Belum juga genap satu hari Rio menjalani skorsing di rumah, pria itu kini sudah merasakan bosan setengah mati, ia saat ini hanya berbaring di atas tempat tidur sembari menatap kosong plafon kamarnya, sementara sayup-sayup terdengar lantunan lagu milik seorang rapper ternama yang keluar dari airpods yang ia pasangkan di telinganya
Tidak akan, kuserahkan
Pada kampret yang durhaka..Eh! Salah ding, ulang!
And I know they're gonna hate
But I don't care, I barely can wait
To hit 'em with the snare and the bass
Square in the face, this fuckin' world better prepare to get laced
Because they're gonna taste my—Venom..I got that adrenaline momentum
And I'm not knowin' when I'm
Ever gonna slow up and I'm
Ready to snap any moment I'm
Thinkin' it's time to go get 'em
They ain't gonna know what hit 'emSong: Venom- Eminem.
Rio menghembuskan nafasnya secara perlahan lalu memejamkan matanya, sekelebat kejadian di kantin kemarin tiba-tiba muncul dan mulai kembali membayang-bayangi dirinya lagi.
Rio masih ingat dengan jelas betapa kerasnya teriakan si Juned saat ia merasakan sakit yang luar biasa pada jari-jarinya yang patah. Rio juga masih ingat wajah-wajah ngeri milik orang-orang yang ada di kantin saat mereka menyadari hal sadis apa yang sudah dirinya lakukan.
Dan yang terakhir, yang paling mengganggu pikiran Rio adalah mengenai reaksi Oryza saat itu, alih-alih merasa panik ataupun ngeri, gadis itu secara refleks malah mendekat kearahnya sembari meraih dan menggenggam erat tangannya, anehnya lagi, sepersekian detik kemudian wajahnya tiba-tiba terlihat kebingungan, ia kemudian melepaskan genggaman tangannya lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Rio membuka matanya dengan cepat saat ia merasakan sesuatu menyentuh ujung kakinya, pria itu lalu mengarahkan pandangan ke arah kakinya dan mendapati Anita tengah berdiri menghadapnya sembari menyilangkan tangan, sementara mulutnya bergerak-gerak seakan sedang mencoba mengatakan sesuatu.
"Hah?" tanya Rio.
Ibunya mengatakan sesuatu lagi, dan ia kembali tidak bisa mendengarnya.
"Hah?" tanya Rio lagi.
Ibunya kembali mengatakan sesuatu, kali ini sambil melotot seram, Rio secara refleks melepaskan 2 buah benda kecil yang sedari tadi mengeluarkan suara nyanyian dari masing-masing telinganya agar bisa mendengar apa yang tengah dikatakan ibunya saat ini.
"Apa ma? Kenapa? Coba ulang?" Tanya Rio setelah mendapatkan pendengarannya kembali.
"Mau sampai kapan kamu cosplay jadi seprai?" tanya Anita dengan sewot.
***
Ada dua mata pelajaran yang paling tidak Oryza sukai dimuka bumi ini, seandainya di planet mars ada kehidupan, mungkin dirinya sekarang sudah pindah kesana demi menghindari 2 mata pelajaran itu.
Mata pelajaran yang pertama adalah Penjaskes alias olahraga, karena menurut Oryza mata pelajaran itu tidak terlalu penting dan hanya membuat tubuhnya lelah saja, sedangkan yang kedua adalah fisika, yang menurut Oryza merupakan mata pelajaran yang paling rumit dan paling menguras otaknya.
Tepat dihadapannya sekarang adalah buku tugas fisikanya yang masih kosong melompong, sedangkan ada 5 soal fisika yang harus segera ia cari tau jawabannya untuk kemudian bisa ia kumpulkan besok
Sejak satu jam terakhir Oryza hanya menatap dengan pandangan sendu buku tugas fisikanya itu. Ahh sudahlah! Siapa yang mau repot-repot mengukur besaran usaha untuk memindahkan balok seberat 2kg? Toh baloknya kan bisa langsung dipindahkan pakai tangan saja.
Siapa pula yang peduli dengan kecepatan peluru yang ditembakan dari ketinggian X? Apakah jika ia mengetahui kecepatan peluru itu maka ia berpotensi mampu membasmi sindikat terorisme di dalam negeri? Entahlah.
Lebih kurang seperti itulah Oryza menanggapi tiap-tiap soal yang ada dihadapannya ini, sehingga tidak heran buku tulisnya masih kosong melompong.
"Masih belum kelar ngerjain tugas nya?" Tanya ibunya yang tiba-tiba datang menghampiri.
Oryza menanggapi pertanyaan itu dengan menggelengkan kepalanya.
"Belum ma, susah banget soal-soalnya." Tambahnya dengan nada putus asa.Mirna memberikan tatapan prihatinnya kepada anak semata wayangnya itu
"Yaudah, bentar lagi bakalan dateng orang yang akan ngebantu ngajarin kamu biar kamu bisa ngerjain tugas fisika itu, kayaknya sih bentar lagi dia sampe." Ucap Mirna kemudian.Oryza mengernyitkan keningnya.
"Mama ngedatengin guru privat?" Tanyanya heran.Mirna tersenyum lalu menggelengkan kepalanya, ia hendak memberitahu Oryza siapa orang yang ia maksud ketika tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu utama.
"Itu dia udah dateng kayaknya, kamu bukain pintu ya, trus langsung ajak dia masuk aja, mama mau lanjut bikin puding dulu." Ucap Mirna dengan cepat sembari kembali ke dapur.
Oryza dengan wajah bingung melangkahkan kaki ke ruang tamu untuk membukakan pintu bagi sosok misterius yang kata ibunya bisa membantunya mengerjakan tugas fisikanya.
Begitu pintu terbuka, seketika Oryza terkaget-kaget, gadis itu mendapati Rio berdiri tepat dihadapannya sembari menatapnya dengan tatapan dingin.
***"Rio... maaf ya, tante dan Oryza jadi nyusahin kamu buat repot-repot dateng kesini." Ucap ibu Oryza sembari datang menghampiri mereka.
Oryza langsung menoleh ke arah ibunya itu dan memberikan tatapan pilu yang bermakna 'kenapa kamu tega melakukan hal ini kepadaku, Mirna?!'
"Iya gapapa tante, kebetulan saya lagi ngga ada kegiatan juga waktu mama saya nyuruh kesini buat ngajarin Oryza pelajaran fisika." Sahut Rio sembari tersenyum kearah Mirna.
"Makasih banyak ya Rio udah mau bantuin, Oryza kayaknya memang lemah di mata pelajaran itu, pas mama kamu ngasih tau kalo kamu pernah ikut olimpiade fisika, duhh... tante jadi pengen Oryza bisa diajarin sama kamu, siapa tau kan pinternya nular ke Oryza, hehehe." Kata Mirna panjang lebar sembari cengengesan.
Oryza kini hanya bisa menunduk mendengar celotehan ibunya itu, menyembunyikan wajahnya yang kini memerah menahan malu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine, Please?
Teen Fiction[REVISI] Pria itu tertawa setelah mendengar ucapan Oryza, suara tawanya begitu renyah, nampak giginya yang putih dan berbaris rapi seolah menambah pesona yang dimiliki oleh pria itu. Seandainya saja mereka berada di situasi yang normal nan damai, Or...