13

5.2K 680 127
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.


Hujan jatuh membasahi bumi, bak ikut menangisi kepergian Pak Raden yang kini tidur lelap dipeluk bumi. Pak Raden sudah pergi, meninggalkan Jaemin sendirian menghadapi dunianya yang begitu rumit dan memilukan, Pak Raden sudah pergi tak lagi sanggup menjadi kawan berbagi tawa dan tangis di atas jalanan aspal setiap hari.

Lalu dua manusia tengah berdiri dibawah payungan halte, tengah berkelit pada pemikirannya masing-masing.

Jeno berdiri masih menatap ponsel yang lagi-lagi berbunyi, 'Ding... Ding... Ding... Nomor yang ada tuju tidak terdaftar, mohon periksa kembali Ding Ding Ding' beberapa kali lalu kemudian layarnya meredup dan panggilan terputus. Sedang Jaemin, tangan yang awalnya berusaha meraih ponsel tersebut kini membeku bersama hujan yang mengirimkan rasa dingin.

"A...aku... Anu kak... Ak..." Lidah Jaemin kelu, tak tahu harus menjelaskan apa dan dari mana, dan menjelaskan apa. Menjelaskan ia yang aneh?

Brukkk

Pernik Jaemin membulat kala sebuah pelukan ia dapatkan, hangat secara tiba-tiba menjalar hingga pada hatinya yang dingin "K...kak?" Ia mendongak, menatap Jeno yang tanpa ekspresi apapun kini tengah mendekapnya.

"Ayo pulang, anggap aja gue nggak lihat apapun tadi!" Jeno serahkan ponsel ditangannya pada si pemilik, lalu bergegas menerobos jalanan malam menuju tempat terakhir ia memarkirkan motor, lalu si adik tingkat nampak berlari tergopoh-gopoh mengekornya.

Diam-diam ada perasaan aneh yang tiba-tiba timbul di dada Jeno, ia tak tahu mengapa secara tiba-tiba menjadi maklum, penasaran, dan bahkan merasa iba? Ia bak menemukan dirinya yang lain pada diri Jaemin. Sosok yang sama dengannya, lari dari dunia yang begitu menyakitkan meski dengan cara yang berbeda.

Ia menoleh, menatap wajah si adik tingkat yang basah karena hujan. Hawanya benar-benar dingin hingga beberapa jemari terasa kram dan kelu "Gue anter pulang" Ujarnya singkat namun sang adik tingkat menolak dengan gelengan kecil "Anu... Nggak perlu kak" Tolaknya.

Sejujurnya Jaemin tidak ingin pulang, ia masih ingin berada dibawah kolong langit, menikmati malam dingin yang menjadi kawan hancurnya hati karena kematian. Ia ingin berdiri dibawah guyuran hujan dan menangis sepuasnya sendirian. Jika dirumah? Ia tak mungkin menangis dan buat papa ataupun kakak menjadi khawatir. Dan lagi, ia masih ingin ditempat tersebut ikut menemani kepergian pak Raden dari jarak yang cukup dekat.

Macarons_NM✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang