04.Toxic Friendship

185 92 41
                                    

Jarum jam menunjukkan angka tujuh lewat seperempat, tapi Davira masih berada di bawah selimut. Dia tak perduli dengan suara pintu yang sedaritadi diketuk Bi Inah, ia masih mengantuk karena baru tidur tiga jam lamanya akibat Pulang terlalu larut semalam.

"Gue gak mau sekolah ajalah hari ini, ngantuk." gumam Davira masih memejamkan matanya. Selimut ditarik hingga menutupi seluruh tubuh, karena cahaya matahari mulai menerobos masuk dari celah-celah tirai jendela.

"Non, bibi masuk, ya!" suara Bi Inah naik beberapa oktaf. Wanita paruh baya itu harus membangunkan Davira agar tidak bolos sekolah hari ini, kalau tidak, bisa gawat nanti kalau Ayah Davira tahu.

Bi Inah masuk ke kamar Davira, ia menuju ke arah jendela dan membuka tirainya, tak lupa jendela yang terbuat dari kaca juga ikut dibuka. Untuk beberapa saat, Bi Inah menikmati suasana pagi dari balkon kamar Davira, lalu kembali menuju ranjang untuk membangunkan majikannya.

"Non, bangun! Ini sudah siang, loh. Nanti telat." tutur Bi Inah sambil menyingkap selimut yang digunakan Davira, tapi dengan sigap Davira mengambil kembali selimut itu dan menutupi wajahnya.

Davira merasakan usapan lembut di puncak kepala, ia jadi ingat dulu wanita yang melahirkannya selalu melakukan itu setiap pagi. Tak sadar, air mata keluar dari pelupuk matanya meski terus dipejamkan. Namun, ia segera menghapusnya dan membuka mata perlahan.

"Iya, Bi. Vira bangun, kok, 'kan masih bernapas. Jadi, mana mungkin Vira gak bangun-bangun lagi." ucap Davira lalu mengubah posisi menjadi duduk. Dia tersenyum ke arah Bi Inah, senyum yang tulus dan penuh arti.

"Kamu ini, ya, masih pagi sudah ngelantur aja. Sana, gih, mandi." ujar Bi Inah lalu mencolek hidung mancung milik Davira.

***

"Ohayou gozaimasu!" Teriakan Davira memenuhi isi ruangan, Bi Inah yang masih sibuk di meja makan sempat terkejut karena tiba-tiba ada suara sapaan yang begitu nyaring.

Dengan langkah semangat, Davira menuju ke tempat dimana Bi Inah berada. Dia sudah lapar, dan ingin segera makan. Untung saja Bi Inah membuatkan nasi goreng kesukaannya, jadi dia bisa makan dengan lahap pagi ini. Soal rasa, jangan diragukan lagi.

Ditemani segelas susu hangat, Davira menyantap nasi goreng yang sudah dicampur dengan bakso, sosis, dan beberapa sayuran. Sejujurnya, dia tidak terlalu suka minum susu, tapi karena bujukan dari Bi Inah yang tak mau berhenti, maka dari itu ia lakukan saja.

"Bi, tolong buatin lagi ya, mau buat bekal." ujar Davira dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, alhasil ia tersedak dan terbatuk-batuk. Gadis bermata cokelat itu langsung menyambar gelas yang berisi air dan meneguknya hingga menyisakan setengahnya saja. Napasnya tersengal-sengal, dan hidungnya terasa perih karena butiran nasi keluar dari sana.

"Astaghfirullah, Non, kalau makan itu pelan-pelan. Kalau masih ada makanan di mulut, ditelan dulu baru ngomong." cecar Bi Inah. Nada bicaranya sangat lembut dan penuh perhatian, membuat Davira langsung patuh dan mengangguk.

***

"Tega banget si Bapak ngehukum gue. Gak tahu apa, perjuangan gue ke sekolah tepat waktu itu gimana? Ck!" Gerutu seorang gadis yang mulai bosan dengan kegiatannya. Sedaritadi, dia hanya hormat di bawah sinar matahari.

Yah, dia dihukum oleh guru sejarah sekaligus wali kelasnya sendiri, Pak Adam. Itu karena Davira terlambat, mulai dari bel berbunyi hingga masuk jam pelajaran Pak Adam. Menurut Davira, gurunya itu terlalu menyebalkan karena kedisiplinan. Davira hanya terlambat semenit saja, tapi langsung disuruh ke lapangan untuk hormat.

"Ekhem," tanpa disadari, ternyata Pak Adam sudah berdiri tidak jauh dari tempat dimana Davira berada. Tak sampai di situ, ia kembali melangkah mendekati muridnya yang terlalu cantik itu, iya, cantik cara berbuat onarnya.

"Eh, Bapak." Davira tersenyum kikuk menyadari kedatangan orang yang s memberinya hadiah spesial pagi ini.

"Nggak usah ngoceh, lagian kalau jam segini matahari bagus untuk kesehatan." ungkap Pak Adam. Dia merasa bangga dengan diri sendiri karena sudah membuat Davira menyerap vitamin D yang baik untuk tubuh.

"Kalau begitu, Bapak juga ikut, dong. 'Kan kata Bapak baik untuk tubuh." ucap Davira menantang. "Sini Pak, dekat saya aja." imbuhnya sambil menunjuk ke samping, berharap Pak Adam akan ke sana dan berdiri juga.

"Ya ampun, tu guru kejam amat ke gue. Masa cewek cantik disuruh hormat kek gini. Gak liat apa di sini panas banget kek di dekat neraka?" Gerutu Davira kembali mengangkat tangannya untuk kembali hormat. Sungguh, Pak Adam terlalu kejam untuk menjadi guru. Dia 'kan cuma terlambat semenit saja, tapi kenapa hukumannya sampai empat jam pelajaran?

Kantin sekolah penuh dengan warga yang kelaparan, tak terkecuali Davira. Hukumannya sudah berakhir karena bel yang berbunyi. Berbeda dengan murid yang lain jajan di kantin, ia membawa bekal sendiri dan juga air minum, katanya agar lebih higienis.

Di kursi paling pojok, Davira duduk dengan beberapa perempuan yang semalam ia temani ke club. Tampak sekali jika mereka lelah, lihat saja matanya yang memerah karena kurang tidur. Seperti biasa, jika mereka makan di kantin pasti Davira yang membayarnya, itu karena permintaan mereka. Davira mengiyakan bukan karena dipaksa atau diancam, tapi itu kemauannya sendiri. Hitung-hitung beramal dengan mereka, lagian uang yang dimilikinya tak tahu harus diapakan.

"Vir, ntar malem ke sana lagi, yuk! " Seru Luna bersemangat. Matanya tak lepas dari Davira yang sibuk melahap bekal buatan Bi Inah.

"Hm," gumam Davira sambil terus memakan nasi gorengnya. "Bayar sendiri kalau mau minum, gue lagi mau hemat. " imbuhnya sambil menatap Luna dan yang lainnya secara bergantian. Jelas sekali jika mereka kecewa, lihat saja ekspresi yang murung dan seperti tak bertenaga..

"Pelit banget sih, Vi. Lo 'kan orang kaya, jadi berapapun uang yang lo keluarin pasti gak akan buat lo bangkrut. Iya gak guys?" ujar Nadine yang kemudian diangguki yang lainnya, kecuali Davira. Mereka tidak tahu jika Davira mulai merasa tak nyaman berada di sana, jelas sekali itu menampakkan jika mereka ingin memeras Davira.

Bruk!

Semua mata tertuju ke meja Davira, sedangkan Luna, Nadine, dan dua orang lainnya yang semeja dengan Davira kaget melihat perlakuannya barusan.

Davira berdiri dan meraih kerah baju Nadine, "Jangan pikir gue gak tahu pikiran busuk lo semua. Gue emang kurang cerdas, tapi soal pertemanan gue tahu mana yang tulus sama mana yang modus." ucap Davira memelankan suaranya, tapi masih mampu didengar orang di meja itu.

"Kayak kalian. " Jari telunjuknya menunjuk keempat gadis di depannya lalu meraih kotak bekal dan juga botol air minum. Dia meninggalkan kantin dan memilih untuk ke kelas.

Next?

Davira'S Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang