Oryza melirik sekilas jam dinding di kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul 2 lewat 15 siang, gadis itu kemudian kembali melemparkan pandangannya keluar jendela,seolah-olah ada sesuatu yang dia tunggu, dan benar saja, tiba-tiba saja bibir tipisnya tersenyum bersamaan dengan sosok yang lewat di depan rumahnya.
"Rio..." Kata Oryza pelan, yang tentu saja tidak akan terdengar oleh pria itu.
"Gue pengen banget bisa ngobrol sama lu lagi, dan bisa mandangin lu tanpa harus sembunyi-sembunyi kayak gini, tapi..gue nggak berani, lu juga pasti masih marah banget sama gue.." Gumam Oryza pelan kepada sosok yang kini telah menghilang dari pandangannya.
6 bulan yang lalu,
Good food, good mood.. itulah yang tengah dirasakan Oryza saat ini, Sebuah kotak pizza berukuran besar tengah menjadi teman camilannya sembari menonton The Notebook, salah satu film terbaik sepanjang masa menurut gadis itu dan entah sudah berapa kali ia mengulang menonton film itu. Ahh.. lengkap sudah kebahagiaannya hari ini.
Tok! Tok! Tok!
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar rumahnya yang langsung mengusik ketenangan jiwa seorang Oryza, seseorang diluar sana yang mengetuk pintu rumahnya dipastikan datang di saat yang sangat tidak tepat.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara ketukan pintu lagi, dengan berat hati Ory pun memencet tombol 'pause' di remote tv nya dan bangkit berdiri untuk membukakan pintu, dia ingin tahu siapa orang yang telah mengganggu waktu santainya.
TOK! TOK! TOK!
suara ketukan itu kembali terdengar, kali ini lebih keras. Nampaknya orang yang mengetuk pintunya pun mulai kehilangan kesabaran.
"Iya tunggu sebentar!" Jawab Ory setengah berteriak, Ia kemudian buru-buru membukakan pintu rumahnya dan langsung berhadapan dengan sosok manusia yang sedari tadi mengusik kegiatan santainya.
Mata Oryza yang sudah bulat makin membulat ketika melihat seorang pria yang saat ini berdiri tepat dihadapannya, tidak diragukan lagi ia adalah tipekal pria yang mampu menghipnotis gadis manapun, termasuk Oryza sendiri, bukan.. bukan gara-gara pria itu mengeluarkan bandul di depan mata Oryza lalu menggerakannya ke kiri dan ke kanan kemudian meminta Oryza menyerahkan seluruh uangnya, bukan yang seperti itu.. melainkan karena daya tarik fisik yang pria itu miliki yang seolah mampu 'menghipnotis' siapa saja yang melihatnya, Oryza bahkan mendapati dirinya tengah kesulitan menahan hasratnya untuk berlama-lama menatap wajah pria itu.
Sosok pria yang ada dihadapannya itu memiliki wajah yang menurut Oryza sangat tampan, kulitnya yang putih kontras dengan mata tajam nya yang berwarna hitam, dia memakai baju kaos Polo berwarna putih dengan jeans belel berwarna hitam, ditelinga sebelah kirinya terdapat tindikkan dengan manik yang berwarna senada dengan jeans nya.
'Alamak ganteng banget..' batin Oryza dalam hati sembari tanpa sadar menelan ludahnya.
"Lama banget bukainnya." Ucap pria itu dengan suara pelan, seolah ia tengah berbicara dengan sendirinya sendiri, sementara wajahnya terlihat kesal.
Sepersekian detik kemudian hal aneh terjadi, wajah kesal itu seketika berubah saat pria itu akhirnya memfokuskan pandangannya pada sosok Oryza yang ada di hadapannya, dan perlahan ekspresi kesal yang tecetak diwajah pria itu berubah menjadi ekspresi.. entahlah, sulit untuk dijelaskan, pria itu menatap Oryza seperti menatap seonggok kotoran, seakan Oryza adalah sesuatu yang menjijikkan baginya.
'Kenapa?! Kenapa dia menatapku seperti itu? Apakah aku terlihat seperti tokai?' Batin Oryza penuh dengan rasa tidak percaya diri.
"A-Ada apa ya?" tanya Oryza dengan terbata-bata sembari menundukkan wajahnya, Ia menyadari betul ekspresi yang ditunjukkan oleh pria itu, dan Oryza mendapati dirinya malu dan nyalinya seketika menciut, ia benci pandangan itu, sangat benci, namun lebih dari itu ia juga sangat membenci dirinya sendiri, ia benci dengan kondisi fisiknya yang menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine, Please?
Teen Fiction[REVISI] Pria itu tertawa setelah mendengar ucapan Oryza, suara tawanya begitu renyah, nampak giginya yang putih dan berbaris rapi seolah menambah pesona yang dimiliki oleh pria itu. Seandainya saja mereka berada di situasi yang normal nan damai, Or...