14.

26.1K 2.3K 78
                                    

Pagi ini terdengar ceramah panjang dari Jeyrald, Rangga jengah mendengarnya. Dirinya masih mengantuk, padahal baru bisa tidur pagi tadi.

Ceramah yang membuat telinganya berdengung nyeri karena belum berhenti ditambah oleh omelan Mamanya. Bunga mengomeli dirinya karena membuat keluarga nya menunggu.

Untung hari ini weekend, jadi bebas mau telat atau tidak. Biasanya keluarganya weekend akan berkumpul, tapi tidak untuk Kevin dengan Gavan.

Keduanya mempunyai kesibukan, Kevin mendapat jadwal operasi sedangkan Gavan hari ini dia ada kuis harian. Sayang kalau tidak masuk, mau ujian juga. Tahun depan dirinya lulus jurusan bisnis.

Rangga menggebrak meja makan sedikit keras, semua mata tertuju kepada dirinya. Rangga bergidik ketika tatapan membunuh Kevin dan Alvan tertuju padanya, sedangkan kakak ketiganya cuek saja.

"Udah Pa, sakit nih telinga denger ceramah" Ujar Rangga kelewat santai, Bunga memukul pelan mulut putranya yang suka ceplas-ceplos seenaknya.

"Dek yang sopan" Rangga memutar bola matanya, perasaan dirinya udah sopan kurang apalagi ia juga sudah menuruti untuk memanggil Papa kurang sopan dimana nya coba.

"Rangga laper mau makan"

Jeyrald menggeleng samar, melanjutkan sarapan nya yang tertunda karena menceramahi putra bungsunya.

Rangga berdiri sedikit untuk mengambil lauk, ayam goreng, sup, tumis, sosis dan sambal. Ah, lumayan. Rangga mengambil ayam goreng sosis dan juga sambal. Ia senang karena Mamanya memasakkan sosis kesukaannya. Rangga memang suka makanan dari Indonesia dari pada luar.

Rangga juga sudah melupakan perbuatan Bunga, ia memaafkan kelakuan Bunga saat saat sebelumnya. Mungkin Mamanya akan memperbaiki kesalahannya juga dan mau berubah.

Rangga makan dengan tenang sebelum dikacaukan oleh Gavan. Kakak terakhirnya itu menambahkan wortel dan tomat kedalam piringnya.

Seketika mood makan Rangga menjadi berkurang karena kelakuan Gavan. Rangga menggeser tomat dan wortelnya di pinggir, ia tidak mau memakannya. Bukannya tidak suka, hanya saja menurutnya rasa nya aneh.

"Dimakan bukan di taruh pinggir" Ujar Alvan

"Ya kalau mau ambil aja, gue ga mau tuh adek lu yang kasih" Ujar Rangga kelewat santai.

"Mulutnya minta di jahit" Ujar Kevin

Bodo amat, ia terlanjur seperti ini. Mau semuanya marah terserah, mulut mulutnya, kenapa mereka repot.

"Terlanjur gini, ga bisa dirubah"

Rangga labil banget, baru kemarin dirinya menjadi anak penurut tapi hari ini malah bar bar. Tapi meski begitu keluarganya memaklumi tingkah nya.

"Mama Rangga hari ini mau keluar" Ujar Rangga, semalam dirinya baru mendapat teman lewat aplikasi telegram miliknya. Dan hari ini ia dan teman barunya udah janji akan bertemu.

"Hari ini semua libur, tidak perlu keluar"

"Rangga udah punya janji Papa" Ujar Rangga kesal.

"Makan dulu, baru nanti bicara" Titah Jeyrald mutlak.

Rangga merenggut kesal, sekali kali ia ingin melayangkan tangannya ke otak Jeyrald. Apa apa selalu tidak boleh, ia ingin membenarkan sedikit pemikiran miring Jeyrald.

Dirinya mendapat pahala, dan otak Papa nya akan benar dan tidak selalu mengekang dirinya. Namun semua hanya ayal, boro boro melayangkan tangannya.

Tidak sengaja menatap matanya saja rasanya Rangga mau meninggoy.

Errgh

"Ah kenyang" Rangga mengusap perutnya setelah bersendawa cukup keras tadi. Bukannya marah semua malah terkekeh dengan tingkahnya.

"Udah kan, sekarang gue mau keluar"

"Tidak ada keluar, di rumah"

"Tuan saya mau keluar.." Mohon Rangga

Jeyrald menatap Rangga datar, bahkan Kevin Alvan dan Gavan juga ikut menatap dirinya datar. Beda lagi dengan Bunga, akan ada saja tingkah putranya yang membuat semua mengelus dada.

"Eh salah"

"Papa mau keluar, mau main"

"Jangan keluar, kakak tadi lihat pocong depan gerbang" Celetuk Gavan

**

Sungguh hari ini adalah hari menyebalkan, setelah tadi bersusah payah membujuk keluarganya semuanya hanya sia sia.

Rangga hanya ingin pergi main saja, tidak pergi mati. Jika begini ia harus memanfaatkan isi mansion ini, mungkin dengan mengerjai beberapa pengawal atau beberapa maid yang tengah berada di dapur. Atau bahkan bisa juga dengan sedikit membantu pekerjaan mereka, aish pasti ia akan di cap anak baik oleh keluarganya.

Rangga berjalan keluar dari kamar dengan smile box miliknya. Tadi setelah sarapan ia langsung naik ke kamar, mungkin Papa dan Mama nya sekarang berada di taman depan rumah.

Yang ada di mansion hanya Alvan dan dirinya juga kedua orangtuanya. Ia tidak sengaja melewati kamar Alvan yang pintunya terbuka sedikit.

Rangga berhenti dan menatap menyidik ke dalam, tidak biasanya kakaknya tidak mengunci pintu rumah.

"Sedang apa"

Buset, rasanya jantungnya pindah ke lambung. Rangga kaget saat kakak keduanya bertanya kepada dirinya, niatnya hanya mengintip malah mendapat spot jantung tiba tiba.

"Ti- Tidak tadi hanya mau main" Setelah menjawab pertanyaan Alvan Rangga lari terbirit-birit dan meluncur dari pegangan tangga.

Alvan melotot melihat tingkah Rangga, adiknya bar - bar sekali. Rangga sangat nakal, Alvan berlari menuruni tangga dan menyusul Rangga di kolam belakang.

"Kalau jatuh bagaimana"

Rangga memutar matanya malas, dirinya tadi sudah jaga jaga. Dasar Alvan saja yang lebay, kalau jatuh tinggal di obati Kakak nya dokter begitu saja dipermasalahkan.

"Kan kakak dokter"

"Kakak tidak mau obati"

"Si setan kan ada"

"Siapa"

"Abang"

**

Huwaa Mama, ceritanya dah ga jelas

Assenlio RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang