Mafia 12

105 16 2
                                    

Jemari Sarada menuliskan sesuatu di kaca jendela yang berembun. Seperti kata orang, hujan selalu mampu mendatangkan berbagai kebahagiaan meski terkadang mampu mendatangkan rasa sedih. Ia tak tahu haru sedih atau senang saat air dari langit ini membasahi pelataran. Ia rindu suasana hujan di desanya, ia rindu bermain di ladang ubi milik ibunya dan senang karena ia telah berada di tempat yang lebih layak tanpa memikirkan kebocoran atap.

💞

💞

💞

Mafia

💞

💞

💞

Sejenak merenung, sepertinya hujan bisa menyegarkan pikirannya. Kenangan masa kecilnya terus berulang meminta agar hal serupa kembali di lakukan.

"Semoga tuan aneh itu tidak marah setelah aku melakukannya."Gumam Sarada sembari mempercepat langkah ke halaman belakang. Hanya tempat itu yang sesuai untuk bermain hujan. Sarada terlalu senang hingga seruan Karin dan yang lainnya tak dihiraukan. Sampailah ia di tempat tujuan namun niatnya harus terhenti sejenak karena keberadaan Mitsuki yang sedang menengadahkan tangan pada cucuran atap. Tanpa berlama-lama pria itu pun mendahuluinya menikmati setiap tetes air yang jatuh ke pelataran.

"Astaga, ternyata dia juga suka mandi hujan!"Gerutu Sarada sambil melepas alas kaki lalu berjalan sedikit pelan mendekati suaminya yang lebih kekanakan dari dirinya. Saat jemari lentiknya akan menyentuh pundak Mitsuki, tangan pucat pria itu segera menarik dan merangkul Sarada dalam dekapannya. Ini bukan hal Sarada harapkan. Ia hanya ingin menyapa teman bermainnya, bukan untuk mencari perhatian suaminya.

"Kau merindukanku?"

"Tentu tidak!"

"Setidaknya jangan palingkan wajahmu setiap kali bersamaku."

"Aku akan melakukan apapun yang kukehendaki."

"Aku akan memaksamu untuk melakukan apa yang aku inginkan."

Sarada mendengus sebal. Jarak yang Mitsuki buat kembali membuatnya tak karuan. Aroma tubuhnya semakin terasa terkena hujan. Rencananya yang ingin bermain hujan buyar sudah karena pria ini sama sekali enggan melepasnya, justru jarak semakin terhapus karena Mitsuki terus mengincar pesona wajahnya.

Sarada tak sanggup berkata lagi. Sudah habis cara agar Mitsuki melepasnya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah dan menjatuhkan dirinya di tanah berumput, tapi sialnya Mitsuki seolah menempel di tubuhnya. Bokongnya sudah cukup merasakan sakit tapi suaminya malah terus mengikuti geraknya.

"Mitsuki, apa maumu? Kau membuatku sesak!"

"Sebentar saja."

"Hah?"

Mau tak mau Sarada menuruti keinginan suaminya. Sarada tak mampu lagi berkutik selain larut dalam suasana ini. Perlahan kedua tangannya membalas dekapan Mitsuki hingga membuat dirinya serupa dengan bayi yang tenggelam dalam sebuah dekapan hangat. Entah salah atau benar, sikap Mitsuki seperti menggambarkan sebuah kesedihan dan kesepian. Sepertinya pria ini butuh teman yang bisa menguatkannya entah untuk apa. Bisa ia dengar napas Mitsuki terdengar berat yang membuatnya semakin yakin bahwa Mitsuki sedang menanggung sebuah masalah yang sangat sulit dan membutuhkan sesuatu yang mampu menegarkan hatinya. Sarada ingin tahu apa yang sedang mengganggu pikiran suaminya, tapi ia sangat enggan bertanya karena khawatir suaminya tersinggung.

💞

💞

💞

MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang