11.

27.3K 2.4K 102
                                    

Bau anyir menyeruak di penciuman Rangga, ia kacau. Jika seseorang melihatnya pasti akan merasa jijik dengan dirinya. Pergelangan tangan yang semula utuh mulus kini menjadi merah dengan setiap tetesan darah yang mengalir dimana mana.

Sesetan yang ia lakukan semata mata hanya untuk menenangkan dirinya sendiri, sebelumnya Rangga belum pernah merasa kacau sama sekali. Dan untuk kali ini, semua seakan mengujinya.

Jangan salahkan dirinya kalau ia melampiaskan dengan ini, benda kecil dan tajam yang mampu membantunya untuk melupakan masalah. Rangga tersenyum ketika mengingat perkataannya dengan mama nya.

Ia juga ingat dengan perlakuan tenang mamanya ketika ia meminta kebebasan. Didalam hidupnya, Rangga hanya ingin bebas. Coba saja, Rangga diberi kebebasan dan tidak terkekang pasti lambat laun dirinya akan menerima keluarga barunya.

Tidak seperti sekarang, pergerakannya dibatasi. Semua diatur, Rangga tidak suka itu semua.

Layaknya orang gila Rangga tersenyum tidak jelas, suara ketukan pintu sekarang menjadi gedoran yang tidak sabar. Rangga berdecih ketika suara Jeyrald masuk ke dalam pendengarannya.

Lebih baik dirinya membersihkan semua ini daripada semua tahu, walaupun dirinya tidak takut jika ketahuan. Hanya saja, Rangga tidak ingin membuat Bunga khawatir meski sedikit berubah.

Rangga membuang tisu yang tadinya untuk mengelap tetesan darah ke tempat sampah, darah yang mengering dilantai susah menghilang membuat dirinya gemas ingin menghancurkan lantai.

Sebelum membuka pintu Rangga memcuci tangan dan memakai hoodie oversize nya, untuk menutupi lukanya. Rangga memandang tidak suka Jeyrald yang masuk ke kamarnya. Pria tua gagah itu duduk di ranjangnya dengan mata yang terus menatap dirinya.

"Duduklah samping Papa Rangga"

Rangga melongos remaja labil itu memilih duduk di sofa jauh dari Jeyrald.

"Duduk samping Papa Rangga"

"Rangga" Geram Jeyrald tertahan.

Rangga tetaplah Rangga, remaja labil yang keras kepala dan tidak suka diatur. Remaja dengan keasikan dunianya sampai tidak mau satu dunia dengan Mama Bunga.

Ntahlah, sebentar lagi Rangga akan meminta kematian kepada author. Mungkin jika dirinya mati, ia tidak akan lagi memikirkan masalah. Dan juga cerita ini akan tamat, karena kematiannya.

Jeyrald mengalah ia lebih memilih berjalan dan duduk di samping putranya, tapi sayang. Rangga memberi jarak.

Cukup lama terjadi keheningan sampai Jeyrald tidak sengaja menangkap sebuah cutter diatas nakas samping tempat tidur Rangga.

Jeyrald bingung kenapa bisa ada benda kecil dan tajam dikamar Rangga, untuk apa benda itu berada dikamar putranya.

"Rangga ke-"

"Bukan apa apa, ta..tadi hanya buat potong kertas" Elak Rangga

Jeyrald semakin dibuat bingung dengan jawaban yang diberikan Rangga. Menurutnya memotong kertas tidak memerlukan cutter padahal dimeja belajar putranya juga terdapat gunting.

Jeyrald yakin jika Rangga tengah berbohong dan menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Niat kesini ingin mengajak sarapan putranya malah dirinya yang dibuat bingung akan tingkah Rangga yang aneh.

"Potong kertas pakai cutter? Ada gunting di meja belajar kamu, kenapa harus pakai benda itu. Kamu tidak menyembunyikan sesuatu dari Papa kan ?" Tatapan Jeyrald membuat Rangga terintimidasi.

Rangga berdehem mengurangi kegugupannya, salahkan juga mulutnya yang gagap saat berbicara. Huh,kalau begini akan panjang urusannya.

"Tidak apa apa, ini juga milik Rangga. Anda tidak perlu mengurusi pekerjaan Rangga. Lebih baik sekarang keluar, Rangga mau sekolah" Rangga berdiri. Bodoh sekali dirinya menyebut sekolah padahal sudah sangat jelas jika dirinya terlambat.

Eh, tapi kenapa Jeyrald belum berangkat kerja juga. Biasanya jika jam segini pasti Rangga akan kesepian. Jeyrald bekerja, Mama Bunga ikut bekerja dan ketiga titisan setan itu Rangga tidak tahu kemana perginya.

"Mau sekolah?"

"Ya..Iya, Mau sekolah besok"

***

Rangga terlampau kesal dengan Jeyrald hari ini. Pak tua itu ternyata tidak bekerja,  konon katanya ingin menemani dirinya di rumah besar ini dari pada sendirian. Dan ya, jangan lupakan pertanyaan tadi yang belum juga berakhir dipertanyakan pada dirinya.

Berganti dengan cutter, kini sekarang hoodie menjadi topik pembicaraannya. Dari tadi Jeyrald terus mempertanyakan mengapa ia memakai baju kebesaran di pagi hari padahal cuaca tengah panas begini.

"Berhenti bertanya Papa, Rangga mau rokok" Ya, Rangga mengatakan Papa jika saja dirinya tidak diancam. Perasaan saat dirinya tinggal di rumah besar ini isinya hanya ada pemaksaan, ancaman, dan juga kekangan. Rangga tidak mengerti lagi kenapa mamanya mau menikahi pria macam Jeyrald.

"Enak saja, anak Papa semua tidak boleh merokok."

"Gue bukan anak lo" Gumam Rangga

"Kamu berbicara sesuatu Rangga?" Rangga menggeleng

"Makan ya? Kamu tadi belom sarapan loh nak"

"Tidak mau, Rangga mau itu tadi"

Jeyrald menggeleng, pria tua yang masih gagah itu malah memanggil maid untuk membuatkan Rangga sarapan. Rangga mendengus kesal, budeg kali ya ? Orang jelas jelas dirinya menolak makan malah menyuruh pelayan membuatkan makanan.

"Rangga tidak mau makan" Rangga melongos pergi menaiki tangga untuk pergi ke kamarnya. Menurutnya makan itu tidak enak, enakan juga jajan.

Memang badannya beda dari semua ketiga kakaknya, dirinya lebih kecil sedangkan ketiga kakaknya mempunyai badan kekar dan juga bagus.

Berbanding terbalik dengan dirinya, badannya kecil tapi menurutnya ini tidak terlalu kurus dan jangan lupakan abs miliknya.

"Huh anak itu benar benar" Monolog Jeyrald sebelum menyusul putranya.

***

Partnya ini gimana ? Masih lumayan panjang atau malah pendek? Kasi vote jangan lupa. Jangan main main ama cerita ini, ntar Rangga marah kalau kalian lupa nggak kasih vote xixi..

Dah gitu aja

-Almanisa.

Assenlio RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang