Sembilan belas

3.2K 263 3
                                    

Begitu Oryza tiba di rumahnya, gadis itu langsung melangkahkan kakinya menuju dapur tempat ibunya biasa menghabiskan waktu, eits jangan salah, ibunya Oryza menghabiskan waktu di dapur bukan untuk memasak, tapi untuk membaca buku, yup,membaca buku.

Selain tempat memasak, bagi Mirna dapur juga tempat yang mengasikkan untuk membaca, jadi jangan heran kalau buku bacaan milik Mirna banyak bekas percikan minyaknya, itu karena terkadang Mirna menggoreng ikan sembari membaca buku, sekaligus menggunakan buku bacaannya sebagai perisai agar dirinya tidak terkena percikan minyak.

Lupakan Mirna dengan segala buku-bukunya yang dipenuhi minyak itu, mari kita fokus kepada Oryza yang saat ini nampak cemberut, sementara matanya menatap sebal ibunya.

"Ma, apa benar kalau mama udah minta tolong ke Rio buat jagain Ory di sekolah?" Tanya gadis itu.

Mirna mengalihkan pandangannya sejenak dari buku tebal dengan judul 'Kajian menjadi Ibu Rumah Tangga yang Sukses dan Santun, Bonus Tips and Trik!' yang sedang ia baca itu, pandangannya kini beralih ke Oryza.

"Kamu tadi masuk rumah ngucapin salam ngga?" Tanya Mirna sembari menatap Oryza dari balik lensa kacamatanya yang nampak cukup tebal.

"Maaaa...." Oryza makin putus asa setelah mendengar pertanyaan ibunya yang random itu, bagi Oryza lupa mengucapkan salam saat masuk rumah adalah hal yang lumrah, terlebih ada hal yang lebih penting yang perlu ia bicarakan kepada ibunya itu segera.

"Kalo udah sampai rumah baiknya ngucapin apa ya Ry?" Tanya Mirna sembari kembali mengalihkan pandangannya ke buku, untuk kemudian membalik selembar halaman yang sudah selesai ia baca.

Oryza menghembuskan nafasnya, mencoba sesabar mungkin sembari mengingat-ngingat legenda Malin Kundang yang dikutuk jadi batu karena telah durhaka kepada ibunya.

"Ngucapin salam, ma." Jawab Oryza kemudian.

"Bunyi salamnya yang seperti apa yaa?" Tanya Mirna dengan santai

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarkatuh..maa, Ory udah pulang." Jawab Oryza lagi.

"Waalaikumsalam... nah itu baru bener, jangan lupa lagi ya nak." Sahut Mirna sembari mengelus-elus rambut Oryza. Ia lalu melanjutkan ucapannya kembali
"Oke, kamu mau nanya apa sekarang?"

"Apa benar kalau mama udah minta tolong ke Rio buat jagain Ory di sekolah?" tanya Oryza lagi, wajahnya kembali terlihat cemberut.

Mirna terdiam sejenak mendengar pertanyaan itu, ia tidak menyangka Oryza bakal mengetahui misinya secepat ini.

"Ayo jawab maa.." ucap Oryza dengan tidak sabar.

Perlahan Mirna menganggukkan kepalanya.
"Iya, mama memang minta tolong ke Rio buat jagain kamu." jawabnya.

Oryza nampak kecewa dengan jawaban ibunya itu
"Kenapa sih maa? Buat apa mama minta gitu ke si Kamp- ke si Rio itu? Oryza ngga butuh ma!" Oryza di sela-sela amarahnya tetap bersyukur karena masih bisa menahan diri untuk tidak memaki Rio di depan ibunya.

Mirna menghembuskan nafasnya perlahan sembari melepaskan kacamatanya, ia lalu meletakkan buku yang tengah ia baca itu di atas meja.

"Sini kamu duduk dulu." pinta Mirna sembari menunjuk kursi yang ada di hadapannya.

Oryza menurut, gadis itu langsung menghempaskan pantatnya di kursi yang ditunjuk Mirna. Seandainya kursi itu bisa berbicara, pastilah ia telah mengucapkan sumpah serapah kepada beban maha besar yang tengah mendudukinya itu.

"Mama, ngelakuin itu karena mama sayang sama kamu Ory." ucap Mirna sembari menatap lembut wajah anak perempuannya itu.

Oryza menggelengkan kepalanya mendengar jawaban dari Mirna
"Ngga ma, bukan itu caranya. Minta Rio ngejagain aku di sekolah sama aja udah nyiksa aku ma!"

"LALU MAMA HARUS GIMANA, NAK?!" Mirna membentak Oryza, hatinya sangat terluka setelah mendengar ucapan yang dilontarkan oleh anaknya itu, sementara Oryza sendiri langsung terdiam. Ia tidak menyangka ibunya akan semarah itu padanya.

"Mama harus ngapain lagi?! Mama capek nungguin kamu yang ngga pernah mau jujur sama mama tentang masalah kamu di sekolah, hati mama sakit ngeliat kamu yang diam-diam nangis di kamar, tapi kamu tau apa yang lebih menyakitkan daripada itu,Ry? hati mama lebih sakit lagi ngeliat kamu yang berusaha nutupin semua kesedihan kamu di depan mama. Oryza..mama tau kamu ngga baik-baik aja di sekolah." nampak jelas kesedihan di wajah Mirna saat mengatakan semua itu, namun di sisi lain ia merasa puas karena telah berhasil mengatakan semuanya kepada Oryza.

Oryza menggigit bibirnya, berusaha menahan diri untuk tidak menangis
'Mama tau.. ternyata mama tau semuanya..' Oryza membatin. Iya, selama ini dirinya memang merahasiakan tindakan bullying yang ia terima di sekolah kepada Mirna selaku ibunya. Tidak ada alasan khusus mengapa Oryza melakukan hal itu, ia hanya tidak ingin membuat ibunya bersedih, prinsip Oryza saat ini, cukup dirinya saja yang boleh bersedih, ibunya jangan.

"Maafin Ory ma.." setetes airmata jatuh membasahi pipi gadis itu, ia merasa bersalah karena telah membohongi ibunya.

Mirna mendekati Oryza lalu memeluk erat anak gadisnya itu.
"Mama mungkin memang ngga bisa sepenuhi ngelindungin kamu Ry, tapi mama yakin Rio bisa. Dia anak yang baik, dia pasti akan jagain kamu." ucap Mirna dengan suara pelan.

Oryza tersenyum pahit mendengar ucapan itu.
'Kenapa harus Rio? Kenapa pria jahat itu yang mama percayai?' Oryzan membatin.

"Seberapa yakin mama kalau dia bakal ngejagain Ory, ma?" Tanya Oryza dengan suara pelan.

Mirna mengusap pelan punggung Oryza sembari tersenyum
"100 persen nak, mama seyakin itu dengan Rio."

**

Entah kenapa pagi ini matahari bersinar sangat terik, dalam perjalanan Oryza menuju ke sekolah, saking teriknya sinar matahari yang menyengat kulit cukup untuk membuat Oryza berfantasi bahwa ia saat ini tengah berjalan di gurun pasir yang tandus.

'Kira-kira orang yang tinggal di gurun masih butuh kompor ngga sih buat masak? Trus kalo masih butuh, kira-kita disana ada agen tabung gas elpiji ngga yah? Trus yang dipake yang beratnya berapa? 3 kilo atau yang 12 kilo?'
Iya, Oryza memang gemar mengisi pikirannya dengan hal-hal yang tidak penting.

Saat Oryza tengah mengelap keringatnya yang menetes di kening menggunakan tisu ketika tiba-tiba terdengar bunyi klakson motor dari arah belakangnya.

"Oi!"

Terdengar suara seorang pria memanggil dengan sangat sopan dan santun.

Oryza menoleh ke belakang dan mendapati Rio tengah mengekor dibelakangnya.

"Mau nebeng ngga?" Tanya pria itu dengan singkat kepadanya

"Nggak." Jawab Oryza tidak kalah singkat.

"Mumpung gue lagi baik nih.." terdengar suara Rio lagi, kali ini dengan nada sedikit membujuk.

"Bodo amat." balas Oryza dengan keji.

Rio terkekeh mendengar respon Oryza yang begitu dingin kepadanya.

"Dasar kepala tisu." Ejek Rio sembari melirik Oryza.

"Yang bener kepala batu." Oryza langsung meluruskan sembari menatap sebal pria yang tengah mengendarai motor itu.

"Di jidat lo tuh ada sisa tisu bekas nempel."
Ucap Rio sembari menunjuk ke arah keningnya, mendengar hal itu Oryza langsung meletakkan tangannya di kening dan mendapati serpihan tisu yang kini berpindah ke telapak tangannya.

Pria itu tiba-tiba menghentikan motornya sembari merogoh sesuatu dari saku celananya, beberapa detik kemudian tangannya menarik selembar saputangan.

"Kalo mau ngelap keringat tuh pake saputangan, jangan pake tisu." Rio menyodorkan saputangan miliknya kepada Oryza.

"Nih, ambil aja punya gue." Ucapnya singkat.

***

Be Mine, Please? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang