Rintik hujan berjatuhan, suara kicauan burung menambah kesegaran udara pagi hari ini. Suasana yang cocok bagi para manusia untuk tidur. Kesegaran pagi ini tidak juga membuat remaja yang terbaring merasakan kesegaran udara pagi.
Sesaat setelah membuka mata, dirinya mendapati terbangun dipelukan seseorang. Najis memang, apalagi dipeluk oleh kakak sendiri. Rasa nyaman yang diberikan Alvan hampir saja membuat remaja itu ikut tertidur seperti Alvan..
Tidak
Sebenarnya pemuda itu sudah terbangun sejak tadi. Hanya saja memejamkam mata, tidak tertidur. Rangga menggeliat, berusaha melepaskan diri dari monster dihadapannya. Tangannya berusaha menjaga jarak dengan sang kakak, sampai dirinya tersadar jika kemarin infus tertancap ditangannya.
"Kakak bangun.."
Alvan terkekeh, badan kurus adiknya sama sekali tidak dapat bergerak karena perbuatannya, Alvan bangun setelah mengacak rambut Rangga.
Perbuatan itu mendapatkan tatapan sinis dari Rangga, remaja tambah kesal saat melihat infus yang masih bertengger dilengan kirinya. Ia melihat kearah Alvan, bermaksud untuk meminta bantuan melepaskannya.
"Apa" Tanyanya
"Lepas, tangannya sakit"
"Tidak untuk sekarang, setelah kau sembuh akan dilepas" Tutur Alvan lembut, Rangga berdecak remaja itu berniat melepas sendiri sebelum tangan Alvan mencegahnya.
"Jika dilepas, kakak hukum"
Memilih tidak peduli, Rangga tetap berniat melepas infusnya. Lagi, tapi kali ini tidak dengan ancaman. Rangga di gendong layaknya karung beras setelah Alvan berhasil memanggil ajudan yang berjaga didepan.
"Pegang tiang infusnya" Suruh Alvan kepada Rio
Lantas dengan patuh, Rio memegang tiang infus sesuai perintah tuan mudanya. Rio mengekor dibelakang, sedangkan Rangga dari tadi berusaha lepas dari gendongan kakak keduanya.
Dirinya diturunkan sesaat saat berada di kamar mandi, disuruh gosok gigi dan cuci muka. Lalu kembali lagi dengan gendong koala. Jijik, tapi tidak dapat menolak.
"Turunin Rangga, atau-"
"Atau apa, mau ngancem?"
"A-atau, atau Rangga marah sama kakak"
"Bukannya dari tadi adek marah marah?" Alvan berujar dengan kekehan manisnya. Dari bangun sampai saat ini, adiknya terus saja marah.
Marah ,menggemaskan.
Mungkin hobi barunya sekarang membuat adiknya marah.
"Bodo amat, anjing" Ujar Rangga kesal
Alvan menatap Rangga datar, berulang kali sudah ia peringatkan agar berbicara yang sopan tapi masih tidak dilaksanakan. Tentang kejadian semalam, Rangga sudah bersikap seperti biasa memanggil mereka seharusnya, tetapi ingat. Dirinya sama sekali belum bisa menerima kehadiran mereka. Mungkin nanti, bukankah semuanya perlu waktu?
"Pagi dek" Sapa Jeyrald saat melihat putra bungsunya di gendongan Alvan dengan Rio mengekor dibelakang.
"Pagi putra mama"
Rangga diam, tidak menyahut. Remaja itu meminta turun dan duduk dikursi persis samping tempat duduk Alvan. Tidak tahu juga, tapi jika dipikir pikir belakangan ini Rangga nempel sekali dengan Alvan. Mungkin merasa nyaman dengan sifat ramah Alvan, ntahlah.
"Pagi Pah, Ma" Sahut Alvan saat Rangga diam saja tidak menyapa balik keduanya.
"Jangan gitu, Papah sama Mama sapa kamu loh itu" Tegur Alvan
KAMU SEDANG MEMBACA
Assenlio Rangga
Teen FictionSangat menyenangkan mempunyai kehidupan yang sangat bebas. Rangga kehidupannya bebas, sangat bebas. Mempunyai mama yang sangat memanjakannya, dirinya anak broken home. Orang tuanya bercerai. Rasa bebas itu hanya sementara, setelah mama nya memutusk...