18

62 6 0
                                    

Mereka berdua sampai didepan kediaman Todoroki setelah mereka menggambil beberapa barang Momo dirumah lamanya.

Kali ini Momo sendirian dirumah, dan Shouto cepat cepat menyelesaikan pekerjaannya demi bertemu istrinya dan akhirnya ia menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari biasanya sehingga ia bisa segera pulang.

Sebenarnya ada suatu hal yang membuat shouto ingin pulang lebih cepat, yaitu karena pesan dari temannya Bakugou yang mengirimi pesan yang membuatnya khawatir.

'Istrimu dirumah sendirian, aku ada urusan lain. Jangan memerintahku seenakmu sialan!'

Dengan tergesa gesa shouto memasuki rumahnya.

Momo terkejut saat melihat suaminya dengan keringat deras dibadannya, sedang berlari kearahnya.

"Ada apa?!" Momo memundurkan tubuhnya kebelakang.

Shouto memeluk erat Momo yang kebingungan itu. Pasalnya orang rumah memiliki kesibukan tersendiri, dan shouto diberi tanggung jawab untuk menjaga Momo.

"Maaf, telah membuatmu sendirian dirumah.." Momo mengerutkan alisnya saat mendengar pernyataan suaminya.

"Dan juga maaf... Sudah membiarkanmu bersama dengan Bakugou tadi, aku benar benar minta maaf" Momo melepaskan rengkuhan itu dengan sedikit kasar.

"Apa maksudmu, aku baik baik saja. Tidak perlu khawatir" Jawab Momo sambil membuang muka.

"Bakugou tidak membentakmu kan, atau dia bicara yang aneh aneh padamu?" Shouto kembali berucap pada istrinya.

"Tidak.dia tidak membentaku ,tapi... " Ucapan Momo tergantung saat mengingat pernyataan cinta bakugou beberapa waktu lalu.

"Apa, dia bicara apa saja padamu!" Shouto memasang wajah seriusnya.

"Dia bilang dia pernah suka padaku" Shouto melotot seketika, giginya bergemelatuk menahan emosi.

Shouto kembali memeluk Momo erat. Ia takut Momo direbut oleh durian itu.

"Aku cemburu!" Ucap shouto terus terang.

"Shouto san, apa kau merebut pacarnya Bakugou?" Momo mengalihkan topik.

"Apa maksudmu?" Shouto mulai membenci topik ini, dimana ia harus mengingat seorang wanita murahan yang berani beraninya mencium bibirnya sembarangan.

"Tidak.. Hanya saja Bakugou menceritakan tentangnya" Jawab Momo

"Tidak. Sama sekali aku tidak merebut pacarnya. Aku tak mengenalinya, tiba tiba saja ia menjebakku" Momo melihat ekspresi keseriusan shouto. Hanya sedikit rasa percaya Momo, namun itu sangat berarti bagi shouto.

"Katakan padaku.. Kau tak memiliki perasan khusus pada Bakugou kan?" Momo memutar bola matanya. Shouto kembali membahas topik yang barusan ingin ia lupakan.

"Jangan bodoh, aku tak sepertimu yang kerjaanya selingkuh" Momo kembali angkuh pada suaminya yang masih saja memeluknya.

"Minggir, aku ingin kekamar" Momo menyingkirkan Shouto dari tubuhnya, dan meninggalkan Shouto sendiri diruang keluarga, walau begitu Shouto tetap mengekori Momo.

Walaupun dihati shouto terasa sakit, namun ia bersikeras untuk tak memasukan ucapan tajam Momo ke dalam hati. Shouto mengikuti istrinya keatas ranjang. Rutinitas Momo adalah tidur siang, dan shouto berkesempatan untuk bisa berada didekat Momo kali ini.

"Berhentilah mengikutiku!" Tegas momo pada shouto.

"Maafkan aku.." Ucapnya lirih, membuat Momo semakin jengkel.

"Berhentilah meminta maaf, aku muak dengan kata kata itu!" Momo merasa tak nyaman dengan kata kata shouto itu.

Shouto diam tak berani membuka suaranya. Ia takut membuat Momo tambah marah.

"Apa kau serius tak mengenal Toga?" Momo memasang wajah seriusnya.

"Aku serius, aku sama sekali tak mengenalinya" Shouto menyendu saat mengetahui bahwa istrinya masih belum percaya padanya.

"Apa kau menyesal?" Shouto mengangguk cepat.

"Kenapa?" Tanya momo lagi.

"Aku sangat menyesal telah mendiamimmu selama sepuluh tahun. Aku tahu aku gila, dan setelah kau pergi aku benar benar hancur. Aku tak bisa hidup tanpamu" Momo benci mendengar suara melas shouto yang biasanya terdengar angkuh.

Shouto memeluk Momo erat, Momo membalasnya, walaupun dengan perasaan terpaksa.

"Aku tak akan pergi" Shouto sedikit tersentak mendengar ucapan Momo.

"Ya.. Aku tak akan pergi selama ada bayi ini diperutku, kau tak perlu menyesal" Momo mengelus surai shouto dengan lembut.

"Simpan penyesalanmu untuk beberapa bulan kedepan" Shouto tersenyum. Namun senyuman itu dipenuhi dengan air mata dan kesedihan.

Momo tersentak saat menyadari bahwa kata katanya keterlaluan.

"Sh-shouto san, aku tak bermaksut bil-" Momo menghentikan perkataannya, saat menyadari bahwa suaminya tertidur membelakanginya. Pura pura tentunya.

Kali ini Momo dihantui dengan rasa bersalah.



Rasa penat yang hilang, serta peluh yang mengering dengan mata sembab. Shouto bangun di sore hari. Menyadari bahwa tak ada wanita bersurai hitam disebelahnya, membuat Shouto agak panik.

Shouto mengalihkan pandangannya ke tepi pintu. Disana ada istrinya yang sedang menyandar dan memperhatikannya.

Shouto agak terkejut saat melihat penampilan Momo. Ia menggunakan pakaian yang biasanya ia pakai saat SMA, pakaian yang sedikit terbuka.

Sedari tadi Shouto membuka mulutnya sambil memandangi Momonya.

"a-apa apaan kau mesum, kau sendiri yang menyuruhku menggunakan baju yang nyaman, atau apalah!" Momo memerah saat melihat ekspresi suaminya.

Shouto tersenyum melihat Momo yang memerah itu, baginya itu lucu.

"Sekarang turun dari kasurku, dan pergi mandi sana, kau bau kecut. Aku sudah siapkan air panas, dan setelah itu ayo makan malam" Ini yang Shouto inginkan sejak awal. Ia ingin diomeli oleh istrinya, ia ingin diberi perhatian oleh kekasihnya. Senyum Shouto makin lebar.

"Jangan hanya senyum, sana mandi!" Seru Momo. Kalau dipikir pikir, seumur umur Shouto tak pernah disiapkan air panas saat mandi, ia biasanya mandi dengan air dingin, hatinya senang, ia bisa merasakan perhatian seorang istri.

Shouto merasa lebih segar kali ini. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk kecilnya. Shouto berjalan menuju ruang makan. Disana sudah ada istrinya yang sedang duduk manis menunggu Shouto. Shouto perlahan mendekati Momo dan mengambil kursi dan duduk didepan Momo.

Suasana yang sangat canggung dan sepi. Hanya dentingan piring yang terdengar diruangan itu. Membuat Shouto merasa agak tak nyaman.

"Ne.." Momo membuka pembicaraan ditengah tengah makan malam. Shouto menatap Momo dan menunggunya berbicara.

"Aku.. Aku tak pandai merangkai kata kata. Sepertinya kata kataku tadi melukai hatimu. Jadi.. Jadi maaf.." Momo membuang muka.

"Tak masalah. Aku sudah memaafkanmu, dan juga.. Terima kasih" Shouto tersenyum mendengar pernyataan Momo tadi.

  "Terima kasih untuk apa?" Tanya Momo singkat.

  "Terima kasih, karena kau masih bertahan disisiku" Senyum tipis itu membuat hati Momo tersentuh. Shouto kali ini tak banyak berekspresi, ia hanya menampakan beberapa senyum yang bisa disamakan dengan ekspresi sendu.

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang