15. Buket Bunga untuk Calon Pengantin

5.5K 1.1K 111
                                    

Di mata Alika, acara pernikahan Karin sempurna. Meski bukan di ballroom hotel berbintang, pesta ini terlihat epic bertema garden party.

Wedding arch berhias mawar rambat putih dan kain sifon tampak berdiri megah di pintu masuk. Kursi-kursi bercat putih semakin manis dengan sematan baby's breath yang menyatu di belakang sandaran kursi dengan pita kain warna putih. Meja akad berhias buket bunga meja yang manis tertata rapi di depan. Jangan lupakan tebaran mahkota mawar yang sengaja Alika tabur di pelaminan.

Alika menghela napas panjang sembari meletakkan gelas sirupnya yang sudah kosong. Mata perempuan yang sejak lima menit tadi berdiri di dekat stand minuman itu belum bosan melihat hasil kerjanya semalaman suntuk. Bibirnya mengulas senyum tertahan melihat mempelai pengantin yang sedang sibuk berfoto dengan para tamu. Mungkin teman keduanya karena aksi bergaya mereka ketika berfoto terlihat seru.

Buket bunga di tangan pengantin perempuan juga terlihat sempurna, meski lagi-lagi setiap berhadapan dengan bunga putih beraroma sepekat melati itu kerap membuat sang florist senewen.

Buket bunga di tangan pengantin perempuan juga terlihat sempurna, meski lagi-lagi setiap berhadapan dengan bunga putih beraroma sepekat melati itu kerap membuat sang florist senewen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Oh, suasana hati Alika kembali memburuk ketika ingatan pagi tadi melintas. Sudah ia katakan pada Mirna kalau ide mengantarkan buket bunga pengantin ke kamar Karin langsung adalah ide buruk. Seharusnya Mirna saja yang antar.

"Welah, ayu banget bunganya! Wanginya kayak gadis perawan!"

Setidaknya kalimat pertama itu yang membuat Alika mendadak menyesal mengantarkan buket bunga. Sudah pasti kalimat pujian itu terlontar dari bibir bergincu merah Oma Ratri. Wanita berkebaya cokelat susu itu menunggui cucunya yang sedang dirias di kamar. Berdecak-decak kagum.

Jika ada yang mengira perempuan bersanggul besar—yang kalau diamati sepertinya berat—itu tak melibatkan Alika saat memuji-muji cucu perawannya, perkiraan yang jelas salah besar!

Perempuan tua yang seharusnya lebih bijaksana dalam menyikapi jodoh para cucunya malah semakin membuat Alika tertekan. Ia mulai mengabsen jajaran anak, cucu, dan mantu keluarga besar yang sudah menikah dan punya banyak anak. Seolah sedang berusaha memanas-manasi Alika agar mau bersegera menerima pinangan Tama.

Padahal, seingat Alika, Tama sendiri belum pernah berani menyapanya secara pribadi. Selalu menjadikan Pras--ayah Alika--sebagai tameng setiap kali mau mengajaknya bertemu. Seperti saat itu, tiba-tiba datang ke rumah, membawakan sebuket mawar merah, dan ikut makan malam bersama.

Hari ini pun sama saja. Tama memang datang memenuhi undangan pernikahan Karin. Tapi lagi-lagi ia mengekori ayah Alika. Duduk bersama keluarga besarnya, membicarakan banyak hal mengenai kantor.

Cih, sama-sama pria workaholic! Alika berdecak dalam hati.

"Alika?" Suara sapa itu menyentak Alika yang sedari tadi berdiri melipat dua tangan di dada sembari melamun menatap ke arah pelaminan.

"Eh, Tante Rosita?"

Sayangnya, perempuan itu tidak sendirian. Lagi-lagi sosok wanita cantik yang kemarin. Wanita yang memperkenalkan diri sebagai owner WO yang dijalankan Raga dan ... calon istri. Alika tersenyum pahit ketika bertemu pandang dengan perempuan yang menggamit lengan kiri Rosita.

Sang PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang