Empat

4.2K 323 7
                                    

Hari pertama Rio di sekolah berakhir pukul dua sore, sudah menjadi aturan sekolah bahwa khusus semua siswa-siswi kelas XII, jam belajarnya di tambah satu jam, itu berarti rombongan pelajar kelas X dan XI sudah lebih dulu pulang ke rumah masing-masing.

'Panas banget cuaca siang ini. . gue ke kantin dulu deh beli minum.' Kata Rio dalam hati. Ia pun lalu berjalan ke arah kantin untuk memuaskan rasa dahaganya.

Suasana di kantin terlihat lengang, tidak ada seorang pun yang makan ataupun minum kecuali Rio sendiri. Rio mengambil teh botol yang ada di kulkas kantin, kemudian pria itu duduk sambil menikmati minumannya. Tiba-tiba saja ada 2 orang siswa laki-laki yang menghampirinya, mereka tak lain adalah Benny dan temannya, Tian.

"Heh bocah!" Bentak Tian sembari memukul meja yang tengah ditempati oleh Rio.

Rio memilih diam sembari terus meneguk teh botolnya, suara bentakan Tian bagaikan suara kentut lalat, sama sekali tidak layak untuk mendapatkan perhatiannya.

Mendapati Rio yang tidak merespon membuat Benny naik darah, ia dengan spontan uhuy menendang meja yang ditempati Rio hingga meja itu membentur tubuhnya dengan keras.

Brakk!!

Rio meringis merasakan sakit saat meja yang ditendang oleh Benny membentur tubuhnya.

"Heh bangs*t, Lo tuli ya?!" Bentak Benny dengan keras tepat di depan wajah Rio, disaat yang bersamaan samar-samar tercium aroma tidak sedap yang menguar dari mulut Benny, hal itu membuat Rio bertanya-tanya dengan dirinya sendiri.

'Nih orang puasa kali ya? Tapi kok marah-marah sih?'

Sungguh suatu pertanyaan yang sangat tidak penting untuk diajukan saat ini.

"Dude, gue ngga tau lo berdua siapa, kalian tiba-tiba dateng trus nyari masalah sama gue, kalian mau mati?" Tanya Rio kepada Benny dan Tian dengan nada tenang, orang lain yang tidak begitu menyimak pertanyaan Rio barusan akan menyangka bahwa Rio baru saja menawari mereka berdua untuk makan gorengan bakwan bersamanya.

Benny menarik kerah baju Rio dengan kasar hingga memaksa Rio untuk berdiri berhadapan dengannya, disaat itu juga Benny menyadari bahwa Rio ternyata 15 senti lebih tinggi darinya.

Panik ngga? Panik ngga? Ngga lah, kan Benny ada temennya.

"Asal lo tau ya.. Sandra itu gebetan gue! dan gue ga bakal ngebiarin lo buat ngedeketin dia! Kalo lo masih berani deketin dia..gue ga bakal segan-segan. . "

"Segan-segan apa? Lo berani ngancem gue cuma gara-gara tuh cewek ? hahaha." Potong Rio sembari tertawa dengan keras. Ia tidak menyangka bahwa Sandra lah yang menjadi alasan orang dihadapannya ini berani mengancamnya.

Benny terlihat sangat marah setelah mendengar ucapan Rio, dengan cepat dia menarik kepalan tangan kiri nya dan mengarahkannya ke wajah Rio, namun sayangnya ia kalah cepat, tangan kanan Rio yang bebas dengan sigap memelintir kepalan tangan kiri Benny, lalu sepersekian detik kemudian kedua tangan Benny secara tiba-tiba saja sudah berada di dalam cengkraman tangan Rio, sementara itu tangan kiri Rio yang masih memegang teh botol dengan cepat membenturkan bagian bawah teh botol itu ke permukaan meja hingga botol itu pecah sebagian, Rio langsung mengarahkan bagian beling botol yang tajam ke mata Benny, hanya butuh dorongan beberapa senti saja baginya hingga ujung beling itu merobek bola mata sebelah kiri Benny.

Tian hanya bisa terdiam sembari menatap nasib Benny yang kini seperti telur gulung, ralat, telur di ujung tanduk, situasi yang ia tengah saksikan saat ini benar-benar mencekam, bahkan melebihi acara Uji Nyali yang sering ia saksikan di televisi.

Ia dan Benny sama sekali tidak menyangka bahwa sosok Rio yang ada dihadapannya ini ternyata sangat berbahaya, mereka semula hanya berniat ingin mengancam Rio agar mau menjaga jarak dengan Sandra, hanya sekedar itu saja.

Seketika Tian teringat dengan ucapan Benny sesaat sebelum menghampiri Rio, ucapan yang mungkin akan menjadi ucapan terakhir seorang Benny, pemuda cemen tapi sok jago.

"Tian, dengerin gue ya.. pokoknya kita harus berhasil ngancem tuh anak baru, bila perlu sampai dia pipis di celana, gue beneran gak ikhlas kalo Sandra pacaran sama dia."

Tian dari kejauhan menatap sosok Benny dengan prihatin, alih-alih membuat Rio pipis di celana, yang terjadi malah sebaliknya, Rio yang memberikan perlawanan tanpa ampun membuat nyali Benny seketika menciut, dan tanpa bisa dihindari lagi, celana yang dikenakan Benny basah kuyup.

Seandainya waktu bisa diulang kembali, pastilah Benny akan pergi ke toilet dulu sebelum menemui Rio.

Rio dengan cepat lalu melemparkan tatapan tajamnya ke arah Tian, dan seketika Tian merasakan tubuhnya gemetar. Ada sesuatu yang aneh dari seorang Rio dan Tian dapat merasakan hal itu bahkan ketika di awal ia menggertak Rio beberapa saat yang lalu, tidak ada sedikitpun rasa takut yang ditunjukkan oleh anak baru itu.

Dan Tian akhirnya memutuskan melakukan satu-satunya hal yang menurutnya cerdas, tepat dan akurat, yaitu kabur, menyelamatkan dirinya sendiri dan meninggalkan Benny dengan segala kemalangan yang menimpanya.

" Sorry Ben, gue cabut!" kata Tian sembari lari secepat kilat, dalam hati ia berjanji akan selalu mendoakan Benny.

"Tian anak anj-" umpat Benny sembari memperhatikan sosok Tian yang semakin jauh pergi meninggalkannya, matanya terlihat berkaca-kaca.

Benny benar-benar ketakutan saat ini, sosok yang berdiri dihadapannya saat ini bagaikan monster, Benny sudah berusaha sekuat tenaga melepaskan dirinya dari pegangan Rio, namun tenaganya Rio jauh lebih kuat darinya.

Rio menyeringai, hal seperti inilah yang membuat Rio senang, yakni melihat ekspresi orang-orang yang ketakutan ketika berhadapan dengannya.

"Rio! Benny!." Tiba-tiba Rio mendengar ada seseorang yang berteriak memanggil namanya, ia kemudian menoleh ke belakang untuk melihat siapa pemilik suara itu, yang ternyata adalah Miss Diana, wali kelasnya, sementara itu nampak Tian berdiri dibelakang Miss Diana dengan wajah ketakutan.

"Cihh!'' Umpat Rio kesal. Ternyata Tian pergi untuk melaporkan perkelahiannya kepada Miss Diana. Miss Diana terlihat sangat terkejut akan tindakan Rio, pandangannya tidak terlepas dari botol beling yang masih Rio pegang dan tengah mengarah ke wajah Benny yang sudah pasrah.

Menyadari arah pandangan Miss Diana, Rio langsung melepaskan Benny, dan dengan cepat membuang botol beling tersebut ke lantai.

"Lancang sekali kamu,Rio! Ini hari pertama kamu di sekolah ini dan kamu berani berbuat seperti itu?!" Miss Diana terlihat sangat terkejut dan marah.

Rio hanya diam tanpa ada niat membela diri sedikitpun.

"Kalian berdua, ikut saya ke ruang guru,sekarang!!" Kata Miss Diana dengan geram.

***

Be Mine, Please? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang