Hari ini adalah hari dimana seluruh siswa-siswi SMA Dinata akan dinyatakan lulus atau tidaknya dari sekolah yang selama 3 tahun ini menemani pendidikan mereka. Berbeda dengan teman-temannya yang datang bersama orangtuanya masing-masing, Adira justru datang di hari kelulusan tanpa orangtua kandungnya.
Adira bergegas menuruni mobil Arka ketika matanya tidak sengaja menangkap sosok Gilsha, sahabatnya.
"Gilsha!" panggil Adira kencang.
Saking fokusnya ingin menemui sahabatnya itu, Adira tidak sengaja menabrak seorang wanita yang juga berjalan berlawanan arah.
"Kalo jalan, kaki sama matanya dipake! Sama orang tua nggak ada sopan santunnya kamu! Nggak diajarin sama orang tuanya pasti!" geram wanita itu.
Padahal, Adira tidak sepenuhnya bersalah. Salah sendiri wanita itu terlalu sibuk dengan tas branded yang dijinjingnya sehingga tidak fokus ke jalan.
"Maaf tante, saya benar-benar nggak sengaja. Tadi saya buru-buru mau nemuin sahabat saya," ujar Adira. Ia tahu ia salah, tapi tidak seharusnya wanita itu membawa-bawa orangtuanya. Adira paling sensitif jika seseorang membicarakan tentang orangtuanya.
"Ya udah sih tante, lagian sahabat saya juga udah minta maaf. Tante nya aja yang lebay! Harusnya tante fokus ke jalan, bukan fokus jinjing tas branded nya!" sindir Gilsha berhasil membuat wanita itu terdiam.
Jangan lupakan bahwa Gilsha terkenal sebagai sosok perempuan yang jutek juga omongannya yang begitu pedas.
"Nggak usah ikut campur! Heh kamu yang nabrak saya, sujud kamu di kaki saya!" suruh wanita itu pada Adira. I
"Ada apa ini, mih?"
Seorang laki-laki paruh baya dengan setelan jas rapih datang lalu merengkuh pinggang wanita yang tadi memarahi Adira. Kalau dilihat dari sikapnya, sepertinya mereka sepasang suami istri.
"Papa?" beo Adira begitu melihat wajah pria itu dengan teliti.
Papanya. Ya, dia papa Adira dan Gerald. Tidak salah lagi karena wajahnya sungguh mirip dengan laki-laki yang ada di foto keluarganya.
"Papa? Maksud lo dia papa kandung lo sama Gerald?" tanya Gilsha memastikan.
"Iya, papa Gavin? Papa datang ke sini buat menghadiri acara kelulusan aku sama kak Gerald, kan?"
Adira baru saja ingin mendekat tetapi pria paruh baya bernama Gavin Marciano itu justru menghindar. Tatapannya datar seolah menolak Adira untuk mendekatinya.
"Saya tidak kenal kamu! Saya juga ke sini bukan untuk menemui kamu. Saya ke sini untuk menemui putri saya satu-satunya!" tegas Gavin tak terbantahkan.
"Pa… Adira putri papa. Papa ninggalin Adira di panti asuhan waktu papa mau ke Australia sama selingkuhan papa! Papa juga ninggalin kak Gerald dan mama di saat mama lagi sakit!" Adira tetap berusaha menyakinkan bahwa ia dan Gerald adalah putra dan putri dari Gavin Marciano.
"Anak saya cuma satu, dan itu bukan kamu maupun kakak kamu!" tegas Gavin lagi.
"Kita bukan anak dari pria bajingan ini, Ra. Dia bukan papa kita. Dia laki-laki pecundang yang rela ninggalin istri dan dua anak kandungnya demi pergi keluar negeri sama selingkuhan dan anak yang bukan darah dagingnya sendiri!"
Plak
"Kak!"
"Gerald!"
Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi kiri Gerald. Keras sekali hingga pipinya terlempar ke samping. Adira menatap tajam sosok pria kasar dihadapannya itu.
"Adira benar-benar nggak nyangka sama papa. Sama anak kandungnya sendiri bisa ngelakuin hal kasar kayak tadi. Asal papa tau, bahkan almarhum papa tiri Adira jauh lebih baik dari papa kandung Adira sendiri," tutur Adira, sengaja memancing emosi Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana Hujan [completed]
Teen Fiction"Aku itu ibaratkan hujan, dan Erland adalah buminya. Hujan selalu kembali ke bumi meski telah dijatuhkan berkali-kali. Tapi, akan ada saatnya kemarau menggantikan hujan. Disaat itulah, hujan akan pamit pergi dari bumi. Ini adalah gambaran, dimana a...