Mobil hitam melaju meninggalkan pepohonan yang berdiri kokoh, juga rumah-rumah sederhana yang berjejer rapi. Penghuni di dalamnya tidak saling bicara entah karena apa, tetapi yang pastinya bukan karena marahan.
Gadis yang acap kali mencuri-curi pandang pada sang pengemudi, tidak pernah berhenti untuk menebar senyum. Kadang jika tertangkap basah, ia menglum bibirnya ke dalam agar senyum itu tak terlihat. Ah, jadi seperti ini yang namanya malu-malu mehong?
"Mmm ... Bang," bisik gadis itu memanggil si pria.
Suara yang terlalu kecil dan lebih cocok disebut lirihan tidak menghasilkan apapun, bahkan pria itu tidak menoleh sama sekali karena tidak mendengar suara panggilan.
Davira menghela napas lalu membuangnya kasar. Ia kemudian mengulangi memanggil lelaki kumis tipis yang berada di sampingnya. Sayangnya, tanggapan yang diberikan tak sesuai ekspektasi gadis itu. Zahran hanya berdehem tanpa menoleh dan lebih memilih fokus ke jalanan.
"Tumben si bawel nggak ikut?" Davira kembali memecah keheningan yang terjadi cukup lama.
"Si bawel? Siapa?" lelaki itu mengernyitkan dahi bingung, sambil menoleh sedikit ke Davira.
"Calon kakak ipar Lu, Bang." ujarnya santai tanpa merasa bersalah. Bibirnya kembali tersenyum setelah mengucap kalimat bucin itu, meski ada bumbu kepedean di dalamnya, tapi soal keseriusan jangan ditanyakan lagi.
"Hah? Siapa? Memangnya saya sudah punya calon apa?" jelas jika pria itu heran. Mengapa Davira mengatakan calon kakak ipar? Padahal sampai sekarang dirinya masih setia untuk menyendiri.
"Nada Hayatun Nisa," ucap gadis itu diselingi senyum lebar yang kemolekan wajahnya. menambah
"Ngawur."
***
Mobil telah memasuki halaman rumah, seperti biasa para pengendara akan disambut dengan tanaman-tanaman terawat dan tertata rapi. Sang pengemudi membunyikan klakson sekali, lalu mematikan mesin mobil dan mengajak Davira turun.
"Assalamu'alaikum!" ucapan salam disampaikan saat berada di ambang pintu, berharap tuan rumah keluar menyambut mereka.
"Wa'alaikumsalam..." tak lama kemudian keluarlah wanita berhijab yang sangat dikenal Davira, siapa lagi kalau bukan ustadzah bawel plus nyebelin.
Senyuman yang selalu menghiasi wajahnya kembali terpancar saat melihat dua orang yang ditunggu sedaritadi. Ia khawatir jika nanti Davira tidak ingin diajak pulang dan menghilang dari mereka.
Ustadzah Nada sudah tahu pokok permasalahannya saat bertanya ke Umah karena tidak melihat Davira hingga larut malam. Pada saat itu juga fakta baru diketahui olehnya karena ternyata gadis yang baru saja menjadi salah satu santri di tempatnya mengajar adalah anak kandung dari Ibu tirinya.
Semua orang terkejut mendengar hal itu, tapi disisi lain mereka senang karena akhirnya Umah bisa bertemu dengan Davira setelah sekian lama memendam rindu yang teramat sangat.
Kecemasan yang mereka rasakan kemarin malam karena kabar hilangnya Davira itu nyata, bahkan Umah sampai tidak makan hingga sekarang tubuhnya menjadi lemah. Wanita paruh baya itu sepertinya sakit karena kelelahan dan terus memikirkan putri satu-satunya itu.
"Alhamdulillah, kamu udah pulang, Vi. Ayo masuk. Umah udah nunggu di kamar." kata ustazdah Nada sambil meraih tangan gadis yang masih menampakkan wajah malas.
Untunglah tidak ada pemberontakan dari Davira, dan mengikuti arah jalan ustadzah Nada. Mereka masuk ke dalam kamar yang sebelumnya sudah meminta izin pada pemilik kamar itu, sedangkan Zahran tidak ikut masuk ke kamar karena Umah yang katanya melepas hijab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Davira'S Story [END]
Fiksi RemajaMenjadi seorang wanita bukanlah sesuatu yang bisa membuat aktivitas terbatas, jika bertingkah layaknya seorang lelaki bukanlah suatu masalah memang. Yang jadi masalah itu sikap yang benar-benar menduplikat seorang pria. Itulah Davira, yang namanya...