31 - Memilih pergi ?

9.6K 642 72
                                    

SEBELUM BACA, ALANGKAH BAIKNYA SIAPKAN TISU BUAT JAGA-JAGA AJA SIH😁🙏

VOTE KOMEN PLEASE❤️
Jujur, nulis part ini kaya berat banget. Kalo vote komen nya sedikit parah banget si😭

-
"Maaf harus pergi dengan menyisakan luka yang tak akan sembuh."

-

Seorang laki-laki bermarga Dinata itu mengepulkan asap rokok ke udara. Erland, laki-laki itu berdiri di pembatas balkon kamarnya sembari memandangi rintikan hujan yang mengguyur kota Jakarta dengan sangat derasnya. Kala hujan seperti ini, ingatan Erland mengarah pada gadis cantik yang namanya masih tersimpan didalam hatinya yang terdalam. Sedang apa gadis itu ketika hujan begini? Adira sangat menyukai hujan. Tentu saja Erland menebak Adira pasti sedang menatap berbinar ke arah jendela. Memandangi tetesan air yang membasahi jendela kamarnya.

Erland tidak lupa akan hal itu. Hujan, satu hal yang sangat Adira sukai. Bahkan, gadis itu sering menjuluki dirinya sendiri dengan sebutan Hujan. Filosofinya begini, hujan selalu turun ke bumi meski telah dijatuhkan berkali-kali. Sama halnya Adira yang selalu kembali ke Erland meski berulangkali dilukai oleh laki-laki ini.

Jika memang Adira adalah hujan, kenapa dia tidak kembali lagi ke bumi? Bumi membutuhkan hujan. Bumi ingin hujan secepatnya kembali.

What? Erland, ayolah. Adira sudah bukan siapa-siapa mu lagi. Lupakanlah apa yang memang seharusnya kamu lupakan! Ataukah melupakan Adira merupakan hal mustahil dalam hidupnya?

Erland kembali menghirup sebatang nikotin hingga kepulan asap mengepul bersamaan dengan udara malam ini. Sejujurnya, Erland bukan tipe laki-laki yang kecanduan akan sebatang nikotin tersebut. Rokok merupakan pelampiasan seorang Erlando Angkasa Dinata ketika dirinya sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Lantas, apakah merokok menjadi pertanda bahwa kepergian Adira dalam hidup Erland membuat laki-laki itu hancur?

Lagi dan lagi, pikirannya sama sekali tidak terlepas dari Adira. Kapan nama Adira bisa hilang dari pikiran Erland? Laki-laki ini masih mencintai Adira. Mau sampai kapanpun, Erland tidak mungkin dapat melupakan gadis itu. Selamanya.

"Kamu udah nggak butuh aku lagi, Ra. Kamu pantes bahagia dan bahagia kamu bukan sama aku," monolognya.

"Aku hanya bisa memberi kamu luka. Beda sama Arka yang mampu memberimu bahagia." Arka? Oh ya. Adira berhak bahagia bersama Arka. Laki-laki itu jelas lebih pantas untuk membahagiakan Adira.

"Erland, Bunda masuk ya?"

Teriakan Alona dari luar pintu kamar membuat Erland membuyarkan lamunannya. Cowok itu mengusap kasar sudut matanya yang berair. Lemah! Kata itulah yang mungkin bisa mendeskripsikan Erland sekarang.

"Erland, kamu ngerokok? Bunda kok nyium bau asap rokok?" Pertanyaan beruntun Alona lontarkan pada anak semata wayangnya itu. Wanit paruh baya yang masih terlihat awet muda mengendus-endus pakaian yang dikenakan oleh Erland.

"Erland jawab Bunda!" tegas Alona.

"Maaf, Bun." Erland tertunduk. Merasa bersalah karena telah membuat Alona kecewa. Alona selalu melarang Erland untuk tidak menjadikan rokok sebagai pelampiasan.

"Tentang Adira?" tembak Alona tepat sasaran.

Erland mengangguk pelan. "Erland udah nggak ada hubungan apa-apa lagi sama Adira, Bun. Semuanya udah berakhir. Nggak ada yang bisa diperbaiki lagi."

"Terus, apa langkah kamu selanjutnya?"

Erland mengalihkan pandangannya menatap gelapnya langit malam. "Erland udah memutuskan untuk pergi dari kehidupan Adira. Erland nggak mau membuat Adira terluka lagi."

Laksana Hujan [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang