Oryza sangat bersyukur bahwa diantara sekian banyak tetangganya, diantara mereka tidak ada yang bernama Cinta Laura, Maudy Ayunda, ataupun artis-artis wanita berprestasi lainnya, karena jika itu terjadi, ibunya mungkin setiap hari akan membanding-bandingkannya dengan para artis wanita itu
"Eh Ry, liat deh Maudy Ayunda anaknya bu Eka(misalnya), selalu jadi juara satu dikelasnya, kamu kapan?"
"Eh Ry, liat deh Cinta Laura, englishnya bagus banget, lah kamu.. pas tadi ditanyain sama bule yang lagi nyari alamat, kok malah kabur?!"
Hari-hari Oryza yang selalu tenang tanpa kehadiran anak tetangga yang lebih pintar darinya, ehm, Oryza dari tingkat SD sampai tingkat SMP selalu masuk dalam peringkat 5 besar di kelas, membuat Oryza tidak pernah merasakan pengalaman dimana ibunya membanding-bandingkannya dengan anak tetangga yang lain, sampai akhirnya hari-harinya yang tenang itu berakhir akibat kemunculan seorang Rio Hirata yang saat ini tengah duduk dihadapannya.
"Duh Oryza, liat deh Rio, ga sampe 5 menit dia udah dapet jawaban untuk soal-soal tugas kamu, kamu seharusnya bisa mencontoh Rio yang bla..bla..bla.." Oryza memutar bola matanya dengan malas seiring dengan ibunya yang nampaknya lebih bangga kepada anak tetangganya, alih-alih anaknya sendiri.
"Iya ma.. iya.."Respon Bella seadanya.
Rio tersenyum lalu menanggapi omongan Mirna yang tidak henti-henti memujinya.
"Tante, menurut saya Oryza juga pinter kok, pas saya ajarkan cara menjawab soal ini dia langsung paham." Ucapnya dengan nada memuji sembari menoleh sekilas kearah Oryza."Oh ya? Wah, ngga salah memang pilihan tante untuk minta tolong sama kamu buat ajarin Oryza, kamu memang sangat bisa diandalkan ya Rio.. pasti Anita bangga banget." Lagi-lagi Mirna memuji pria itu.
Oryza mendengus, dirinya sudah tidak tahan mendengar celotehan ibunya itu yang secara tidak langsung membuat Oryza tertekan.
"Mama ngga balik ke dapur lagi?" Tanya Oryza dengan suara penuh harap.
"Oalahh.. untung kamu ingetin! Mama lagi bikin vla untuk puding." ucap Mirna sembari buru-buru kembali ke dapur dengan ekspresi cemas, berbanding terbalik dengan eskpresi Oryza yang girang karena akhirnya terbebas dari gangguan ibunya.
Ekspresi girang Oryza seketika hilang ketika dirinya secara tidak sengaja melihat wajah Rio yang ternyata kini tengah menatapnya, kali ini tidak ada lagi senyuman ramah seperti yang pria itu tunjukkan saat tengah menanggapi ucapan dari Mirna tadi, Rio menatap Oryza dengan dingin, seakan tengah menunjukkan bahwa inilah sosok dirinya yang sesungguhnya pada gadis yang ada dihadapannya itu, dan Oryza mendapati dirinya ketakutan, ibarat fauna.. Rio merupakan sosok interpretasi dari seekor harimau yang buas, sementara Oryza sendiri hanyalah kelinci kecil yang tidak berdaya...
"Pssttt... thor! Kelinci kecil? Gasalah?" Tanya Oryza dengan wajah kebingungan kepada author sembari menunjuk tubuhnya sendiri.
Yaudah, ralat!
Ibarat fauna.. Rio merupakan sosok intrepetasi dari seekor harimau yang buas, sementara Oryza sendiri hanyalah kelinci besar bertubuh subur yang tidak berdaya.
"Don't you want to say something to me?" tanya pria itu kemudian (Lu ga pingin ngomong apa gitu... ke gue?)
Yup, sedari awal Rio menginjakkan kaki ke dalam rumahnya, Oryza memang sama sekali belum mengatakan sepatah katapun kepada pria itu, dan ia memiliki alasan tersendiri untuk hal itu.
Jujur, gadis itu merasa bingung dengan sosok Rio, bagaimana tidak? pria itu sejak diawal mereka bertemu saja sudah berani menunjukkan perilaku buruk kepadanya, namun entah kenapa ia kemarin menunjukkan sikap bertolak belakang, pria itu menjadi satu-satunya orang yang melindunginya dari gangguan 2 orang kakak kelas yang bahkan tidak ia kenal.
Dan sebagai imbasnya, sebagai hukuman dari pihak sekolah karena telah melakukan kekerasan berupa mematahkan jari siswa lain, Rio harus menjalani hukuman berupa skorsing selama 3 hari. Yup, Oryza juga sudah tau mengenai hal itu dari Tiar, itulah mengapa pria yang seharusnya saat ini masih berada di sekolah itu kini malah berada di dalam rumahnya dan berkutat dengan tugas fisika miliknya.
"Makasih." Oryza akhirnya membuka suara sembari memberanikan diri menatap balik sepasang mata tajam berwarna hitam pekat milik pria itu.
"Makasih karena udah nyelametin gue kemarin." Lanjut Oryza kemudian dengan suara pelan.
Rio tersenyum mengejek setelah mendengar ucapan Oryza.
"Menurut lo gue ngelakuin hal itu secara cuma-cuma?" Tanya pria itu.Oryza sempat terdiam mendengar pertanyaan itu. 'Ahh... memang ternyata orang jahat akan selamanya jadi jahat.' Oryza membatin sembari menghembuskan nafasnya, sementara raut wajahnya terlihat kecewa.
"Terus apa yang lo mau? Apa yang harus gue lakuin untuk membayar perlakuan lo ke gue kemarin?"
Pria itu sempat terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia menjawab dengan suara pelan
"Menjauh dari gue, menghindarlah sebisa mungkin bila perlu, karena semakin gue ngga ngeliat seberapa menyedihkannya lo di sekolah, maka semakin tenang hidup gue."
Oryza tertegun mendengar perkataan itu, entah kenapa hatinya tiba-tiba terasa sangat sakit, bahkan lebih sakit daripada semua perlakuan buruk yang ia terima dari Sandra, ataupun dari 2 orang kakak kelas yang membully nya di kantin.
"Asal lo tau ya.. gue ngga pernah minta lo buat ngebantuin gue, dan kalau dengan membantu gue membuat hidup lo ngga tenang... fine! gue janji gue ngga akan pernah mau nerima bantuin dari lo itu lagi." Ucap Oryza pelan, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Rio sendirian dengan sisa 1 soal fisika yang belum ditulis jawabannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine, Please?
Teen Fiction[REVISI] Pria itu tertawa setelah mendengar ucapan Oryza, suara tawanya begitu renyah, nampak giginya yang putih dan berbaris rapi seolah menambah pesona yang dimiliki oleh pria itu. Seandainya saja mereka berada di situasi yang normal nan damai, Or...