Apa yang Bae Yoobin lihat setelah masuk ke kamar adalah seorang pria yang duduk di ranjangnya dengan wajah menghadap ke jendela. Menatap pemandangan kota Seoul dari kaca transparan apartemen lantai tiga si anak, wajahnya terlihat sendu seolah menyiratkan jika ia sekarang adalah Ayah paling rapuh di dunia; Bae Seokwang ingin anaknya itu mengerti, jika sikap sang putri padanya tadi sungguhlah menyakiti hati.
"Appa!"
Si anak perempuan menjerit tertahan. Dihampirinya sang Ayah secepat yang ia bisa dan sosok 'suami' yang baru saja berbalik sehabis menutup pintu itu diabaikan, rasa lega begitu melihat Seokwang membuka matanya benar-benar membuat Yoobin tak bisa memikirkan apapun selain memeluk satu-satunya orang tua yang ia milikki.
"Kau baik-baik saja?"
Gadis itu tahu pertanyaannya konyol; semua orang tahu Bae Seokwang bahkan sudah berkali-kali masuk UGD akibat pekerjaannya dan pingsan hanya karena hal spele begitu, sudah pasti menandakan jika Ayahnya itu memang tak baik-baik saja.
"Aku baik," kata Seokwang sambil mengelus rambut putri yang masih tak mau melepas peukannya. "Aku baik-baik saja. Jadi berhentilah merengek dan lepaskan pelukanmu..." ia pegangi tangan anak yang melingkari pinggang. "Aku tidak bisa bernapas jika kau melakukannya seerat itu."
Permintaan Seokwang dilakukan, peluknya Yoobin lepas tanpa berpindah posisi. Memandangi wajah si Ayah, ia berusaha memastikan jika perkataan Beliau benar adanya.
"Aku sungguh baik-baik saja," pria itu masih berusaha meyakinkan putrinya. Membiarkan matanya dan Yoobin saling tatap dalam diam, sebelum kemudian diputus sepihak untuk berpindah pada Winwin yang sama sekali tak bergeming dari tempatnya; lelaki itu masih diam, ia hanya memperhatikan kelakuan ayah dan anak itu. "Kenapa diam saja di situ? Kau dengar 'kan apa kata dokter soal aku yang meminta kau dan Yoobin ke sini?" Tanyanya tak dijawab. "Jadi kemarilah, duduk di sini..."
Tak langsung menuruti permintaan Seokwang, matanya memutus pandang dari 'mertuanya' untuk melirik Yoobin yang sepertinya 'tak cukup peka' dengan gelagat segan si lelaki.
"Aku itu ingin berbicara dengan kalian dan dengan kondisiku yang seperti ini, mana bisa aku berbicara keras sementara kau berdiri sejauh itu?" Tanya Seokwang, sebelum melirik Yoobin sekilas dari matanya. "Dan tidak usah takut dengan Yoobin, kalau dia marah--"
"Kenapa jadi bawa-bawa aku?!" Yoobin memutus dengan pekik tertahan, ia tatap Ayah yang saat itu sudah memelototinya; jika Seokwang berada dalam kondisi seperti biasanya, pasti gadis itu tak akan mau mengalah, tapi kali ini ia harus melakukannya, setidaknya untuk menebus rasa bersalah karena sudah membuat keluarganya jadi kalang-kabut begini. "Cepat saja kemari..." ia menghela nafas sambil menggeser diri. "Agar semuanya lekas selesai dan Appa bisa segera istirahat."
Berbeda dengan saat Seokwang meminta, perkataan Yoobin langsung dituruti oleh Winwin. Mendekat dengan perlahan, kasur yang membuat sedikit gerakan itu menandakan jika ia sudah duduk di sana dan siap mendengarkan apa yang mertuanya itu katakan.
"Ini tentang status pernikahan kalian."
Itu sesuai dugaan keduanya; tak ada lagi alasan bagi Seokwang untuk meminta Winwin dan Yoobin menemuinya jika bukan dengan niat menjelaskan hal tersebut.
"Aku tahu, pasti banyak pertanyaan yang memenuhi benak kalian-- tidak. Terutama Yoobin, karena entah bagaimana ia bisa melupakannya--"
"Kurasa aku bahkan belum masuk taman kanak-kanak saat itu. Bagaimana aku bisa mengingatnya jika masih sekecil itu?"
"Appa sangat-sangat minta maaf untuk itu..." itu jelas bukan Seokwang yang biasa; pria keras kepala itu bukanlah orang yang mau mengakui kesalahannya. "Tapi semua ini terjadi atas permintaan ibumu, Yoobin-ah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Marriage
FanficIa bahkan tidak mengenal siapa lelaki yang diperkenalkan ayahnya sebagai Dong Sicheng ini, tapi kenapa tiba-tiba saja Beliau bilang jika dia adalah suaminya? Dan lagi-- Bagaimana Yoobin bisa tidak mengingat apapun soal pesta pernikahan yang seharusn...