34 - Sebuah fakta

5.7K 439 22
                                    

Halo!!
Seperti biasa, update buat temenin kalian yang malming nya cuma rebahan sambil nunggu notif mas crush☺️🙏

Vote komen dlu atuh
Ga susah kok pencet bintang🙂
Klo gamau update nya lama ya bisa lah vote komen nya banyakin hehe:)

°°°

Sore hari setelah pulang sekolah Adira langsung menuju rumah sakit untuk menjenguk Erland. Adira sangat berharap laki-laki itu segera sadar dari koma nya agar dapat beraktivitas seperti sedia kala. Jika ditanya apakah Adira merindukan Erland atau tidak, tentu jawabannya iya. Adira sangat merindukan sosok Erland.

Setelah tiba di depan pintu ruangan Erland mendapat perawatan medis, Adira melihat Alona--bunda Erland baru saja keluar dari ruangan.

"Bunda." Adira mencium punggung tangan Alona sopan.

"Adira, udah pulang sekolahnya?"

Adira mengangguk seraya tersenyum menanggapi pertanyaan Alona. "Udah, Bunda. Bunda kok keliatan capek banget, bunda istirahat di rumah ya. Kasian bunda pasti capek semaleman jagain Erland. Biar Adira yang gantiin bunda buat jagain Erland disini."

"Bunda nggak papa kok, sayang. Makasih udah khawatir sama bunda."

"Ada yang mau bunda tanyain sm kamu boleh?" tanya Alona dengan ragu.

"Tanya apa, bunda? Sebisa mungkin Adira jawab kok."

"Kamu masih ada rasa sama Erland?"

"Kalo ditanya kaya gini, perasaan ini masih ada, bunda. Dan nggak akan pernah hilang sampai kapanpun," jawab Adira dengan penuh keyakinan.

Alona meletakkan kedua telapak tangannya pada sisi kanan dan kiri bahu gadis itu. "Kamu coba, ya?"

"Maksud bunda apa?"

"Kamu harus bisa lupain Erland. Bunda pengen yang terbaik buat kamu."

"Bunda kok ngomong gini? Adira nggak ngerti maksud bunda." Jujur, Adira sama sekali tidak dapat memahami permintaan Alona sekarang. 

Bukannya dulu Alona sangat mendukung hubungannya dengan Erland? Lantas kenapa sekarang justru sebaliknya?

"Bunda bilang kayak gini karena bunda nggak mau kamu terluka lagi. Jadi bunda minta kamu buat lupain Erland, ya? Kamu berhak dapat kebahagiaan dari orang lain selain dari Erland," tutur Alona.

"Ya udah bunda pulang ya, bunda titip Erland sama kamu."

Alona mengusap puncak rambut Adira lalu berjalan meninggalkan rumah sakit. Sementara itu, Adira masih tetap tidak bergeming dari tempatnya berdiri. Ia masih berusaha mencerna kalimat yang Alona lontarkan padanya. Tidak mau ambil pusing dengan banyak pertanyaan yang bersarang di otaknya, ia memilih masuk ke dalam ruangan untuk menemui Erland.

Adira menarik kursi dan duduk sembari menatap laki-laki yang masih setia terbaring koma di brankar rumah sakit tersebut.

"Hai Erland. Belum bangun juga? Bangun dong. Banyak hal yang mau aku tanyain sama kamu. Maksud bunda kamu apa? Nggak biasanya bunda kaya gini. Bukannya bunda selalu pengen kita punya hubungan lagi? Tapi sekarang apa? Bunda justru nyuruh aku buat lupain kamu." Adira membawa telapak tangan Erland agar berada di pipinya.

"Percaya nggak percaya, melupakan bukan perkara yang mudah buat aku, Land. Meskipun punya hubungan sama kamu rasanya sakit, tapi aku akan lebih sakit kalo nggak sama kamu."

"Cepet sembuh, Erland. Dulu kamu bilang mau memperbaiki hubungan sama aku, kan? Aku mau memperbaiki itu sama kamu. Kita pasti bisa bahagia tanpa ada campur tangan orang lain."

Laksana Hujan [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang