Bab 42. Aku, kamu, dan buku

66 26 0
                                    

Happy Reading


Aku baru tahu, kalau seorang Bagas Aldianto yang selama ini aku kenal sebagai playboy cap gayung, ternyata suka baca novel juga.

Jujur, aku kaget. Karena kalau dilihat dari tampilan dan tingkahnya selama ini, aku sempat menilai kalau Bagas bukanlah tipe cowok yang bakalan rela menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk membaca kisah romance atau cerita fiksi lainnya. Namun ternyata, penilaian ku tentang Bagas selama ini salah.

Begitu aku dan Bagas memasuki toko buku yang pernah beberapa kali kami berdua kunjungi, dan di saat seleraku untuk membeli novel meredup gara-gara sikap Kelvin, Bagas tiba-tiba mencelutuk tentang sebuah kisah novel yang pernah aku baca, yang seketika membuat tersentak kaget mendengarnya.

"Loh, lo tahu cerita itu juga?" Aku menatapnya heran, dan cowok itu malah tersenyum lebar.

"Ya, gue baru menyelesaikan series keduanya tadi malam." Lalu, cowok itu mengacungkan sebuah buku novel yang aku kenal. "Dan sekarang, gue baru mau beli series ketiganya."

Dan ucapan Bagas itu, berhasil membuatku melotot tak percaya. " Serius, Gas?" Aku yang sempat lesu, tiba-tiba kembali bersemangat saat tahu ada seseorang yang punya selera baca yang sama sepertiku. Terlebih orang itu adalah Bagas, temanku sendiri.

"Gue dua rius, Tik," katanya yang lagi-lagi semakin berhasil memperbaiki mood ku, dan mengembalikan seluruh semangatku terhadap buku-buku.

Bagas, membaca buku salah-satu novel favorit ku, itu adalah fakta yang berhasil membuat ku terkejut sekaligus senang, sehingga tanpa sadar, aku meloncat kegirangan. "Ih Bagas, lo beneran baca buku itu?" Sekali lagi aku memastikan, yang membuat cowok itu memutar mata malas, dan selanjutnya, untuk membuktikan keseriusannya, Bagas mulai menyebutkan satu-persatu tokoh-tokoh yang ada di dalam novel tersebut, dan juga mulai menceritakan bagaimana alurnya.

Dan seolah belum cukup, Bagas juga memberikan reviewnya mengenai buku pertama dan ke-dua yang sudah ia baca. Lalu, cowok itu juga bertanya kepadaku, tentang bagaimana penilaianku tentang alur cerita dan penokohan novel pertama dan ke-dua, dengan berpesan jangan menceritakan novel ke-tiga karena ia belum membacanya, katanya.

Dan, mendengar pertanyaan seperti itu dari Bagas, aku pun dengan semangat menceritakan tanggapan ku tentang series novel tersebut, yang selanjutnya kami berdua saling beradu argumen, dan juga berdiskusi mengenai beberapa hal yang terdapat dalam novel tersebut. Dan hal seperti itu, rasanya sangat menyenangkan. Bisa bercerita dan diskusi tentang novel yang sudah dibaca, adalah sesuatu yang sangat aku inginkan dari lama.

"Ih, ko lo gak pernah cerita sih Gas, kalau lo ternyata suka baca novel juga." Aku menggerutu di akhir diskusi, sedangkan cowok itu hanya terkekeh pelan, buatku berdecak sebal.

"Kalau tahu ternyata lo suka novel juga 'kan gue jadi seneng, bisa cerita banyak buku sama lo."

"Ya maaf." Hanya dua kata itu yang Bagas ucapkan, buatku lagi-lagi berdecak sebal.

"Tapi, beneran bakalan bikin lo seneng ya?"

"Apanya?"

"Kalau gue suka baca novel, beneran bakalan bikin lo seneng?" Cowok itu menatap ku lekat.

"Emangnya lo gak lihat sesenang apa gue sekarang? Lo gak ngerasain seantusias apa gue barusan waktu diskusi isi buku?"

Cowok itu tersenyum lebar, dan mengangguk pelan.

"Lo tahu gak sih, gue tuh selalu pengen punya teman yang sama-sama penyuka buka. Biar ketika selesai gue baca buku, semua isi buku itu nggak gue simpan sendirian. Gue pengen punya teman cerita, dan diskusi mengenai buku yang selesai gue baca. Kalau cerita sama orang yang nggak suka buku, gue suka mendapat respon gak menyenangkan. Dikatain kutu buku dan membosankan, katanya." Aku mengerucut sebal.

"Yaudah, sorry ya kalau gue telat." Ucapan Bagas buatku kembali menatap ke arahnya. 

"Telat ngasih tahu sama gue kalau lo suka baca buku?"

Cowok itu menggeleng pelan. "Gue telat suka bukunya."

"Hah?" Aku menatapnya tak paham.

"Ternyata susah banget untuk gue membangun habits membaca, dan jadi suka baca buku. Tapi, karena gue gak pernah menyerah, dari yang awalnya setiap hari selalu menyempatkan baca buku minimal di sepuluh menit, sekarang gue jadi bisa baca satu buku untuk satu hari." Cowok itu berkata penuh kebanggaan. "Mulai sekarang, kalau lo mau cerita tentang buku, sama gue aja. Gue baca semua buku yang lo baca. Buku yang lo bawa kemarin itu udah selesai lo baca? Mau dibahas gak? Tapi tunggu tiga hari lagi ya, soalnya gue baru mulai tadi pagi." Dan ucapan Bagas barusan, berhasil membuatku terdiam.

Semua buku yang aku baca?

"Jadi, untuk hari ini lo mau beli buku apa?" Pertanyaan Bagas membuyarkan ku.

"Eh, gatau. Maksud gue, belum tahu. Mungkin gue mau lihat-lihat dulu."

Cowok itu hanya mengangguk, lalu berjalan menyusuri rak-rak buku. Sedangkan aku, masih terdiam dan memandanginya dari arah belakang.

"Gas." Aku menyusul, dan berdiri di sampingnya. "Lo tahu buku apa yang gue baca kemarin?"

"Hujan, karya tereliye?"

Aku kembali tertegun.

Ternyata gak cuma satu buku.

"Lo beneran baca semua buku yang gue baca?

"Eh?" Cowok itu mengerjap, dan tiba-tiba terlihat jadi salah tingkah. "Ng-nggak semuanya, Ko. Cuma beberapa, dan itupun karena gue bingung harus mulai baca buku apa, jadi gue jadikan bacaan lo sebagai bahan referensi gue untuk memulai baca buku." Cowok itu tersenyum kikuk, lalu dengan cepat kembali melihat-lihat buku di hadapannya.

Dan aku hanya mengangguk pelan, lalu ikut melihat-lihat buku di depan.

"Eh, Gas lihat deh, buku ini cantik banget ya cover-nya?"

Bagas melirik buku yang aku pegang, lalu menatapku dengan senyuman lebar. "Iya, cantik. Tapi, tahu nggak, ada yang lebih cantik dari cover buku itu?"

"Oh, ya? Mana gue lihat dong."

"Sini ikut gue." Cowok itu mengajakku berjalan ke arah depan, lalu berbelok ke sebelah kiri, dan berdiri di depan cermin yang ada di pojok ruangan.

"Maju sedikit, Tik, dan coba lihat ke depan."

"Hah?" Aku menatapnya tak paham.

"Lihatnya ke depan, Tik."

Aku mengikuti arahan cowok itu, dan melihat wajahku di pantulan cermin.

"Ini," katanya menunjuk pantulan wajahku di cermin. "Yang lagi pegang buku ini jauh lebih cantik." Cowok itu tersenyum lebar, buatku yang baru tersadar seketika mendengus sebal.

"Hih, lo gombal ya?"

"Loh, ini bukan gombal, Tik. Tapi, beneran. Lo lebih cantik dibandingkan cover-cover buku yang paling cantik," ucapnya, buatku memutar mata malas.

"Trik buaya darat."

Dan Bagas malah tertawa kencang. "Duh, emang ya. Pendekatan sama cewek satu ini nggak bisa pake cara biasa."

"Dahlah, gue mau beli buku ini aja. Kalau lo gimana? Beli buku apa aja?"

Bagas menunjukkan dua buku, lalu kami berdua berjalan ke arah kasir.

~Bersambung.

Atika Story's (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang