Kisah si aneh, unik, dan enerjik Jaemin yang jatuh cinta secara tiba-tiba pada si kakak tingkat yang dingin namun mampu menghangatkan hatinya yang kesepian.
NOMIN
JENO
JAEMIN
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
....
Awan berarak-arak menghias langit yang membentang biru, sinarnya mampu menyilaukan pandang, mentari bersinar gagah membagikan ada pada setiap manusia yang sejujurnya lebih banyak menghardiknya karena buat hawa panas hingga kepala. Namun mentari tak gentar, ia tetap rela hadir meski kadang tak diapresiasi.
Seperti, Disetiap kehidupan manusia yang selalu ada titik terendah yang bahkan kerap buat manusia memilih menyerah karena tak sanggup lagi untuk sekedar mengangkat wajah. Namun, sisanya masih setia membuka mata di pagi hari, menjalani hari dengan begitu berat tanpa apresiasi.
Semua orang punya konfliknya sendiri, yang kadang diperburuk oleh penghakiman orang lain yang bahkan lebih sering hanya ingin tahu, bukan menawarkan bantuan. Mungkin, itu adalah alasan beberapa orang memilih menjadi bisu meski otak mereka penuh kata yang harus terucap, mungkin itu alasan mengapa banyak orang berhenti percaya kepada manusia lain, sebab manusia lain yang dipercaya lebih sering menghancurkan daripada membantu membangun puing yang hampir runtuh.
Jeno, ia adalah si manusia yang lebih senang menanti Tuhan memanggilnya tanpa mau perduli dengan bagaimana dunia begitu ricuh atas segala hal. Hidupnya menyedihkan secara tiba-tiba padahal dulu ia kerap membagikan senyuman menawan pada setiap orang yang ia temui, padahal ia dulu adalah anak laki-laki yang penuh asa dan penuh kasih sayang dari papa dan mama.
Lalu. Kala usianya tiga belas tahun, dunianya runtuh secara tiba-tiba tanpa permisi, meninggalkannya terluka sendirian dan membenci banyak orang. Mama menjadi perempuan yang lebih sering memukulinya sambil mabuk kala hal buruk terjadi di pekerjaan mama. Dan lebih parah adalah papa yang harus menetap di rumah sakit jiwa semenjak ia usia tiga belas tahun, usianya masih kecil saat itu untuk sekedar mengetahuinya mengapap papanya yang gagah, rupawan dan berkarisma harus berakhir menyedihkan dirumah sakit jiwa.
"Kak?" Jeno menoleh kearah Jaemin, tanpa permisi bocah itu menggenggam tangan Jeno yang sedikit bergetar. Sudah lama ia tak berkunjung dan hanya menyuruh Soobin untuk ini dan itu, ia gugup.