28

44 2 0
                                    

"Ada apa?" Tanya seorang pria yang sedang duduk di sofa sebuah restoran.

"Aku hanya ingin mengatakan padamu, jangan terlalu keras pada menantuku" Ucap Yaoyorozu.

Enji, pria itu menghela nafas beratnya.

"Itu akan membuatnya lebih kuat, agar bisa melindungi keluarganya" Jawabnya.

"Jangan mengajarinya seolah kau adalah pria baik" Ucap Yaoyorozu.

"Kita berdua juga gagal dalam hal ini" Lanjutnya.


Shoto bersemangat hari ini. Ia bahkan dapat pulang lebih awal sore ini.

Dirinya merasa lebih hidup dari biasanya. Tak sabar untuk menemui istri tercintanya dirumah, tanpa mengetahui apa yang terjadi dirumah itu.

Kosong. Kamar Shoto kosong tanpa ada sosok istrinya yang selama ini ia nantikan.

"Bu, dimana Momo?" Tanya Shoto pada sang ibu.

"Momo chan ada dikamar tamu" Penyataan ibunya membuat Shoto kebingungan.

"Jangan menemuinya. Momo chan sedang tak ingin ditemui siapapun" Rei menahan Shoto yang menemui Momo.

"Apa dia sudah diberi obat?" Tanya Shoto khawatir.

"Dokter bilang kita harus berhenti memberinya obat penenang karena kandungan Momo chan sudah memasuki bulan ketujuh"

Shoto mengetuk pelan pintu kamar tamu, tanpa sepengetahuan ibunya. Ia tak tenang bila Momo mendekam dikamar sendirian.

"Momo.. Ini aku" Ucap Shoto pelan.

Tak ada jawaban dari dalam. Shoto pun lekas membuka pintu kamar itu.

Momo mengamati pantulan dirinya didepan cermin dengan ekspresi marahnya. Ia tampak mencengkramg erat perutnya.

"Momo, apa yang kau lakukan" Shoto melepaskan cengkraman itu dengan paksa. Momo menangis memeluk suaminya itu.

"Shoto san.. Apa aku berubah?" Momo menatap wajahnya dari pantulan cermin.

"Apa aku tak secantik dulu?" Shoto menatap sebuah majalah yang ia beli beberapa hari yang lalu di tangan kiri Momo.

"Apa maksudmu?" Shoto mengusap air mata Momo dengan lembut.

"Kau tetap cantik dimataku" Ucap Shoto.

"Bohong!" Momo menepis tangan Shoto.

"Aku tak secantik wanita itu. Badanku tak seramping dirinya, wajahku juga berubah!" Momo meremas majalah itu.

"Ini semua karenanya" Momo menatap perut besarnya.

"Aku membenciny-" Shoto memejamkan matanya saat bibirnya melumat benda kenyal itu. Benda yang sedari tadi mengeluhkan tentang fisiknya.

Mata Momo terbelalak saat Shoto menciumnya secara paksa.

"Jangan membencinya. Benci saja aku" Shoto meneteskan air matanya sambil menatap mata istrinya.

"Kau cantik. Aku tak bohong, aku mencintaimu apa adanya. Kau tak harus ramping untuk kucintai" Momo merasa bersalah. Bersalah pada semuanya.

"Apa dia akan memaafkanku?, apa aku ibu yang jahat?" Shoto tersenyum.

"Anak kita baik hati. Dia pasti akan memaafkan kita, dia juga pasti bangga memiliki ibu yang kuat sepertimu"

Momo tersenyum. Ia merasa sedikit bahagia saat berada disisi Shoto. Rasanya tenang jika dipeluk olehnya.

"Shoto san"

"Ya?"

"Aku ingin kau mengambil cuti" Permintaan Momo barusan membuat Shoto tersentak.

"Oke" Shoto mengecup pipi Momo.

Setelah hari itu, Momo makin menempel pada Shoto.

Seperti halnya saat ini. Mereka berada di atas kasur putihnya. Momo meletakkan kepalanya ke dada bidang Shoto. Ini kebiasaan baru Momo, yaitu mendengarkan detak jantung Shoto. Aneh, namun hal itu membuat Momo tenang.

"Mau sampai kapan mendengarkannya?" Ucap Shoto serak.

"Suaranya semakin cepat" Momo mulai meraba. Menelusuri sumber suara.

Wajah Shoto mulai memerah, rasanya seperti bukan Momo. Kali ini ia lebih agresif.

"Izuku dan Ochako akan berkunjung besok, apa kau keberatan?" Shoto mengalihkan topik.

"Benarkah?" Mata Momo berbinar saat mendengar nama temannya itu.

"Ya, mereka ingin bertemu denganmu" Momo memeluk Shoto. Ia merasa bahagia sekarang.

"Terima kasih" Shoto tersenyum. Hubungannya benar benar membaik. Apakah ini akan berhasil?



"Apa kau yakin bagian depannya cukup kokoh?" Tanya Tomura dengan wajah tegasnya.

"Ini yang terbaik" Ucap pria ber masker, yang sedari tadi mengutak atik sebuah mobil tua.

"Baiklah, pastikan bahan bakarnya terisi penuh!"

"Baik!"

Shigaraki Tomura, pria itu sudah merencanakan aksi balas dendamnya bersama rekan barunya. Ia sudah mengirimkan beberapa mata mata untuk mengintai kegiatan Momo dan Shoto. Ia sudah tahu kapan waktu yang tepat untuk membunuh mereka.

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang