52. Perkara Kerasnya Hati yang Melunak

6.4K 1K 210
                                    

Hai, apa kabar?

Masih semangat nanjak apa mau turun? 😂

Udahlah, ya, jangan nanjak melulu, capek akunya. Toh udah kelihatan hilalnya meski masih banyak hal yang perlu dijelaskan. 🤭

Ini dua part menjelang ending. Jadi besok tinggal 1 part lagi.

Happy reading. 🥳

Vote sama komen dulu yang mau RagaLika happy di dua part terakhir biar lega! 😍

====💐💐💐====

Perempuan yang tengah berbaring sembari memainkan ponsel itu sudah lebih baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan yang tengah berbaring sembari memainkan ponsel itu sudah lebih baik. Ruangan pasien itu senyap, hanya sesekali terdengar obrolan via telepon lamat-lamat Rahayu dengan karyawan dari toko rotinya di luar, tepat di ambang pintu yang tertutup. Terkadang, saking bosannya, Alika sampai menghitung berapa kali cairan infs menetes perlahan.

Infus terakhir. Setelah menghabiskannya, Alika boleh kembali pulang hari ini. Baik Rahayu maupun Raga, tak ada yang membahas mengenai telah gugurnya janin dari rahim Alika kemarin. Mereka fokus menghibur, memaksanya kembali menaikkan berat badan yang sempat turun--meski Alika sebenarnya tak begitu merasa terlalu kurus--dengan makan banyak.

Dan Raga, cepat-cepat mengalihkan saluran televisi ketika layar kaca di dinding kamar rumah sakit itu menampilkan iklan produk susu ibu hamil, atau apa pun yang terkait dan memungkinkan Alika kembali berkecil hati, serta menyalahkan diri atas gugurnya kandungan yang baru berusia tujuh minggu. Meski dalam ingatan Alika, masih tampak jelas bagaimana laki-laki itu menangis terisak menahan sesak di sisi ranjang begitu dokter mengizinkan keduanya bertemu usai tindakan.

Alika menitikkan air mata, tapi yang ia rasakan dan ia lihat kala itu, tangis Raga jauh lebih menyesakkan dan hebat. Perempuan itu bisa merasakan getar tubuh pria itu saat memeluk tubuhnya erat. Sepanjang Alika mengenal sosoknya sejak remaja, baru kali ini Raga menangis sampai tersedu-sedu.

Cukup sudah kemarin ia menangis. Sekarang waktunya kembali pulih. Meski kadang ada saja pikiran yang mengganggu. Termasuk pertanyaan apakah papa dan omanya masih mau menyambut saat sampai di rumah nanti?

Alika mendadak lesu memikirkan kondisi rumah nanti. Takut tak kuat menelan segala cecaran sang oma. Ia meletakkan ponsel di sisi bantal, menarik selimut lebih tinggi, dan memejam. Belum menjejakkan kaki di rumah, perempuan berambut sedikit berantakan itu sudah lelah dan uring-uringan.

Namun, satu usapan telapak tangan di puncak kepalanya membuat kelopak mata Alika terbuka kembali. Ia tersenyum di balik selimut yang menutupi separuh wajahnya.

"Mama ke mana?" tanyanya pada pria yang berbalik sejenak meletakkan beberapa kuntum mawar putih untuk dipindahkan ke dalam vas bunga di nakas.

"Pulang sebentar katanya." Raga menarik kursi lebih dekat ke sisi ranjang. Ia duduk seraya mengembuskan napas panjang lalu meraih telapak tangan di balik selimut Alika. "Hari ini ...," katanya sembari menatap jemari kurus perempuan itu dalam genggaman, "selamat pulang kembali ke rumah."

Sang PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang