21. Seandainya Tak Serumit Ini

3.8K 929 107
                                    

Halo, maafkan update pagi-pagi.

Semalam mau update malah ketiduran. Akunya lagi flu berat dan sakit perut. 😅


Btw, aku tuh kelupaan Rosita sama Yoga nikah pas Raga umur berapa tahun? 😭


Tolong bantu ingatkan semisal di part-part sebelumnya aku perah nulis perihal kapan Rosita dan Yoga menikah, ya. Di part ini aku tulis Raga kehilangan ayah kandungnya pas SMP. Jadi entar kalau salah, tolong ingatkan, dan bakal aku benerin.

Terima kasih. Minta vote dulu boleh? 🤗🥰


====💐💐💐====


Dua pria itu duduk di sudut kafe. Tak ada pembahasan mengenai perempuan yang sedang berusaha mereka jerat dengan cara mereka masing-masing pada mulanya. Hanya sekelumit obrolan basa-basi, lebih tepatnya Tama yang memperpanjang durasi dengan bertanya perihal usaha WO dan EO milik Kei yang sempat Raga bangkitkan kembali.

Lalu, ketika obrolan basi itu habis, keheningan menyelimuti keduanya. Raga bertahan tak memulai, ia menyesap espresso perlahan.

"Mengenai lo dan Alika ...."

Cekalan Raga pada telinga cangkir putih di hadapannya mengerat begitu fokus masalahnya muncul.

"Sorry, gue harus bilang kalau posisi lo saat ini nggak menguntungkan sama sekali buat lanjut."

Mendengar kalimat itu, Raga menghela napas panjang, berusaha menyandarkan tubuh dengan relaks, meski tatapan manik sekelam malamnya masih mau meladeni sorot tajam Tama. "Seperti yang lo liat, gue sebatas tukang  kebun di Alika Florist. Gue bakalan pergi, kalau memang Alika yang mau dan dia bahagia sama pilihannya."

Raga menjeda penjelasannya demi menghabiskan sisa kopi tanpa ampas dalam genggamannya. Setelahnya ia berkata, "Tapi kalau Alika pilih kami sama-sama lagi ...," Raga tersenyum sekilas dan mengetukkan telunjuknya sekali ke permukaan meja sebagai wujud penegasan, "gue bakal selalu mastiin dia bahagia. Bahagia sama pilihan dia."

Usai mendengar gertakan halus Raga, laki-laki itu bisa melihat rahang Tama yang mengeras. Pria berpenampila perlente itu agaknya merasa tersinggung dan kesal. Tersinggung karena Raga tak mau mendengar permintaan halusnya untuk mundur. Kesal karena kekasih dari masa lalu Alika di hadapannya itu terlalu percaya diri.

Saking kesalnya, Tama hanya terdiam beberapa detik.

Kediaman pria itu dimanfaatkan Raga untuk menarik dompet dari saku belakang celana, meninggalkan selembar uang seratus ribuan di bawah tatakan cangkir miliknya. "Gue pamit. Thanks ajakan ngopinya," pungkasnya sambil lalu.

**

Usai menyelesaikan urusannya bersama Tama, Raga tak langsung pulang. Sebagai laki-laki, sesungguhnya ia juga berhak tersinggung. Sakit hati atas cara Tama bertanya dengan pandangan mengejek tentang pekerjaannya. Oh, atau mungkin hanya perasaan Raga saja karena tiba-tiba terlalu sentimen ketika ada sosok Tama yang sedang berusaha menarik Alika dari rengkuhannya.

Secara terang-terangan Raga mengakui dalam  hati kalau ia sedang cemburu. Meski seharusnya laki-laki itu tak perlu susah payah terbakar cemburu. Toh Alika masih bersamanya dan menghindar dari kejaran Tama. Tapi begitulah Raga yang sekarang. Ia tak mau mengalah lagi dengan keadaan. Walaupun demikian, pria yang kini menghentikan mobilnya tepat di depan Alika Florist itu berusaha bergerak setenang air. Ia terima setiap usaha keluarga Alika mendekatkan Tama pada Alika.

Sang PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang