28. Yang Pergi Semalaman

3.7K 855 74
                                    

Hai, selamat hari Senin lagi. 😍

Tetap semangat meski hari Senin masih masuk akhir bulan, ya. 🥳


Part ini mengandung teka-teki yang bikin panas dingin. Siap-siap, ya. 🤣

Happy reading. 😘

Eh, vote dan komen dulu biar aku semangat publish part selanjutnya, ya. Terima kasih. 🥰

====💐💐💐====

Mobil masih berjalan dengan kecepatan lambat meski jalan tak begitu macet di hari sepagi ini. Masih pukul enam pagi. Matahari bahkan baru mulai mengintip dari celah-celah gedung yang mereka lewati sepanjang jalan kota.

Perempuan yang duduk di kursi penumpang sisi Raga itu masih tertunduk menatapi kertas undangan. Wajahnya membiaskan cahaya mentari pagi yang menerobos melalui jendela terbuka. Rambut hitam legam yang lolos dari cepolan rambutnya bergerak seirama angin dingin dari luar. Dan bibir dengan lipstik memudar sisa semalam itu ....

Cantik, gumam Raga dalam hati. Ia tersenyum tipis usai mencuri pandang sekali lagi dengan lirikan mata pada sosok perempuan yang semalam sempat menguasai ranjang dan membuatnya sukarela berpindah ke sofa. Tapi ... siapa yang percaya semalam setelah tangis Alika mereda tak terjadi apa pun di antara keduanya?

"Kamu ... mau datang?" Alika menoleh pada lelaki yang sedari tadi fokus mengemudi.

Raga mengedik, pertanda ia sendiri belum memutuskan apa pun mengenai undangan reuni dari Yana. Ia bahkan melupakan kertas itu. Andai saja Alika tak menemukannya di saku jaket yang subuh tadi akan ia masukkan ke mesin cuci, mungkin undangan itu berlalu lalu begitu saja karena hancur tergilas air dan sabun.

Alika menghela napas panjang, melipat kembali kertas, dan merangsekkan benda tipis itu ke dalam sling bag di pangkuan. "Seperti biasanya aja, aku datang kalau kamu juga datang."

Raga mengangguk singkat. "Kamu mau aku carikan sarapan dulu atau ...."

"Langsung ke toko aja, Ga." Alika bersiap turun begitu mobil menikung pada belokan menuju Alika Florist. Ia sempat menyelipkan anak rambut berantakannya ke balik telinga sambil menatap bayangan diri pada spion mobil. Sebuah pergerakan yang sia-sia mengingat angin dari luar masih menerpa wajahnya.

Atau mungkin wanita itu sedang memastikan sesuatu yang mungkin tertinggal di sudut bibirnya. Meski Raga yakin tak ada jejak apa pun di sana karena sebelum memutuskan pulang, Alika mencuci muka dahulu sekaligus menggosok gigi dengan sikat dan pasta gigi baru dari rak gantung kamar mandi Raga. Atau mungkin saja Alika sedang memastikan jejak lain yang membekas di sekujur ceruk lehernya. Sebab setelahnya wanita itu terlihat menarik sisi kerah kaus kebesaran milik Raga ke kiri dan kanan, lalu menelengkan kepala beberapa kali.

Dan Raga harus menahan napas beberapa kali, demi menahan diri agar tak segera menghentikan laju mobil lalu meraup tubuh perempuan itu ke dalam dekap, saking gemasnya.

Raga memperlambat kecepatan kendaraan, memijak rem begitu sampa tepat di depan halaman Alika Florits. Masih tampak sepi meski dari pintu dan dinding kaca depan toko terlihat Mirna yang tengah menyapu lantai. Belum ada yang mau memulai untuk turun dahulu. Alika sendiri masih duduk dengan roman muka gelisah seraya menggigit bibir.

"Ga ...."

"Ya?"

Seperti memiliki kontak batin yang kuat, keduanya menoleh bersamaan, lalu mempertemukan dua pasang manik mata.

Sang PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang