Adira berjalan melewati koridor sekolah. Saat ia sedang fokus-fokus nya berjalan, tatapannya mengarah kepada dua orang berbeda jenis kelamin yang juga tengah berjalan dari arah berlawanan. Adira tersenyum menatap sang cowok. Tapi senyumnya berubah ketika ia menatap seorang perempuan yang menggandeng lengan kekasihnya. Mereka berdua adalah Erland dan… Chesa.
"Hai Erland!" sapa Adira ramah.
Erland diam tanpa mengucap sepatah katapun. Begitu juga dengan Chesa yang semakin mempererat pegangan tangannya pada pergelangan tangan Erland seakan-akan cowok itu adalah miliknya.
"Udah pulang dari Australia nya? Kok nggak ngabarin aku? Aku nggak penting ya buat kamu sampe nggak ngabarin aku sama sekali?" Adira kembali bersuara tapi tidak dengan Erland. Cowok itu tetap saja diam tanpa menggubris ucapan Adira.
"Kok diem? Gimana di Australia nya? Kayanya betah banget ya sampe kamu nggak peduli sama orang yang hampir sekarat?" Adira tersenyum paksa hingga senyuman itu berganti menjadi datar.
"Kamu kenapa sih Erland? Aku ada salah? Kalo emang ada, bilang! Jangan kaya gini caranya!" ujar Adira kesal.
Beralih ke Erland. Dalam hati, cowok itu mengutuk dirinya sendiri karena bingung harus berbuat apa. Sejujurnya ia sangat merindukan Adira. Ia ingin sekali memeluk gadisnya erat. Tapi rasanya itu tidak mungkin. Erland tidak mau membuat Adira sakit hati untuk kesekian kalinya.
"Ayo Erland, katanya mau langsung ke kelas. Kamu belum nyatet materi yang ketinggalan, kan?" tanya Chesa. Ia menarik lembut pergelangan tangan Erland untuk menuju kelasnya.
Adira tertegun mendengar Chesa memanggil Erland dengan gaya bicara aku-kamu. Erland juga diam tanpa melarang Chesa memanggilnya dengan sebutan kamu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Erland kembali berubah setelah kepulangannya bersama Chesa dari Australia?
"Kasian deh! Utututu makanya jadi cewek jangan murahan!" Nanda mendorong tubuh Adira hingga membuat gadis itu hampir terhuyung. Entah darimana asalnya, tiba-tiba dua penghuni list BK SMA Trisatya bisa berada disini.
"Oww! Sakit gak? Sakit gak? Sakit lah, masa nggak!" sahut Clara.
Tatapan Adira beralih pada Erland yang juga tengah menatapnya dari ujung koridor. "Kenapa kamu diem aja, Erland? Bahkan, di saat aku di bully kaya gini kamu tetep diem?" batin Adira menjerit tertahan.
Adira memilih untuk pergi dari koridor tersebut. Sebelum benar-benar pergi, Adira menatap balik Erland dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.
Sementara itu, Erland yang sedari tadi melihat Adira di bully hanya diam membisu. Katakanlah saja Erland itu pengecut. Apa yang sebenarnya terjadi pada cowok itu? Kenapa seakan-akan Erland berusaha diam meski banyak orang-orang yang membully gadisnya?
Erland melepas pergelangan tangan Chesa yang berada di pergelangan tangannya. "Lepas, Sa. Gue masih ada urusan, lo bisa ke kelas duluan."
"Urusan apa? Adira?"
Erland diam.
"Erland inget ya---"
"I know, stop saying that!" sela Erland cepat.
Chesa tersenyum ke arah Erland. "Bagus kalo kamu tau. Ya udah aku ke kelas duluan. Jangan lupa sama kata-kata aku barusan!"
"Hm."
°°°
"Aku nggak mau kamu terluka lebih dalam lagi karena aku, Ra."
Saat ini Erland berada di rooftop. Ia menatap ke arah lapangan dengan kedua tangan ditumpukkan ke pembatas rooftop. Pikiran Erland berkecamuk memikirkan suatu hal yang menurutnya sangat-sangat membebani pikirannya. Erland bingung harus melakukan apa sekarang. Erland kira, kepergiannya ke Australia tak berdampak apa-apa. Tapi ternyata perkiraan nya salah besar. Banyak hal yang menjadi beban pikiran Erland saat ia berada di Australia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana Hujan [completed]
Teen Fiction"Aku itu ibaratkan hujan, dan Erland adalah buminya. Hujan selalu kembali ke bumi meski telah dijatuhkan berkali-kali. Tapi, akan ada saatnya kemarau menggantikan hujan. Disaat itulah, hujan akan pamit pergi dari bumi. Ini adalah gambaran, dimana a...