41. Gelisah

3.1K 840 145
                                    

Happy weekend! 🥳🥳

Ketemu lagi kita sama Oma Ratri. Siapa yang kemarin mau pinjam sanggul Oma Ratri buat gantiin roda bajaj? 🤣🤣

Asli, aku ngakak tiap baca komen kalian buat Oma Ratri. 😆

Maafkan baru update. Kemarin sibuk ngajarin si Abang bikin prakarya buat penilaian di sekolah. 🤭

Happy reading. Vote dulu jangan lupa. Komen yang banyak. 🥰🤗

====💐💐💐====


Perempuan mana pun seharusnya bahagia saat tahu akan berdampingan dengan Tama. Laki-laki mapan, perhatian, dan berasal dari keluarga baik-baik. Tak kurang pula Alika mendapat perhatian dari Rima. Perempuan itu kerap mengantar makanan buatannya sendiri dan beraneka hadiah.

Alika senang dan tersanjung. Ia diperlakukan seberharga itu sampai setiap kali mau bertandang ke rumah, bila Tama tak sempat menjemput, Rima selalu meminta sopir pribadinya menjemput. Rima juga kerap mengajaknya jalan-jalan berdua, sekadar ke spa untuk merawat diri, belanja, dan makan siang. Alika diperlakukan layaknya anak kandung.

"Alika ini manis, lho, Oma. Aku suka kalau ajak jalan dia. Seru lagi kalau aku ajak beli tanaman hias buat bagusin taman di rumah. Bisa aja dia nyaranin bunga yang cocok." Rima merangkul bahu Alika di sisinya.

Malam ini, malam yang seharusnya membuat Alika bahagia karena Tama dan keluarga serius akan membicarakan rencana pernikahan. Tapi sedari tadi, ia justru gelisah tak menentu. Tiba-tiba saja hatinya gamang. Alika meragu, apakah menerima pinangan Tama adalah pilihan yang sudah tepat?

Diperlakukan seberharga itu membuat Alika semakin takut. Takut mengecewakan angan-angan Tama dan keluarga. Sebab Alika bukan gadis sebaik itu. Menjaga dirinya saja tak becus.

"Lah, iya, Alika ini gadis rumahan, Rim. Dulu waktu SMA aku ini kadang jagain dia kalau Pras sama Rahayu sibuk." Oma Ratri menimpali.

Batin Alika menyangkal. Yang terjadi sesungguhnya semasa SMA bila Oma menjaganya, ia sering kabur ke toko buku atau mencari tempat penuh bunga bersama ... Raga.

"Ndak pernah neko-neko. Mbangun turut sama orang tua."

Batinnya menyangkal lagi. Saking lelahnya harus menurut dan ditinggal mengurus pekerjaan serta bisnis toko kue ibunya, Alika kerap pergi membolos dari segudang aktivitas kursus yang hampir membuatnya mati bosan. Juga bersama ... Raga.

"Pergi kencan yang macem-macem aja ndak pernah. Aku sama Pras selalu keras kalau soal menjalin pertemanan sama lawan jenis. Apalagi Alika anak perawan satu-satunya."

Dan belum lama ini, mereka sempat berbagi hangatnya ranjang di Alika Florist. Pun Alika pernah menghidu puas-puas wangi akuatik pada selimut di atas tempat tidur apartemen Raga. Sangkalan itu menampar keras diri Alika. Perutnya tiba-tiba saja tergelitik.

Alika tersenyum kaku ketika Rima mengeratkan pelukan lalu mengusap lengannya.

"Nggak, kok, Alika sama aja kayak anak kebanyakan. Dia punya kekurangan dan kelebihan. Jadi, Tama," tatap Rahayu menelisik pada laki-laki di sisi kiri Alika, "apa kamu bersedia menerima kekurangan putri Tante satu-satunya?"

Perempuan bertubuh subur yang semula antusias menjunjung cucunya sontak menipiskan bibir tak suka. Ia melirik Rahayu, menekannya agar tak ikut banyak bicara. Namun, Rahayu tak gentar. Ia tersenyum tipis, menunggu jawaban calon menantu.

Tiba-tiba saja suasana diliputi kecanggungan. Rima dan Baskoro saling tatap bingung. Sementara Tama, putranya, justru mengangguk mantap.

"Mama ngomong apa, sih? Tama ajak keluarga ke sini udah cukup, lho, nunjukin keseriusan dia." Pras tertawa kecil. Pria berkumis itu berusaha mencairkan suasana.

Sang PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang