06.Ayah Pulang

147 72 19
                                    

Langit berwarna gelap tanpa ditaburi bulan ataupun bintang, angin dingin semakin menyergap membuat suasana menjadi seram. Suara burung hantu, dan katak tak pernah lupa untuk absen di malam hari. Malam ini, suasana menjadi berbeda dengan malam sebelumnya, ini adalah malam yang terasa mencekam seluruh tubuh.

Bangunan yang telah lama terbengkalai dengan lorong panjang dan gelap menjadi tempat favorit untuk uji nyali, apalagi ada warna mitos yang beredar di dalamnya. Di tempat ini sangat sunyi, bahkan jika katak bersuara, pasti akan terdengar jelas. Suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong, bahkan memenuhi setiap ruangan yang dilewatinya.

Seorang gadis berjalan menyusuri lorong yang lembab itu, tidak ada rasa takut ataupun ragu dalam setiap langkah yang diambilnya. Langkahnya semakin terdengar cepat saat sudah menemukan cahaya yang berada di ujung lorong, tempat anak gang untuk berkumpul. Di dalam sana, dia bisa melihat botol alkohol berserakan, tak lupa asap rokok yang berpadu dengan asap api dari tong sampah yang berbahan besi yang sengaja mereka nyalakan.

Davira semakin mendekati segerombolan wanita yang ada di sana, dilihat dari wajahnya umur mereka hanya beda beberapa tahun saja dengan Davira, mungkin seperti anak kuliahan. Tanpa aba-aba, gadis yang menguncir rambut itu langsung menyerang mereka. Kursi kosong yang dilempar menjadi alat utamanya untuk membuat pernyataan perang.

Perkelahian tak dapat dihindari lagi, malam yang memiliki hawa dingin berubah panas dengan aksi mereka. Dua puluh lawan satu, Davira sendiri dan mereka dua puluh orang. Nyari mati!

Pukulan demi pukulan masih bisa diimbangi Davira, itu karena kondisi mereka yang berada di bawah pengaruh alkohol; mabuk. Namun, tanpa disadari dari sisi berlawanan, seseorang dari mereka berhasil memukul bahu Davira membuat gadis itu menoleh dan menerjang wanita yang sudah memukulnya.

Pertarungan mereka semakin panas. Sudah banyak yang terluka, tapi, tidak ada yang meninggalkan perkelahian itu. Davira yang sudah oleng dan mendapatkan luka juga tak memudarkan niatnya untuk terus meladeni bogeman dari lawannya. Hingga salah satu dari mereka mengatakan jika mendengar sirine polisi. Pertengkaran diakhiri dengan luka yang didapat Davira lebih banyak.

Dengan langkah tertatih, Davira menuju ke motor kesayangannya. Helm berwarna hitam dengan garis merah menutup kepala gadis yang berjaket hitam. Kendaraan roda dua itu melaju diatas rata-rata, dia tak takut jatuh apalagi dikejar polisi. Ini hobinya, dan tidak ada yang bisa melarangnya. Jika mau, dia akan lakukan, dan jika tidak, jangan harap akan mendapat respon darinya.

***
"Ya Allah, Davira!" Bi Inah yang baru saja membuka pintu terkejut melihat keadaan Davira yang tidak baik-baik saja. Wanita itu memapah Davira menuju ke kamarnya, tidak ada penolakan dari gadis itu karena memang dia merasa badannya lelah sekali sehabis olahraga.

"Ya Allah, kenapa bisa kayak gini? Kamu berantem lagi?" suara Bi Inah selalu saja lembut dan penuh perhatian, dia juga selalu khawatir dengan gadis yang sudah terbaring di ranjang. Tangan rapuhnya mengoleskan obat ke luka Davira setelah dibersihkan menggunakan air hangat.

Mata Davira terpejam, dan sudah menjelajahi alam mimpi sejak Bi Inah membersihkan lukanya. Wajahnya tampak lelah dan penuh dengan beban. Semua masalah yang dihadapinya sungguh diluar kemampuannya, untung saja masih ada orang seperti Bi Inah yang mau menjadi tempatnya berkeluh kesah, jika tidak! Dia tidak tahu bagaimana kehidupannya sekarang.

Setelah memberikan obat, Bi Inah membuka kuncir rambut Davira dan membuka sepatu serta kaos kaki yang masih dipakai gadis itu. Dia juga memakaikan Davira selimut sampai di dada. Bi Inah lalu keluar membiarkan Davira beristirahat.

***
"Pagi, Bi!" teriakan Davira menyadarakan Bi Inah dari kegiatannya. Saat ini, perempuan itu kini tengah menyiapkan sarapan untuk Davira, dan juga majikannya yang baru datang dari luar kota.

Davira'S Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang