12

100 8 2
                                    

Touya duduk dimeja kerjanya sambil mengamati satu foto yang ia ambil dari kamar shouto waktu itu.

"Sudah kuduga.. Toga.." Touya bergumam sambil menghela nafasnya.

Momo mengamati isi kamarnya. Tak banyak berubah, hanya saja ada ranjang disana. Dulu padahal ia selalu menggunakan futon milik shouto.

"Aku membeli ranjang, agar kau bisa tidur nyaman" Shouto tiba tiba datang menyentuh pundak Momo.

Momo menepis agak kasar tangan Shouto "aku bersedia sekamar denganmu, bukan berarti aku sudah menerimamu"

"Apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku?" Shouto frustasi jika begini terus. Targetnya itu mendapatkan hati Momo kembali, namun ternyata tak segampang itu.

"Bercerai.aku ingin cerai" Ucapan Momo membuat Shouto bingung sekaligus marah.

"Momo, kata katamu itu menyakitiku, kenapa kau berubah lagi seperti ini hah?!" Shouto mulai meninggikan suaranya.

"Kau bicara seakan akan tak pernah menyakitiku. Aku tak tahan. Aku membencimu. Aku lebih baik mati dari pada menikah denganmu!" Momo berteriak sambil memegang erat perutnya. Yang membuat shouto khawatir.

"Momo chann.." Rei yang mendengar keributan itupun langsung menuju kesumber suara.

"Momo chan, tenanglah.. Apa yang Shouto lakukan?" Rei mengelus punggung Momo.

"Apa Momo sudah minum obat?" Rei bertanya perlahan, sementara Momo menjatuhkan dirinya dilantai sambil menutup mulutnya.

"Yatuhan..." Rei menyuruh Natsuo mengambilkan botol obat yang ada dikamarnya.

Shouto sangat khawatir. Apa yang terjadi barusan tadi, ia bertanya tanya.

"Shouto.apa yang kau lakukan" Enji berdiri di bakang Shouto yang mengamati istrinya dari jauh.

"A-aku tak melakukan apapun.." Shouto takut sesuatu terjadi pada Momo. Ia menahan air matanya.

"Kau harus bisa menjaga sikapmu... Momo itu mengidap bipolar. Ditambah ia sedang hamil, itu sangat beresiko" Apa apaan ini, kenapa Shouto tak tahu kalau Momo mengidap bipolar. Kenapa Touya merahasiakan ini padanya.

"Sejak kapan.. Kenapa kalian tak pernah bilang"

"Sejak kau menyakitinya" Enji berbalik meninggalkanya. Shouto mematung. Kenapa ayahnya itu selalu saja bersikap seperti itu, seakan kecewa memiliki anak sepertinya, padahal Shouto itu adalah Enji saat muda.

"Tidak.. Tidak mau, obatnya pahit!" Shouto menoleh saat mendengar Momo memberontak brutal tak mau minum obat.

Shouto mendekat perlahan. Ia merendahkan tubuhnya ikut duduk dilantai bersama Momo, sementara Momo dengan tatapan benci sambil mencacinya.

"Jangan dekat dekat. Aku membencimu" Shouto menatap istrinya dengan wajah sendu.

"Aku salah. Aku minta maaf ya?,malam ini aku akan tidur dikamarku, tapi kau harus minum obatmu" Momo memasang wajah tak sukanya. Dengan terpaksa ia meminum obat yang dibawa Rei.

Malam ini terasa menyedihkan. Shouto tidur diatas futonya sambil menatap langit langit kamarnya. Ini tengah malam, tapi ia masih terjaga, sesekali ia menguap. Ia memikirkan bagaimana cara ia membalas dendamnya pada seseorang yang telah membuat Momonya hancur.

Seseorang menggeser pintu kamarnya, Shoto terperanjat kaget saat melihat Momo berdiri disana sambil menangis.

"A-ada apa?" Dengan cepat Shouto menghampiri istrinya.

"Shouto san.." Shouto tertegun saat mendengar Momo memanggil namanya.

"Kenapa?"

"Maafkan aku.. Aku jahat" Momo memeluk Shouto sambil menangis.

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang