23

47 5 0
                                    

Binar dimatanya sangat meneduhkan, bisa dilihat dari jauh bahwa senyumnya sangat manis.

"Wahh, terima kasih"

"Ahaha sama sama, kuharap kau menyukainya. Ini teh edisi terbaru, dan saat aku membelinya aku langsung teringat padamu" Lelaki tersebut memberi Momo sekotak teh dengan bungkusan yang mewah. Bisa dilihat itu sangat mahal.

Shouto datang menenteng tasnya menuju depan pintu, sementara kedua sejoli itu menatapnya dengan terkejut. Terutama Momo.

Shouto tersenyum. Istrinya ternyata baik baik saja selama dua minggu ini, ditemani lelaki tampan seperti Awase. Ia benar benar lega, namun ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.

"Sepertinya hanya itu yang harus kulakukan, aku masih ada pekerjaan, jadi sampai nanti" Pria itu pergi.

Sisa berdua.

Canggung. Hanya ada suara burung bercicit serta tiupan angin yang ada di antara mereka.

"Apa kabar?" Tanya Shouto pelan.

"Tadinya baik, sekarang tidak" Momo masuk kedalam meninggalkan Shouto.


Di ruangan Yaoyorozu terjadi pertengkaran.

"Sayang, ayolah.. " Yaoyorozu membujuk istrinya.

"Apanya yang ayolah, apa sekarang kau tertarik padanya?" Wanita itu meninggikan suaranya.

"Aku hanya memberinya dukungan agar dia memperlakukan anak kita dengan baik kedepanya"

"Kedepannya?, kau tau sendiri bahwa kedepannya mereka akan bercerai!!!"

"Cukup!!" Yaoyorozu membentak istrinya.

"Biarkan mereka berdamai, masalah perceraian akan diurus belakangan, jadi jangan mengungkitnya sekarang" Ucap Yaoyorozu.

"Seharusnya aku tak menyetujui perjodohan ini sejak awal!" Nyonya Yaoyorozu menekan kata katanya.

"Aku tak tau kenapa kau sangat membenci keluarga Todoroki" Yaoyorozu menatap mata istrinya dengan tatapan kecewa.

"Aku bukan membenci keluarganya, tapi Shouto!" Jelasnya.

"Aku sangat tak rela melihat putriku bersama lelaki gagal, lebih baik ia bersama dengan Touya yang sudah mapan itu, ketimbang bersama pecundang seperti Shouto"

"Itu semua kecelakaan, apa kau tak pernah membuat kesalahan?" Ucap Yaoyorozu.

"Apakah wajar kesalahan dimaafkan dengan cara seperti itu?, kurasa cukup memaafkan, tak perlu sampai menikahkan mereka"

"Apa kau pernah merasakan rasanya mengandung?" Yaoyorozu terdiam.

"Apa kau tau rasa sakitnya?"

"Sakit sekali" Wanita itu meremas bajunya.

"Apa rasa sakit yang kurasakan saat itu sudah sembuh?, tidak. Hatiku hancur saat putriku harus merasakan rasa sakit yang sama saat aku mengandungnya"

"Kau tak pernah ada untukku disaat ku kesulitan, saat hamil, semuanya. Kau hanya fokus dengan pekerjaanmu itu!" Wanita itu meledak. Mengeluarkan semua yang ia pendam selama ini dihatinya.

Disaat ia harus mengistirahatkan tubuhnya dan memperhatikan kandungannya, namun ia harus membantu suaminya mengurus perusahaan.

Hingga suatu hari ia gagal menjadikan Momo seorang kakak.

"Maaf"


"Apa apaan kau ini?!" Momo menggeliat diatas ranjangnya saat merasakan sebuah tangan menyentuh perutnya.

"Kubilang maaf" Ucap Shouto polos.

"Diam. Biarkan aku istirahat!" Bentak Momo.

"Jangan marah marah. Itu tak baik untuk anak kita" Ucap Shouto lembut.

"Makanya kau diam, jangan buat aku marah!"

"Oke. Maafkan aku" Shouto diam disebelah Momo tanpa mengucapkan satu katapun.

Membuat suasana makin canggung. Sialan Momo benci ini.

"Apa kau rajin meminum vitamin?" Momo terkejut mendengar pertanyaan Shouto.

"Ah.. Ya"

"Kalau susu?"

"..." Tak ada jawaban dari Momo.

"Sudah kubilang, kurangi minum teh, dan minumlah susu" Shouto beranjak dari tidurnya menuju dapur.

Tak lama kemudian ia datang dengan segelas susu hangat.

"Apa?" Momo menaikan satu alisnya.

"Minumlah" Shouto memberinya susu.

"Kau tak menambahkan racun kan?" Ucapan Momo sengaja untuk membuat Shouto sakit hati. Namun Shouto sudah mulai kebal.

"Kutambahkan racun cinta" Momo memasang wajah jijiknya.

"Aku ingin membuatmu jatuh cinta padaku seperti dulu" Momo melebarkan matanya ia hampir tersedak saat mendengar ucapan Shouto.

"Aku ingin jadi nomor satu dihatimu"

"Terserah" Momo menandaskan susunya dan hendak merebahkan tubuhnya. Namun sebelum itu.

"Momo ku sayang" Shouto dan Momo mengalihkan pandangannya ke pintu kamar.

"Ibu mertua.." Gumam Shouto.

"Ibu sedang apa disini?" Momo terheran.

"Mulai hari ini ibu akan tinggal disini"  Ucap nyonya Yaoyorozu.

"Ibu akan tinggal disini?" Shouto mengulangi ucapan ibu mertuanya.

"Kenapa, kau tak suka?" Tanya wanita itu dengan ketus.

"Bukan begitu bu, dengan senang hati kami menerima kehadiran ibu" Shouto tersenyum, sementara Momo masih bingung kenapa ibunya bisa disini.

"Momo, ibu tunggu dikamar ibu" Perintah ibu Momo.

"Malam ini kau temani Ibu ya" Momo segera membawa bantal dan selimutnya.

"Baik bu" Momo meninggalkan Shouto sendiri dikamar.

"Ibu tidak kerja?" Tanya Momo.

"Aku sedang libur" Jawabnya.

Ditengah malam Shouto merasa kesepian, padahal ia ingin tidur bersama Momo.

Ia benar benar tak bisa tidur. Ia memainkan poselnya sembari menunggu datangnya rasa kantuk.

Tak lama kemudian ia mendapat sebuah pesan dari Touya.

"Kau sudah boleh pulang kan?, jangan lupa besok kau harus menyelesaikan pekerjaanmu yang kau tinggalkan beberapa minggu itu! "

Ia hanya membaca pesan tersebut tanpa membalasnya.

Shouto menarik nafasnya dengan frustasi.

Kriet...

Pintu dibuka pelan oleh seseorang, membuat Shouto terkejut.

"Momo?!" Pekik Shouto.

"Stt.. Diamlah, ibuku sudah tidur" Momo mengendap endap menuju ranjangnya.

"Kenapa kau kemari, ibumu bagaimana?" Shouto menggenggam tangan Momo.

"Biarkan saja dia, aku tak nyaman tidur dengannya"

"Malam ini aku tidur denganmu" Momo menarik Shouto menuju ranjang.






Vote vote ayoo!

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang