Bab. 43 Dia yang tak sadar, dan aku yang baperan

55 11 7
                                    

Happy Reading

“Tika, hei.” Ucapan yang sedikit keras tersebut berhasil membuatku tersentak, lalu menoleh ke arah depan, terlihat Dara tengah berdiri dengan tampang kesal.

“Lo kenapa, sih? Heran gue, perasaan dari pagi lo ngelamun mulu.”

“Hah?” Aku mengerjap, dan Dara memutar bola mata malas.

“Tika, pleasse ya. Hari ini mood gue tuh udah kacau banget. Jadi lo jangan tambah-tambahin.”

Aku meringis mendengarnya, sebelum menyengir lebar. “Sorry, emang tadi lo ngomong apa?”

Dan Dara menghela napas panjang. “Gue tadi bilang, untuk tugas kelompok seni budaya minggu depan, lo keberatan gak kalau kerjainnya di rumah lo.”

“Loh, bukannya__”

“Gini,” potong Dara cepat. “Lo tahu ‘kan bagaimana sikap si Tuti ngenalin gue ke nyokap-nya waktu pembagian rapor?”

Aku mengangguk.

“Dan sumpah waktu itu gue malu banget. Rasanya pengen tenggelam ke dasar bumi kalau bisa. Terus, kalau sekarang kita kerja kelompok di rumah si Tuti, mau ditaruh di mana muka gue? Mending kalau tu anak tidak bikin ulah lagi, tapi gimana kalau dia semakin menjadi. Bisa-bisa gue gak bisa menahan diri untuk menjahit mulut si Tuti,” ujarnya menggebu-gebu, buatku terkekeh geli melihatnya.

“Jadi, lo ngerti ‘kan keadaan gue? Gimana, bisa gak kerja kelompoknya di rumah lo aja? Di rumah gue juga pastinya gak bakalan mungkin, apalagi minggu depan ke-tiga abang gue dari luar kota pada pulang.”

“Ya boleh-boleh aja,” kataku, buat Dara menghela napas lega.

“Oke, akhirnya masalahnya selesai. Thanks ya, Tik. Lo emang yang terbaik,” ucapnya. “Udah istirahat, nih. Lo jangan ngelamun mulu, gak salat dzuhur apa?” tanyanya seraya berlalu.

Ku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Ternyata benar, bel istirahat ke dua sepertinya sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Namun mungkin karena dari tadi aku melamun, jadi tidak sadar.

Dan kalau saja Dara tidak menyentakku, aku tidak tahu mau sampai kapan aku terus melamun seperti barusan.

Ntahlah.

Aku hanya bisa menghela napas panjang.

Ada banyak hal yang mengganggu pikiranku belakangan ini. Salah satunya adalah Elsa dan Kelvin. Aku juga tidak tahu kenapa, tapi mereka berdua  selalu berada dalam urut nomor satu dalam pikiranku beberapa hari ini. Kapan pun dan di mana pun pikiranku selalu saja dihantui oleh dua orang itu. Bahkan, sedari malam, yang seharusnya aku tenang dengan banyaknya novel baru yang aku baca, ini malah berantakan, selera bacaku hilang, pikiran kacau gak karuan, dan efeknya kepalaku jadi pusing.

Mungkin harus ku akui, walaupun sebenarnya sulit bagiku untuk mengatakan hal ini tapi nyatanya aku merasa nggak rela melihat Kelvin dekat dengan Elsa. Ada rasa takut yang selalu menghantuiku, tapi aku nggak tahu rasa takut yang seperti apa, dan kenapa juga aku harus takut.

Kenapa aku harus takut?

Kenapa?

Apa yang sebenarnya aku takutkan?

Pertanyaan seperti itu terus saja terngiang-ngiang dalam kepalaku selama perjalanan menuju masjid, dan sumpah, rasanya ingin sekali ku menghantam keras kepalaku agar ke dua orang itu segera enyah dalam pikiranku.

Tapi ...

“Tik, Tika.”

... Bukanya segera pergi dalam pikiranku.

Atika Story's (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang