38

46 4 0
                                    

Peraturan baru dari Yaoyorozu membuat mental Shoto makin tak karuan.

Dilarang memperlihatkan Toru didepan Momo. Aturan itu ditetapkan untuk menjaga kesehatan Momo. Karena Momo sensitif terhadap sesuatu yang memancingnya untuk mengingat sesuatu yang hilang.

"Momo, hari ini aku datang membawa-"

"A-ano, Todoroki san, kau memanggilku Momo?" Hari ini Shoto datang menjenguk Momo dengan membawa sesuatu.

"Ya, kita kan suami istri" Jawabnya terus terang, membuat Fuyumi yang ada disebelahnya tersentak

"E-eh, Momo Chan, sebenarnya Shoto hanya rindu padamu ahaha" Ucap Fuyumi tergagap.

Sebenarnya tak aneh jika Fuyumi memanggil namanya, namun jika Shoto yang memanggilnya Momo rasanya aneh sekali, karena biasanya Shoto enggan memanggil namanya.

"Momo, aku membawakan boneka kucing untukmu" Shoto meraih tangan Momo dan langsung mengusapkannya pada boneka yang ia bawa. Momo tampak tak nyaman pada sikap Shoto 

"Apa kau baik baik saja, Todoroki san?" Tanya Momo sedikit khawatir.

"Ahh.. Aku tidak baik, akhir akhir ini aku tak tidur memikirkan mu. Aku.. gelisah, takut, ehm.." Momo menggenggam tangan Shoto yang dingin. Walaupun ia tak dapat melihat keadaan Shoto saat itu, namun Momo dapat merasakan suara Shoto yang sangat kelelahan.

"Kak Fuyumi, bisakah kakak menyuruh Todoroki san pulang dan istirahat?" Ucap Momo.

"Tidak tidak tidak.. Aku tidak mau pulang, aku bisa istirahat disini. Pokoknya aku ingin dekat denganmu" Momo yang mendengar jawaban Shoto pun merasa bergidik ngeri.

Shoto tampak seperti laki laki yang gila obsesi pada Momo, membuat Momo ketakutan. Fuyumi yang menyadari hal itu pun menyuruh Shoto bersikap sopan.

"Shoto, sebaiknya kau istirahat disofa, dan juga sopanlah pada Momo chan" Tegurnya.

Shoto tak merespon ucapan kakaknya dan tetap menatap istrinya yang matanya dibalut perban itu.

"Momo, jangan takut padaku" Ucapnya dengan nada rendahnya, hal itu makin membuat Momo gemetaran.

"Aku mencintaimu" Ucap Shoto lagi.

"Apa kau mencintaiku?" Shoto menatap Momo dengan mata sayu.

Sementara Momo mulai membaringkan tubuhnya, dan membelakangi Shoto.

"Momo?" Shoto memiringkan kepalanya.

"Aku ingin istirahat" Jawabnya singkat.

"Tapi-"

"Sudah, Shoto kau juga harus istirahat" Fuyumi mulai menengahi.

Sial. Semuanya berubah 95 derajat. Semuanya kembali seperti semula. Momo tampak canggung padanya, itu pikiran positif yang Shoto tanamkan pada otaknya, namun lagi lagi ia gelisah akan Momo yang tak mencintainya lagi.

"Todoroki san, terimakasih atas kehadirannya" Ucap wanita cantik dengan balutan gaun putih yang indah.

"Tidak.." Shoto meneteskan air matanya.

Entah sudah beberapa lama setelah Momo berbaring diranjang rumah sakit, kini ia berdiri dihadapan wanita itu dengan hati yang hancur.

"Ah, Todoroki..." Pria disebelah Momo tampak tersenyum lebar saat melihat teman semasa SMA nya hadir di hari spesialnya.

Kedua mempelai berdiri berdampingan dengan serasi. Membuat Shoto hancur sekali sembari menggendong seorang bocah lelaki yang menatap wanita itu tersenyum lebar.

"Jangan" Napasnya ter engah engah saat wajah bahagia itu tercetak jelas dimatanya.

Seorang Iida telah merebut semuanya. Ia benci itu.

"Momo.." Keringatnya makin deras membasahi tubuhnya.

"Shoto!" Shoto melebarkan matanya seketika.

Mimpi yang sangat menakutkan. Ia gemetar saat itu juga, bahkan mengompol tanpa ia sadari. Mentalnya benar benar hancur.

"Ibu.." Rei menatap putranya yang terengah engah ketakutan.

"Tenanglah nak, minum dulu" Rei memberinya segelas air.

"Momo tidak akan meninggalkanku kan bu?" Ucapnya.

"Tidak, Momo chan hanya ingin istirahat, kau sebaiknya juga begitu"

"Toru.." Melihat putranya yang mencari keberadaan cucunya, ia pun tersenyum kecut.

"Toru sedang menyusu" Ucapnya. Selama Momo belum mengingatnya, Toru diberi susu Formula yang disediakan oleh dokter.

Dengan kejadian tersebut, Rei benar benar melaporkannya pada Touya. Ia takut sesuatu terjadi pada Shoto.

Dan lagi lagi begitu. Shoto tetap saja tak mengalami perubahan, ia tetap depresi, bahkan lebih parah setelah pelepasan perban Momo dan rehabilitasnya dimulai.

Pria pengganggu itu terus mendampingi Momo nya, yang membuat Shoto gelisah tiap saatnya.

Walaupun Momo menganggapnya sebagai teman dekat, namun berbeda dengan Shoto. Dimatanya mereka sangat dekat. Dan disaat itu juga Shoto menyadari bahwa musuhnya selama ini bukanlah awase, maupun Touya, namun Iida Tenya.

"Anu.. Iida san, apa tidak apa apa begini?" Momo berkeringat dingin saat Momo bersandar pundak Iida. Mereka kini sedang ada ditaman rumah sakit. Iida sedang menghabiskan waktu istirahatnya dengan menjenguk Momo, namun siapa sangka wanita itu sedang kini sudah mulai mengelilingi rumah sakit dengan kursi rodanya, dan berakhir begini.

"Ya, lagi pula kepalamu masih berat kan?" Pria itu tersenyum saat merasakan kehangatan dari wanita itu.

"Tidak, aku baik baik saja, aku akan keluar rumah sakit minggu depan" Ucapnya sumringah.

"Hmm" Iida menatap wajah bersinar itu.

"Kau cantik" Tanpa ia sadari ia memuji apa yang dilihatnya, seketika Momo pun memerah.

"Emm, terima kasih Iida san" Momo merasa senang, ternyata selama ini ada pria yang setia padanya. Tidak apa jika Shoto menolaknya, toh Iida memperlakukannya dengan sangat baik, pikirnya.

"Aku ingin pergi ketempat Momo" Ucap pria dwiwarna itu.

"Kita belum selesai, Shoto" Enji memajang wajah tegasnya, sementara Shoto tak acuh dengan ekspresi itu.

"Apa lagi yang mau kau bicarakan? Perceraian?, aku sudah muak. Kami tak akan bercerai karena kami saling mencintai!" Jawabnya dengan nada kasarnya.

Dengan cepat ia memasuki mobilnya dan pergi ke rumah sakit, walaupun ia masih trauma dengan mobil, namun mau tak mau ia harus menaikinya. Ini semua demi Momo.

Tangan gemetaran serta keringat dingin Shoto rasakan disepanjang jalan. Rasanya sesak sekali mengendarai ini. Dimanapun pandangannya selalu muncul Momo, hal ini membuat dirinya menyerempet sebuah beton yang ada dipinggir jalan.

Mobilnya hanya lecet. Walaupun tak terluka parah, namun dirinya merasakan ketakutan luar biasa.

"Aku tak bisa..." Shoto menatap jalan raya dengan kendaraan berkecepatan tinggi.

"Aku ingin..."

"Mati... Ahahaha!" Iida tertawa terbahak bahak ketika melihat Momo dengan wajah kesalnya memainkan sebuah video game yang ia bawakan.

"Tidak adil, kau menang karena beruntung, lihat saja kalau tangan kananku sembuh, aku pasti menang!" Ucapnya sembari memperlihatkan tangan kanannya yang masih ter gips.

"Baiklah..akan kutunggu waktu it-" Belum selesai ia menyelesaikan ucapannya, teleponnya berbunyi.

"Baiklah, aku kesana sekarang" Iida menutup sambungannya, lalu tersenyum pada Momo.

"Waktu kunjungan berakhir, besok aku akan mengunjungimu lagi" Momo menatap wajah tampan Iida yang terlihat berwibawa.

Sepertinya ia dipanggil atasannya, ia segera memahami situasi tersebut "Terima kasih, Iida san. Hari ini menyenangkan sekali" Ucapnya.

Iida menghela napasnya berat. Ia mendapat panggilan dari kantor pusat. Ia ditugaskan untuk pergi kesebuah area pembangunan jalan yang masih ramai oleh kendaraan. Dan disana ada pemuda yang mencoba mengakhiri hidupnya

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang