"10 tahun yang lalu, gue ngga akan pernah ngelupain hal apa yang pernah lo lakuin buat gue saat itu, Oryza." ucap Rio dengan nada serius.
Oryza kini memutar bola matanya, jujur ia merasa lelah dengan apapun situasi yang terjadi diantara dirinya dan sosok pria kasat mata menyebalkan yang ada dihadapannya ini.
"Mau sepuluh tahun yang lalu, 50 tahun yang lalu, gue udah ngga peduli! Jujurly gue udah capek banget Rio! kita mungkin dulu emang pernah temenan, tapi sekarang udah enggak, jadi.. please berhenti gangguin gue!" bentak Oryza, lengkap dengan ekspresi kesal diwajahnya. Nafasnya kini naik turun setelah berhasil menumpahkan segala uneg-uneg yang sebelumnya selalu ia tahan.
"Dan.. dan sekarang lo bisa berhenti ngewujudin keinginan nyokap kita masing-masing, lo bisa berhenti bersikap pura-pura baik ke gue, you used to hate me, didn't you? You should keep it up! Itulah diri lo yg sesungguhnya, tukang bully, sok hebat, sok berkuasa! dan gue ga akan terpengaruh dengan segala tipu daya lo!"
Rio terdiam mendengar kata demi kata yang dilontarkan oleh Oryza padanya, hatinya sakit-tentu saja, namun lebih dari itu, dia merasakan kesedihan yang luar biasa, yang bahkan sedikitpun tidak bisa ia ungkapkan untuk merespon perkataan tajam Oryza.
Gadis kecil yang dulu sangat ia sayangi ternyata telah sepenuhnya berubah, gadis kecil yang dengan semangat mengacung-acungkan kemoceng bulu ayam demi membela dirinya, dan dengan mantap menggenggam tangannya serta tidak henti-henti memanggilnya dengan sebutan 'kakak' ternyata telah menjelma menjadi sosok yang begitu membencinya.
Untuk itu Rio memilih tersenyum pahit, mencoba untuk menerima kenyataan dan mengikhlaskan semua kenangan yang pernah ia miliki bersama Oryza.
"Maaf, gue pastiin ini terakhir kalinya gue gangguin hidup lo. " ucap pria itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Oryza seorang diri.
***
Oryza berjalan kembali menuju kantin guna menghampiri Tiar yang masih setia menunggunya disana. Wajah Oryza yang terlihat sekusut pakaian yang belum disetrika seketika menarik perhatian Tiar.
"Lo kenapa Ry? Rio kemana? Kok lo sendirian yang balik kesini?" Segera Tiar menghujaninya dengan serentetan pertanyaan.
"Gapapa, gatau, ya terserah gue dong!" Oryza menjawab sekenanya atas pertanyaan-pertanyaan Tiar sembari menghempaskan pantatnya di kursi kantin.
"Sabar...sabar..." Tiar bergumam pelan kepada dirinya sendiri untuk tetap bersabar hati dan tidak bertindak anarkis dengan menjambak-jambak rambut Oryza di depan khalayak ramai.
"Lo ada masalah apa sih dengan dia? Orang-orang lagi rame ngebahas kalian tau, apalagi pas Rio megangin tangan lo tadi, orang-orang pada mikir lo pake susuk Ry..." ucap Tiar dengan wajah khawatir.
"Najis! Ngapain gue pake susuk?! lagian kan lo tau itu salah satu perbuatan tercela, ga mungkin lah gue ngelakuin hal itu!" sahut Bella dengan wajah kesal
"Ya kan bukan gue yang mikir gitu.. tapi orang-orang..." Tiar bermaksud membela diri
"Jadi lo bukan orang?" sambar Oryza
"Bukan, gue walang sangit.."
Dan seketika Oryza tertawa mendengar jawaban konyol Tiar, perlahan rasa kesal yang ia rasakan mulai menguar
"Trus apa dong yang sebenarnya terjadi diantara kalian? Kenapa Rio, salah satu orang terganteng di sekolah akhir-akhir ini sering banget ngehampirin lo?" tanya Tiar lagi, ia nampaknya begitu penasaran.
Perlahan Oryza menghembuskan nafasnya, di satu sisi ia sebenarnya sudah tidak ingin membicarakan hal apapun yang berkaitan dengan Rio, namun di sisi lain ia tau bahwa Tiar tidak akan berhenti bertanya sebelum ia mendapatkan jawaban yang memuaskan, bak roh yang gentayangan, Tiar akan terus-terusan bergentayangan, meneror dan menyerang psikisnya.
"Gue waktu kecil ternyata temenan sama si Kamp- sorry, maksud gue sama si Rio itu, nyokap gue kenal sama dia, setelah nyokap gue tau kehidupan gue di sekolah, tentang gue yang ternyata sering digangguin, nah.. nyokap gue ini minta tolong sama Rio buat jagain gue, biar gue ngga digangguin lagi.."
"Oh wow..." Tiar nampak terpana mendengar fakta mengejutkan dari Oryza barusan.
"Wow kenapa?"
"Gue gak nyangka kalo kejadian kayak gini beneran ada Ry! alur ceritanya sama banget kayak di film-film FTV, atau ga di novel-novel genre romance, mainstream banget!" lanjut Tiar sambil cengengesan, matanya dengan sengaja melirik ke arah author *dasar Tiar si Manusia Laknat! 😑
"Ngasal aja lo kalo ngomong.. Gue lagi kesel tau! belum lagi ngeliat tingkah Rio yang nyebelin banget itu, pengen gue amukin rasanya !" umpat Oryza dengan wajah kesal.
"Ntar dulu Ry.. gue ga paham, bukannya lo seharusnya seneng ya? Maksud gue..setidaknya ngga ada yang berani ngusilin lo lagi kan? Orang-orang sekarang jadi pada takut sama Rio setelah kejadian di kantin waktu itu." tanya Tiar, wajahnya terlihat bingung, sementara pandangannya terlihat kosong, ia saat ini persis terlihat seperti tengah menghadapi ujian matematika dengan soal-soal sulit.
"Seneng? Buat apa gue seneng? ga butuh gue bantuan dari Rio, dari manusia yang taunya cuma pake kekerasan doang buat nyelesain masalah!" ucap Oryza dengan jengkel
Tiar mendengus mendengar celotehan Oryza
"Sekarang lo pikir deh Ry, seandainya kemarin Rio ngebelain lo dari 2 orang yang secara brutal ngegangguin lo di kantin waktu itu dengan sikap ramah tamah dan penuh cinta damai, emangnya lo pikir 2 orang itu bakal berenti ngegangguin lo?"Oryza terdiam, tanpa sadar ia membenarkan ucapan Tiar barusan.
"Ta-tapi kan seharusnya dia bisa berhentiin mereka tanpa harus matahin jari!" responnya kemudian dengan sedikit terbata-bata, kekeuh membela dirinya sendiri, ia juga masih kesal dengan tingkah Rio yang telah merusak spion motor Egy, sosok ketua OSIS sekaligus orang yang ia sukai di sekolah ini
Tiar mengangkat bahunya singkat lalu kembali mengaduk-aduk minumannya yang isinya tinggal sedikit.
"Mungkin dia ngelakuin hal itu secara refleks aja Ry, dan menurut gue.. dari cara dia yang sampe segitunya ngebelain lo, pasti keberadaan lo dimasa lalu sangat berarti bagi dia, dan bisa jadi hubungan kalian berdua dulu emang beneran deket banget."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine, Please?
Teen Fiction[REVISI] Pria itu tertawa setelah mendengar ucapan Oryza, suara tawanya begitu renyah, nampak giginya yang putih dan berbaris rapi seolah menambah pesona yang dimiliki oleh pria itu. Seandainya saja mereka berada di situasi yang normal nan damai, Or...