Hai, hai, hai! Aku update lagi karena Alika panen hujatan kemarin. Ikutan gereget jadinya. 🤣🤣
By the way, yang tanya kenapa, sih, Raga nggak mau ngaku di depan keluarga Alika dan enggak nemuin Pras langsung?
Jawabannya, ya, gimana, sih, orang tiap kali datang ke rumah diusir melulu. Ada di part berapa aku lupa, kayaknya pernah Raga jelasin ke Alika kalau dia nggak sepenuhnya pergi dan kerap datang nungguin dia di depan rumah, tapi berujung kena usir sama papanya Alika.
Yang ingat, tolong kasih tahu di kolom komentar. 🤭
Ah, kebanyakan pidato aku tuh. 🤣
Dahlah, happy reading, penggemar RagaLika yang ngarep mereka bersatu. 🤭
Vote sama komentar jangan lupa.
Tebar bunga, yok! 💐💐💐💐
====💐💐💐====
Alam sedang tak mau berkompromi. Ia membiarkan langit terus menggumpalkan awan hitam dan mencurahkan rintik ke bumi.
Sepeda Fixie berwarna jingga itu berhenti di halaman berkolam ikan penuh bunga di tepian. Alika yang semula duduk di depan Raga turun dahulu. Satu tangannya berusaha keras memayungi pandangan dari hujan yang menderas dan berlari kecil memasuki teras berkeramik cokelat susu mengilap. Beruntung ia tak terpelanting karena Raga cepat-cepat menahan punggungnya di belakang Alika. Satu kebiasaan mengesalkan wanita itu setiap melewati medan terjal termasuk lantai yang licin.
"Kok, sepi? Eko nggak ada?" tanya Alika seraya menelisik ke dalam melalui kaca hitam jendela rumah.
Raga mengeluarkan kunci cadangan dari saku celana jins hitamnya. "Pamit pulang. Istrinya masuk rumah sakit, baru trimester pertama katanya." Laki-laki itu menyahut tanpa memandang lawan bicara. Sibuk memasukkan anak kunci dan memutarnya.
Alika mengerjap. "Hamil?"
Raga mengangguk selagi ia membuka pintu. Namun, Alika tertegun sejenak seraya memeluk tubuhnya sendiri. Keningnya mengernyit, kemudian kelima jari kanannya mulai menekuk satu per satu seperti sedang melakukan pergerakan menghitung.
"Masuk, di luar dingin, bisa demam." Raga mengulurkan tangan pada saklar lampu di dinding. Namun, lampu itu tak kunjung menyala. "Mati," gumamnya pelan. "Al ...."
Panggilan itu membuat Alika yang sejak tadi terdiam di luar berjingkat kaget. Perempuan yang bibirnya mulai membiru karena kedinginan itu beranjak masuk. Ia baru berjalan sebanyak dua langkah ketika tiba-tiba pandangannya berkunang-kunang lagi seperti kemarin-kemarin. Alika memejam, menggapai-gapaikan tangan ke mana pun mencari pegangan.
Sebelum perempuan itu benar-benar ambruk, dua tangan itu merengkuh lengan Alika. "Kamu sakit?" Tatapnya mengilatkan kecemasan.
Alika menggeleng, menampik punggung tangan yang berusaha menyentuh keningnya. "Nggak .... Mirna bilang aku kurang asupan karena sok-sokan ngurangin makan." Wanita dalam rengkuhan Raga meringis malu.
Raga mengembuskan napas kasar seraya memutar bola matanya tak habis pikir. "Di sini gelap. Kita naik ke atas, aku ambilin baju ganti sama handuk."
Alika yang mulai menggigil kedinginan karena sedikit demam, ikut ke lantai dua. Perempuan itu menunggu di ruang santai sementara Raga berlalu ke kamar untuk mengambilkan handuk dan kaus ganti yang bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Perawan
Romance[21+] Kata Oma Ratri, gadis perawan itu sesuci bunga kaca piring alias gardenia yang putih dan melambangkan kemurnian. Belum terjamah birahi lelaki dan hanya untuk suaminya kelak. Kaca piring milik Oma Ratri memang terkutuk. Selalu membuat suasana h...