2. Floral Basket dan Setangkai Krisan

12.1K 2.1K 92
                                    

Perempuan itu meletakkan floral foam basah ke dalam keranjang berbentuk persegi, memotong ujung tangkai bunga krisan putih sepanjang 1 senti, lalu menancapkannya satu per satu ke dalam keranjang. Bibir berlipstik nude mengilap itu tersenyum puas begitu keranjang terisi penuh. Rangkaian bunga krisan putih yang bergerombol rapi itu tampak cantik dan sejuk dipandang. Tak sia-sia ia bangun lebih awal demi menyiapkan buah tangan sebagai simbol persahabatan sekaligus mengawali kerja sama.

Mulanya Alika tak begitu ambil pusing mempersiapkan pertemuan bisnis pertamanya. Sayangnya, terlalu aneh bila nanti tiba-tiba datang tanpa membawa apa pun. Perempuan yang mengenakan celana panjang high waist putih itu pikir, membawa buah tangan berupa karangan bunga karyanya sendiri sepertinya menarik. Sekalian mempromosikan produk Alika Florist. Meski awalnya ia kebingungan mencari bunga yang cocok sebagai hadiah.

Alika menggigit bibir, menahan senyum yang hampir merekah.  Semoga bisnis toko bunganya semakin berkembang. Harapannya melambung, manik cokelat perempuan berkucir kuda itu menatap penuh harap pada floral basket di meja. Krisan? Alika mendesah panjang. Ada yang terasa ngilu di dada. Mengapa selama tujuh tahun sendiri, apa pun tentangnya selalu menjadi panutan setiap langkah seorang Alika dalam mengambil keputusan?

**

"Hah? Masa, sih? Segitu cintanya mama elo sama bunga?" Gadis berseragam abu-abu itu terkesan. Namun, kedua tangannya masih sibuk memilih jajaran buku di dalam rak perpustakaan sekolah.

Cowok yang tengah bersandar malas di kursi itu mengangguk seraya mengulum senyum tipis. "Iya, sampai lupa sama anak kalau lagi ngurusin bunga-bunga di halaman rumah."

Alika terkikik pelan, takut petugas perpus menegur keduanya karena sejak setengah jam lalu mereka sibuk mengobrol sambil bisik-bisik. "Lo suka bantuin Mama di kebun bunganya?"

Raga bangkit dari kursi. Cowok jangkung bertubuh kurus itu menghampiri gadis yang kini mulai berjinjit-jinjit meraih buku paling atas. Ia menarik buku pilihan Alika. Buku tentang merangkai bunga. "Eh, ngapain baca ini?"

Gadis berbandana merah itu tersenyum kikuk lalu menutup wajah dengan buku bergambar rangkaian bunga. "Jadi penasaran sama bunga. Kali aja dapat inspirasi buat masa depan gue."

Lagi-lagi cowok di sisi Alika itu mengulum senyum. Terlihat manis begitu dekik di pipi kanannya muncul. "Di dekat sekolah ada toko bunga krisan warna-warni. Mau ke sana?"

"Eh, tapi dua menit lagi masuk kelas," protes Alika.

Raga memutar bola matanya. "Rajin amat anak IPA. Bosen kali, belajar mulu."

Alika menutup mulut, menahan tawa. Ia lalu mengekor cowok itu usai mengisi kartu peminjaman buku dan menyerahkannya pada pustakawan yang berjaga. Ia memang bukan tipe remaja badung yang hobi bolos. Hampir seluruh waktunya Alika dedikasikan untuk belajar. Meski Mama tak pernah memaksa, cewek yang kini takjub menatap jajaran bunga itu tahu tanggung jawab sebagai anak.

Benar kata Raga. Ada toko bunga dekat sekolah yang terlewat setiap Alika berjalan kaki menuju halte di jalan raya. Toko bunga itu berada di jalanan sepi dan sedikit masuk melalui gang sempit. Bukan toko bunga besar, hanya sebuah rumah minimalis berdinding kayu dengan bunga krisan aneka warna di halaman berukuran 9 meter persegi. Ada juga aneka mawar, tapi tidak banyak. Sebuah plang kayu kecil bertuliskan Jual Tanaman Hias tampak estetik dengan cat dasar putih.

Alika asyik menghidu wangi bunga mawar di dekat pintu masuk. Sampai akhirnya gadis itu tertegun pada uluran bunga krisan putih dari tangan Raga.

"Buat elo," katanya setengah berbisik.
Kedua tangan Alika yang semula sibuk memeluk buku tentang rangkaian bunga itu meluruh. Tangan kanannya terulur meraih bunga dari Raga. Ia tersipu ketika ujung jemari cowok itu bersentuhan dengan ujung jarinya.

Sang PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang