya. Karena Arka tidak memiliki nomor Indonesia dan tidak ada wifi di bandara, dia hanya bisa mengandalkan intuisinya.

Ada kerumunan di kejauhan. Arka mendekati kerumunan tersebut. Beruntung, Arka melihat sesosok yang familier baginya.

"Pakde." Panggil Arka. Nama Pak Dewangga sering disingkat Pakde oleh para tetangga. Arka jadi terbiasa untuk memanggil beliau dengan nama tersebut.

"Nak Arka." Beliau menolehkan kepala, untuk mendapati sosok yang juga dia kenal.

Arka menyalami Pak Dewangga. "Sendirian saja, pak?"

"Iya." Jawab Pak Dewangga. "Tadinya ibu kamu mau ikut, hanya saja beliau nampak lelah jadi Nala menyuruh ibumu istirahat."

Arka mengangguk pelan. Dia merasa sedih karena terlambat pulang.

Kairo Ketika TertidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang